Spektakuler, pamelo merah asal Thailand, berkulit merah sehingga sosok menarik, umur 3 tahun berbuah, serta rasa manis tanpa getir. Para ahli berpendapat pamelo merah layak dikembangkan.
Pertemuan tak sengaja itu terjadi di halaman Universitas Kasetsart, Bangkok, Thailand, pada sebuah siang. Di halaman kampus yang kini berumur 74 tahun itu tengah berlangsung ekshibisi pertanian. Lapak-lapak yang menjajakan tanaman buah berderet-deret. Berbagai tanaman buah, termasuk kurma tropis yang sedang naik daun di Thailand, memenuhi setiap sudut lapak berukuran 2 m x 3 m itu.
Sebuah lapak itu memajang tanaman unik, pohon pamelo setinggi 1,5 m tengah berbuah. Buah seukuran bola sepak takraw berwarna merah. Tampilan itu amat seronok. Lazimnya kulit buah pamelo berwarna hijau pucat atau hijau kekuningan. Itulah pertemuan tak sengaja dengan pamelo merah. Saat itu tujuan Majalah Trubus ke Thailand untuk menelusuri nurseri-nurseri yang mengembangkan buah pupia Momordica cochinchinensis.
Harga mahal
Di ajang pameran itu pemilik membanderol pamelo merah 30.000 baht—setara Rp12 juta dengan kurs I baht = Rp400. Itu jauh lebih mahal dibandingkan dengan harga bibit pamelo lain, yang di Thailand berkisar 200 baht setara Rp80.000. Berbekal relasi di Negeri Siam itu, Trubus menelusuri sumber bibit dengan menghubungi para penangkar dan Departemen Pertanian Thailand.
Setelah berbulan-bulan mencari sumber bibit, Majalah Trubus akhirnya menemukan penangkar pamelo merah. Penelusuran itu membawa Trubus mengunjungi pembibitan tanaman buah di Provinsi Nakonratchasima, Thailand, 2 jam bermobil dari Kota Bangkok yang hiruk-pikuk. Pembibitan dekat Taman Nasional Khao Yai itu khusus membibitkan pamelo Citrus maxima berkulit merah itu.
Di pembibitan itulah sang pemilik, Bun Leue (54 tahun) memperbanyak pamelo eksotis. Pada Agustus 2016, Trubus menelusuri dari Bangkok menuju nurseri milik Bun Leue. Dari jalan raya antarprovinsi, akses menuju kebun itu cukup jauh. Pengemudi bus berkabin tinggi mahir mengendalikan busnya melintasi jalanan sempit dan berkelok. Setelah hampir 30 menit keluar dari jalan raya, bus berhenti di depan kebun.
Sebuah gerbang sederhana menandai jalan masuk. Bun Leue, pria gempal dengan tubuh setinggi 170 cm menyambut di kebun. Di lahan itu tumbuh 50 pohon pamelo masing-masing setinggi 3 meter. Ketika Trubus mengunjungi kebun itu, beberapa pohon yang tumbuh di tanah tengah berbuah meski warna merah belum begitu kuat. Selain itu Bun juga menanam pamelo di pot berdiameter 30 cm. Jumlahnya ribuan, berjajar rapi.
Pohon-pohon di pot setinggi 75 cm itu tampil menawan. Sosok pendek “menggendong” 3—4 buah berwarna merah pekat. Keruan saja pohon kewalahan karena bobot buah rata-rata 1,2 kg. Itulah sebabnya Bun menopang buah dengan bambu. Itu membuktikan bahwa pamelo relatif genjah, pada umur 2—3 tahun sudah magori atau berbuah perdana.
Pamelo unggul
Bun tak melakukan perangsangan pada ratusan pamelo merahnya. Pembuahan itu sangat alamiah dengan pengaturan nutrisi (baca: Cara Siam Tanam Pamelo Merah halaman 24-26). Pamelo berkulit hijau rata-rata magori pada umur 3 tahun. Selain genjah, pamelo merah juga produktif. Pada pembuahan perdana menghasilkan 1—2 buah per pohon. Seiring penambahan umur pohon, produksi juga melonjak. Pada umur 4 tahun, produksi 4 buah per pohon.
Produksi itu relatif sama dengan pamelo hijau. Genjah, produktif, amat seronok, lalu bagaimana dengan rasa? Pada kunjungan kedua, Bun Leue memanen beberapa buah pamelo merah. Ia memotong menjadi dua bagian, mengupas kulit merah itu. Tampaklah daging buah yang merah muda. Get, putri Bun Leue, yang tengah libur kuliah itu menyodorkan daging buah itu kepada Trubus.
Ketika geligi menekan bulir-bulir pamelo yang lembut itu seketika air mengalir ke kerongkongan bersamaan dengan rasa manis. Tak ada rasa getir yang membonceng seperti lazimnya pada pamelo lain. Pemasar buah tropis, Tatang Halim, mengatakan bahwa, “Pamelo berkulit merah asal Thailand berpotensi dikembangkan jika rasanya digemari konsumen, yaitu manis dan tanpa getir.”
Meski berpenampilan menarik, kualitas rasa tetap paling menentukan keputusan konsumen untuk membeli (baca: Menakar Peluang Pamelo Merah halaman 16—17). Dengan beragam keunggulan itu, pantas Bun Leue menyatakan bahwa pamelo kulit merah itu layak dikembangkan. Di nurseri miliknya, Bun memiliki ribuan pohon tanaman pamelo merah. Sama seperti pamelo lain, buah matang sempurna 11 bulan setelah muncul bunga.
Buah siap petik setelah kulitnya berwarna kuning bersemburat merah. Saat itu umur buah sekitar 10 bulan. Panen di umur itu menjadikan buah tahan simpan lebih dari 1 bulan. Koordinator Bidang Hortikultura Departemen Pertanian Thailand, Manoo Pasamboun, mengatakan, pamelo salah satu buah unggulan Thailand di samping mangga, durian, manggis, dan leci. “Kami fokus kepada varietas-varietas yang terbukti unggul,” kata Manoo kepada Majalah Trubus.
Menurut Manoo kriteria unggul antara lain bobot besar, manis, bagian yang dapat dimakan (edible portion) banyak, tahan kirim, dan produktif. Manoo Pasamboun menyatakan bahwa produksi pamelo Thailand terpusat di 4 provinsi, yaitu Prachinburi, Nakonpathom, Pichit, dan Nakonsitamarat. Para petani mengembangkan pamelo khao namphung, thong di, dan khao taeng kwa (baca: Pamelo Unggul Pilihan Pekebun halaman 20-21).
Thailand mengekspor buah kerabat limau itu ke Tiongkok, Hongkong, Kanada, dan Jepang. Namun, pemerintah Thailand belum menganggap pamelo kulit merah itu sebagai komoditas unggulan. Di Negeri Gajah Putih itu harga pamelo terbilang tinggi. Pedagang di pasar buah-buahan Ortorkor, Bangkok, menjual daging pamelo kupas seharga 280 baht, setara Rp112.000 per 250 gram.
Harga buah utuh lebih mahal lagi, 600—800 baht setara Rp240.000—Rp320.000. Majalah Trubus juga menelusuri pamelo merah di Ortorkor dan pasar Cathucak, keduanya di Kota Bangkok. Namun, di kedua lokasi itu belum ada pedagang menjajakan buah dan atau bibit pamelo merah. Bun Leue yang sejak 2009 memperbanyak bibit pamelo merah memasarkannya ke Indonesia.
Dari Vietnam
Ratusan pohon di kebun Bun Leue itu hasil perbanyakan sendiri. Bun menyambung pamelo merah sebagai batang atas dan pamelo lokal Thailand sebagai batang bawah. Kini ia terus memperbanyak bibit dengan mencangkok dan menyambung. Bun memperoleh bibit som o deng alias pamelo berkulit merah itu dari seorang teman yang kerap mondar-mandir ke Vietnam. Sayang, Bun menutup mulut ketika Trubus menanyakan nama dan alamat sang teman itu.
Pada 2007 Bun Leue pun pergi ke Vietnam bersama sang teman untuk melihat sendiri pamelo yang berkali-kali sang teman kisahkan. Saat itulah ia melihat sendiri buah pamelo merah bergelantungan lebat di pohon setinggi hampir 4 meter. Sang pemilik pohon mempersilakan Bun mencicipi buah matang. Seketika itulah ayah 2 putri itu yakin bahwa pamelo unik itu layak memperoleh perhatian.
Ia lantas memboyong entres Citrus maxima itu. Di nurserinya, Bun menyambung entres-entres itu menjadi bibit setinggi pinggang orang dewasa itu ia tanam di lahan seluas 30 rai—setara 4,8 hektare—miliknya di Korat, sebutan untuk Nakonratchasima. Meski belum berbuah, bibit-bibit itu langsung ia perbanyak dengan menyambung dan mencangkok.
Meski cabang-cabangnya dipenuhi bungkus media cangkok, pohon anggota famili Rutaceae itu berbuah setelah 3 tahun di Korat. Kini bibit asal entres dari Vietnam plus beberapa puluh bibit hasil perbanyakan pertama, menjadi pohon induk. Bun Leue menolak menjelaskan detil lokasi asal pamelo merah itu. Namun, ia menyatakan bahwa di negara asalnya jeruk bali itu tidak populer.
“Orang Vietnam tidak menganggapnya istimewa sehingga mereka tidak membudidaya massal,” ungkapnya. Bun menjadi satu-satunya pembibit pamelo kulit merah itu. Makanya sejak 2016, semua pembudidaya tanaman Thailand membeli bibit pamelo merah itu dari Bun. Salah satu nurseri pembeli bibit kemudian memajang di halaman Universitas Kasetsart pada sebuah ekshibisi. Nurseri itu menjual bibit pamelo merah dengan harga fantastis.
Permintaan besar
Melihat tanaman genjah dengan buah merah menyala memang mudah jatuh hati. Itulah sebabnya beberapa pehobi di Indonesia mulai menanam pamelo merah. Ir. Tribudi Utama di Yogyakarta, misalnya, menanam sebuah bibit pamelo merah pada 2016. Kini tanaman itu setinggi 1 meter. Ia tertarik menanam pamelo merah karena penampilan buah yang eksotis. Alumnus Departemen Teknik Arsitektur dan Perencanaan Universitas Gadjah Mada itu menanam pamelo merah di pot berukuran 40 cm.
Pot itu ia letakkan di pelataran restoran sekaligus kediamannya di dekat Stadion Maguwoharjo, Wedomartani, Sleman, Yogyakarta. “Kalau berbuah pasti menarik,” kata ayah 3 anak itu. Pehobi lain, Ita Sebayang Purba di Jakarta, dr Kerry Kartosen SpOG (Surabaya), dan Wayan Aryana (Bali) juga menanam pamelo merah. Tanaman itu memang layak untuk tabulampot (baca: Pamelo Merah Pamer Buah halaman 22—23). Bagaimana jika dibudidayakan massal?
“Pamelo berkulit merah berpotensi untuk dikembangkan karena berkesan eksklusif. Jika pamelo merah itu masuk ke hotel-hotel dan pasar swalayan, akan terlihat menarik perhatian dan pamelo terlihat bergengsi tinggi,” kata pengamat buah, Dr. Ir. Muhamad Reza Tirtawinata, M.S. Selama ini pekebun di tanah air jarang membudidayakan pamelo dalam skala luas.
Salah satu pengembang pamelo adalah PT Hortimart Agro Center, di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Perusahaan itu membudidayakan pamelo muria, ping he asal Tiongkok, dan pamelo asal Malaysia. Dari 150 pohon pamelo di kebun Bawen, 35 pohon produktif, sisanya baru berumur setahun. Selain di kebun Bawen, Hortimart juga menanam 6.600 pohon pamelo yang sekarang berumur setahun di 2 lokasi lain. Penanaman besar-besaran itu tidak lain demi memenuhi permintaan konsumen.
Menurut koordinator Divisi Hortimart Agro Center, Damayanti, permintaan jeruk besar di toko buah Hortimart mencapai 500 buah per pekan. “Kalau dalam seminggu itu ada hari libur, permintaannya bisa naik menjadi 700 buah,” kata Damayanti. Sementara pada musim liburan, angkanya menjadi 1.000 buah per pekan. Kebutuhan sebanyak itu tidak terpenuhi oleh produksi 35 pohon yang ada.
Untuk mencukupi permintaan, 8 tahun terakhir Hortimart menggandeng pengepul pamelo asal Desa Bageng, Kecamatan Gembong, Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Desa beriklim sejuk itu sentra pamelo jenis yang digemari konsumen Hortimart. Menurut salah satu pengepul dan pekebun pamelo di Bageng, Qomarul Huda, pamelo asal desa itu sejatinya dilabeli dengan nama bageng taji. Itu akronim dari bageng tanpa biji.
Label itu bukan isapan jempol. Selain manis, bageng taji memang tak berbiji. Sayang, meski unggul, penanaman bageng taji belum optimal. Masyarakat Bageng kadung percaya mitos pohon pamelo harus tumbuh dekat dapur dan kamar tidur. Akibatnya di Bageng tidak ada kebun bageng taji, yang ada hanya tanaman di pekarangan warga.
Menurut praktikus buah, Ir. Mohammad Apriza Suska, jeruk di tanahair lebih riskan terserang penyakit dibandingkan dengan di Thailand lantaran perbedaan curah hujan. “Curah hujan Indonesia lebih tinggi daripada Thailand,” kata Suska. Apalagi curah hujan di Jawa paling tinggi dibandingkan dengan pulau-pulau lain di tanahair. Kondisi itu, plus periode sinar matahari yang melebihi 10 jam setiap hari, menjadikan cendawan patogen mudah berkembang begitu hinggap di tanaman inang.
Saat mendengar pamelo kulit merah, koordinator kebun Hortimart, Suyono tidak langsung tertarik. Menurut Suyono pamelo asli Indonesia saja perlu perawatan intensif agar produktif dan bebas penyakit. Apalagi pendatang baru. “Biar pasar yang menentukan,” ujar pria berusia 51 tahun itu. Suyono benar. Pasar dan konsumen juri terbaik dan berhak memilih jenis yang paling unggul. (Argohartono Arie Raharjo/Peliput: Andari Titisari)