Si radio yang legit dan manis itu kembali meraih juara kontes durian di Provinsi Banten.
Pujian itu datang dari para pengunjung festival durian. Mereka memuji peserta bernomor urut enam. Perempuan pengunjung festival, Suci Suryani, usai mencicipi durian itu berkata, “Peserta nomor enam itu enak banget, manis, dan pulen.” Juri yang terdiri dari ahli buah, Mohamad Reza Tirtawinata, Panca Jarot Santoso (periset buah), dan Bibong Widyarti (ahli citarasa) akhirnya menobatkan peserta nomor enam bernama si radio itu sebagai jawara di Festival Durian Banten pada 7 April 2015.
Si radio menyingkirkan 37 peserta lain dari Serang, Pandeglang, dan Lebak—semua sentra durian di Provinsi Banten. Menurut Panca Jarot Santoso keistimewaan si radio adalah rasa manis, legit, pulen, dan creamy. Warna daging buah kuning dengan ketebalan sedang. Sosok fisik juga menarik, bentuk oval, kulit agak tipis, dan kering. Si radio durian unggul milik Ahmad di Bojongkelor, Kecamatan Cadasari, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten.
Hampir mati
H. Ahmad menamai duriannya si radio karena pernah menggadaikan pohon itu seharga radio pada 30 tahun lampau. Ketika itu radio barang langka dan mewah. Di kebunnya pria 60 tahun itu mempunyai sebuah pohon durian si radio yang kini berumur 160 tahun. Pada kontes itu Ahmad membawa sebuah yang matang pohon. Pesaing beratnya, peserta nomor 1, yaitu si belimbing asal Serang, Provinsi Banten, yang berdaging tebal, manis, dan legit.
Pesaing lain si radio adalah peserta bernomor 11 yaitu si fajar, milik Ajid DJA. Si fajar sangat manis, lembut, dan creamy. Namun, daging buahnya basah sehingga agak blenyek kala dipegang. Dari pengalaman mencicip juara kontes durian atau durian unggul nasional, Panca Jarot Santoso mengatakan kualitas si radio tidak kalah istimewa dari juara lomba di berbagai daerah, bahkan termasuk durian unggul nasional.
Kesuksesan si radio meraih juara mengejutkan anggota staf Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Banten, Tanti Yulianti. Tanti pernah menjadi anggota panitia lomba durian pada 2010. Ketika itu si radio menjuarai lomba tingkat kabupaten di Pandeglang. Menurut Tanti setelah menjadi juara di Pandeglang pada 2010 nama si radio sontak sohor.
Namun, popularitasnya justru membawa petaka. Pencuri memanen seluruh buah yang saat itu tersisa sekitar 150 durian. Tahun berikutnya giliran hama dan penyakit yang menyerang sang juara hingga nyaris merenggut umurnya. Untunglah kemudian pemilik pohon si radio, Ahmad berhasil menyelamatkannya. Pada 2014 pohon si radio kembali berproduksi hingga 600 buah.
Hampir mati
Menurut Tanti kemenangan si radio di festival durian membuktikan kualitasnya stabil. Dengan kualitas buah yang sangat baik itu, Ahmad membanderol si radio Rp100.000—Rp125.000 per buah, tergantung bobot. Durian radio rata-rata berbobot 2 kg. Itu pun ia tidak perlu repot-repot memasarkannya. Sebab, banyak maniak durian berdatangan ke kediaman Ahmad untuk mencicipi kelezatannya.
Menurut Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Banten, Ir Eneng Nurcahyati, semua peserta kontes harus diselamatkan dan atau dikembangkan menjadi durian unggulan Banten. Dinas Pertanian dan Peternakan berusaha membina masyarakat untuk menangkarkan durian-durian itu. Kasubdit Hortikultura Provinsi Banten, Asep Mulya Hidayat, mengatakan hal serupa.
Asep Mulya mengatakan, pameran dan lomba durian mengingatkan kita untuk menyelamatkan durian unggul agar tidak punah. Menurut Eneng Nurcahyati, durian unggulan Banten itu memberi nilai ekonomi bagi masyarakat. Itu dilihat dari antusiasme pengunjung dan banyaknya maniak durian yang datang ke acara festival untuk mencicipi kelezatan durian unggulan.
Melihat antusiasme masyarakat mendatangi pameran cukup tinggi, Eneng merencanakan mengadakan lomba sejenis pada 2016. “Kita harapkan, acara ini ini bisa menjadi agenda tahunan. sebagai penarik wisatawan dan maniak-maniak durian datang ke Banten untuk mencicipi durian durian enak,” katanya. (Syah Angkasa)