Trubus.id — Kini, sudah saatnya produsen tempe mencari alternatif pengganti kedelai sebagai bahan baku tempe. Aneka kacang lokal seperti kara pedang sangat berpotensi dan terbukti bisa dijadikan bahan baku tempe.
Hal itu penting dilakukan karena berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia mengimpor 2,49 juta ton kedelai pada 2021. Angka itu meningkat dibanding 2020 yang mencapai 2,47 juta ton.
Permintaan kedelai dunia yang terus meningkat, terutama Tiongkok, menjadi penyebab kelangkaan stok kedelai dunia, memicu naiknya harga kedelai di Tanah Air. Oleh karena itu, kara pedang bisa jadi alternatif pengganti kedelai.
Di Jawa Tengah, tempe kara benguk masih banyak dijumpai hingga kini. Petani kara pedang Canavalia ensiformis harus diberi peluang untuk berkembang menjadi penyedia bahan baku tempe, mensubstitusi atau menggantikan kedelai impor.
Dr. Ir. Agus Somamihardja, M.M., Ketua Asosiasi Koro Pedang Nasional, menyebut, fenomena kelangkaan kedelai merupakan peluang bagus bagi para petani, terutama di daerah marginal untuk mengembangkan kara pedang.
Hingga saat ini produksi kara pedang belum setinggi potensinya. Produsen tempe dan masyarakat belum banyak yang mengenal potensi kara pedang sebagai bahan baku tempe. Hasil panen kara pedang belum dapat sepenuhnya diterima dan dibeli oleh produsen tempe.
Menurutnya, belum adanya kepastian pasar berimbas pada masih sedikit petani yang menanam kara pedang sehingga produksi kara pedang nasional masih rendah. Meski begitu, kara pedang tergolong tanaman yang mudah beradaptasi serta dapat ditanam di lahan marginal.
Tanaman itu juga dapat tumbuh subur di lahan berelevasi 400–1.800 meter di atas permukaan laut (m dpl). Kara pedang juga bisa menjadi tanaman sela pada sistem tumpang sari dengan potensi panen mencapai 4–5 ton per hektare setelah budidaya 4–5 bulan.
Perkembangan kara pedang tiga tahun terakhir masih maju mundur. Selain pemerintah belum memberi ruang untuk perkembangan kara, masyarakat juga masih belum familiar dengan kara pedang.
Kerja sama antara pemerintah, koperasi, dan produsen dibutuhkan untuk dapat beralih menggunakan sumber daya lokal dalam pembuatan tempe. Konsumen juga perlu dididik terkait tempe kara pedang.
Masyarakat harus terbuka untuk mencoba bahan baku tempe selain kedelai sehingga dapat menggerakkan perekonomian petani kara pedang. Adapun rasa tempe dari kara pedang sangat bergantung pada kebiasaan. Bila tempe kara pedang dikenalkan kepada anak-anak sejak kecil, mereka tidak akan asing dengan rasanya.
Selain itu, para ahli pangan dan kuliner akan mudah mengolah kara pedang dengan aneka bumbu dan cara mengolahnya. Bila ini terjadi, perekonomian petani kara pedang dan petani di desa umumnya akan terangkat.
Petani membutuhkan kebijakan pemerintah untuk bersama mewujudkan hal itu. Pemerintah perlu menjadikan kara pedang dan kacang lain untuk menjadi komoditas strategis unggulan sebagai substitusi kedelai impor.
“Kepastian pasar kara pedang merupakan impian para petani,” tutur Agus.