
Konsumen jamu di Yogyakarta banyak yang menggemari jamu racikan seorang pembuat jamu, Go Djing Nio. Pada 1941, istri Rakhmat Sulistio itu melabeli racikannya dengan nama Jamu Tujuh Angin. “Zaman itu kemasannya hanya bungkus kertas berlabel berisi bahan-bahan mentah,” kata Irwan Hidayat, cucu ke-6 dari 46 cucu pasangan Rakhmat Sulistio sekaligus direktur utama PT Sido Muncul.
Konsumen mesti menumbuk, mencampur, dan merebus bahan-bahan jamu seperti rimpang jahe, bunga cengkih kering, biji adas, dan berbagai bahan lain itu untuk menikmati khasiatnya. Meski repot dan sama sekali tidak praktis, tapi itulah cara menikmati jamu saat itu. Konsumen mengingat produk itu sebagai jamu antimasuk angin yang manjur sehingga mereka lebih sering menyebut Tolak Angin alih-alih Tujuh Angin.
Merek produk jamu penghangat tubuh itu lantas berubah menjadi Tolak Angin. Merek baru itu mudah diingat dan langsung merujuk kepada khasiat utamanya sehingga terpateri mendalam di ingatan konsumen. Meski produksi pindah ke Semarang, reputasi Tolak Angin menancap dalam benak konsumen. Seiring kemajuan zaman, Sido Muncul merevolusi sosok Tolak Angin menjadi serbuk, lalu akhirnya menjadi sirop madu seperti sekarang.
Di sisi lain, bagi konsumen fanatik yang menginginkan konsumsi jamu serbuk, produk Tujuh Angin serbuk masih tersedia di pasar. “Jamu serbuk menyasar pasar kios jamu, pedagang jamu gendong, dan konsumen rumahan yang menyukai jamu pahit,” kata Manajer Hubungan Media Sido Muncul, Sri Wahyuni. Itu sebabnya jamu serbuk dalam kemasan kertas yang terkesan kuno pun tetap diproduksi, di samping produk sirup atau serbuk efervesen yang praktis.
Irwan tidak main-main mengusung Tolak Angin sebagai lokomotifnya. Pada 2000, ia bekerja sama dengan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan Universitas Diponegoro Semarang. Tujuannya, menguji khasiat dan toksisitas (daya racun) Tolak Angin. Hasilnya ramuan sejak 1941 itu terbukti efektif meringankan gejala flu akibat penurunan stamina dan sistem imun. Produk legendaris itu pun aman.
“Subjek uji yang mengonsumsi 3 saset Tolak Angin setiap hari selama 10 tahun tidak menunjukkan gejala gangguan kesehatan,” kata Irwan. Meskipun konsistensi mengusung Tolak Angin membawa Sido Muncul menapaki jalan panjang, mereka sukses melalui perjalanan panjang itu. (Argohartono Arie Raharjo)