Kulo dan ririh krisan unggulan Kota Tomohon, Sulawesi Utara.

Masyarakat Tomohon, Provinsi Sulawesi Utara, menyebutnya krisan salju. Itu lantaran sosok bunga yang putih bersih bak salju. Ukuran bunga juga besar, berdiameter 20 cm. Itulah krisan ririh khas Tomohon. Varietas hasil seleksi populasi itu tidak membutuhkan penyinaran lampu selama masa budidaya. Lazimnya petani krisan membutuhkan lampu untuk memperpanjang penyinaran.

Selain itu penanaman ririh juga memungkinkan tanpa naungan alias di lahan terbuka. Ririh menyukai lingkungan berudara sejuk berketinggian tempat 750—1.200 m di atas permukaan laut. Tinggi tanaman 110—120 cm. Dalam satu musim tanam ririh menghasilkan bunga sekitar 52—54 kuntum per m². Bunga berbentuk dekoratif dengan jumlah bunga pita 280—300 helai. Tanaman mulai belajar berbunga saat berumur 60—70 hari setelah tanam.
Permintaan Jepang
Kepala Unit Pelaksana Teknis, Balai Benih Pertanian Kota Tomohon, Janeke NA Polii SE, menuturkan bunga ririh bertahan hingga dua pekan pascapetik. Bandingkan dengan ketahanan bunga seruni pada umumnya yang hanya bertahan 7 hari. Ririh gampang sekali mengeluarkan tunas lateral yang menjadi modal bagi petani sebagai sumber setek pucuk. Janeke menuturkan keelokan ririh menarik minat pasar internasional, terutama Jepang.

Varietas lain asal Tomohon adalah kulo yang tampil menawan. Bunga kulo berwarna kuning cerah. Ukuran diameter nyaris sama dengan ririh yakni 18—20 cm. Jumlah kuntum kulo lebih banyak yakni 55—64 kuntum per m² dalam satu musim tanam. Setiap kuntum bunga memiliki bunga pita sebanyak 300—300 helai. Kulo belajar berbunga saat berumur 60—75 hari setelah tanam.
Tinggi tanaman anggota famili Asteraceae itu 115—125 cm. Daya adaptasi kulo terhadap lingkungan sama persis dengan ririh. Keunggulan kedua varietas itu juga membuat petani seperti Indra Salam jatuh hati. Di Tomohon bagian utara terdapat 50 kelompok tani yang aktif memproduksi ririh dan kulo. Mereka membudidayakan krisan lokal yang menjadi ikon Tomohon.

Pekebun di Kakaskasen, Kota Tomohon, Indra Salam, membudidayakan krisan di dalam 3 rumah tanam masing-masing berkuran 250 m², 150 m², dan 96 m². Rumah tanam besar dan sedang berkonstruksi bambu, sedangkan yang berukuran kecil berbahan sisa kayu cempaka. Ia menggunakan rumah tanam berukuran sedang dan kecil untuk memproduksi bunga potong.
Panen saat tanaman berumur 95 hari setelah tanam. Biasanya panen berlangsung bertahap selama dua pekan. Sementara pada rumah tanam yang berukuran besar khusus untuk produksi bibit.
Setiap bulan ia memperoleh omzet sebesar Rp7,5-juta dari perniagaan bunga potong krisan. Indra menanam krisan ririh dan kulo secara kontinyu. Volume produksinya hingga 2.500 tangkai per bulan. Petani krisan sejak 2008 itu juga menjual bibit kulo dan ririh, masing-masing 5.000 batang per bulan. Ia membanderol Rp400 per bibit. Artinya, ia memperoleh tambahan omzet sebanyak Rp4-juta dari hasil penjualan bibit.
Kota bunga
Kementerian Pertanian Republik Indonesia mencatat krisan Chrysanthemum indicum merupakan produk hortikultura yang memiliki laju pertumbuhan tertinggi ketiga setelah mangga dan manggis. Volume produksi krisan nasional mencapai 455-juta tangkai pada 2015. Rencana strategis pemerintah membidik produksi krisan bakal mengalami peningkatan hingga 626-juta tangkai pada 2019.

Sulawei Utara menempati urutan ketujuh sebagai sentra krisan terbanyak di Indonesia dengan total produksi 2,8-juta tangkai pada 2015. Kota Tomohon menjadi salah satu pemasok krisan bagi provinsi yang berlokasi di ujung Pulau Selebes itu. Kepala Unit Pelaksana Teknis, Balai Benih Pertanian Kota Tomohon, Janeke NA Polii SE, menuturkan Tomohon sebagai kota bunga.

Komoditas andalannya adalah gladiol, krisan, anggrek, anyelir, lili, anthurium, dan aster. “Gairah berkebun krisan di Tomohon dimulai sejak 8 tahun silam,” ujat Janeke. Menurut data Dinas Pertanian, Peternakan, dan Perikanan Kota Tomohon, saat itu produksi krisan di Tomohon hanya 1,04-juta tangkai. Tomohon patut diperhitungkan sebagai sentra krisan yang mumpuni. (Andari Titisari)