Trubus.id—Tanaman kuping gajah menjadi salah satu komoditas unggulan yang dikembangkan sebagian masyarakat di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Para petani memproduksi tanaman untuk memenuhi kebutuhan pasar lokal maupun global.
Penyilang sekaligus penjual tanaman hias di Ciapus, Kecamatan Tamansari, Muhamad Rusli misalnya memasarkan kuping gajah ke Amerika Serikat. Volume ekspor rata-rata 10—20 tanaman per bulan. Sedikit? Jumlah tanaman memang sedikit. Namun, harga jual fantastis, Rp30 juta per tanaman.

Ia rutin mengekspor tanaman hias anggota famili Araceae itu sejak 2020. Menurut Iyus—sapaan akrab Muhamad Rusli—pasar ekspor menghendaki tanaman yang sehat, berkarakter, dan jenis baru. Konsumen kuping gajah di negeri Paman Sam itu pada umumnya pehobi.
Iyus mendapat pasar ekspor dari relasi sesama penjual tanaman hias. Nurseri Rusli di Ciapus bernama Frisha Flora kerap menjadi tujuan kunjungan para pehobi tanaman hias dari mancanegara.
Perniagaan kuping gajah hasil silangan Iyus juga ramai di pasar domestik. Konsumen Iyus di pasar lokal adalah para pengepul dan pedagang tanaman hias. Mereka memasarkan kembali ke para pehobi.
Serapan pasar lokal rata-rata 100—300 tanaman per bulan. Sementara harga tanaman koleksi itu rata rata Rp1 juta—Rp10 juta. Artinya, omzet dari perniagaan kuping gajah di pasar domestik minimal Rp100 juta saban bulan.
Keruan saja Iyus mendapat rezeki “gajah” alias besar dari perniagaan kuping gajah. “Jika harga tanaman terlalu tinggi, konsumen meminta per satu daun atau bonggol,” tutur Iyus. Kuping gajah kuping gajah itu hasil silangan Rusli.
Keberhasilan itu tidak lepas dari keahlian petani dalam melakukan persilangan tanaman induk untuk menciptakan hibrida baru dengan bentuk, ukuran, dan pola daun yang lebih menarik serta unik. Kuping gajah hibrida yang memiliki tampilan menarik itu bahkan bisa dihargai hingga jutaan rupiah.
Sejak 2011 Iyus juga getol menyilangkan beragam induk kuping gajah. Ia lantas menyeleksi dan membesarkan hasil silangan di dua rumah tanam masing-masing seluas 600 m2 dan 500 m2.
Pekebun itu menghasilkan ribuan jenis kuping gajah yang tertata mulai dari persemaian hingga siap jual. Kuping gajah yang populer antara lain, Anthurium king of spades atau (HU)—singkatan dari Haji Ulih atau nama ayah Rusli.
Anak ke 3 dari 5 bersaudara itu juga mengoleksi kuping gajah king of spades hasil silangan sejenis. Hasil silangan itu melahirkan tanaman mutasi yang unik. Berdaun lebih tebal dan berwarna keemasan. Ia juga menyilangkan king of spades dengan red crystallinum. Karakter daun bulat dan warna merah pada daun baru.
Koleksi lainnya yakni kuping gajah variegata seperti Anthurium silver variegata. “Kebanyakan masih dijual sesama kolektor harga bervariasi Rp1 juta—Rp30 juta,” tutur pekebun kuping gajah sejak 2019 itu. Sementara yang paling banyak menghuni rumah tanam Iyus yakni jenis Anthurium papillilaminum.
Jenis lain yang laku di pasaran yakni A.veitchii. “Makin panjang dan banyak kerutan makin bagus dan terbilang ekstrem,” tutur Iyus. Panjang daun bisa sampai 1,5 meter berharga Rp10 juta. Rumah tanam yang berisi ribuan kuping gajah itu mendatangkan omzet besar.
Kuping gajah bukan barang baru bagi Iyus. Bagaimana tidak sang ayah H. Ulih Sunardi juga bergelut di dunia yang sama. Pada 2002 Iyus mulai mengenal tanaman kuping gajah mutasi. “Karena sering bergaul dengan petani kuping gajah. Lama-lama jadi tahu tanaman tanaman mutasi itu seperti apa,” tutur Iyus.
Sejak 2007 ia mulai mengoleksi tanaman sendiri, membeli induk dari petani di sekitar tempat tinggal yang merupakan sentra tanaman hias. Semula ia hanya mengoleksi 10 tanaman. Sayangnya tersisa 5 tanaman mati karena terserang virus. Namun, pria kelahiran Bogor, Juni 1989 itu bergeming di tanaman hias. Ia malah menambah populasi hingga 1.000 tanaman kuping gajah.
Sejak 2011 ia mengikuti pameran tanaman hias di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat. Iyus makin menggandrungi kuping gajah. Ia pun getol bereksperimen menyilangkan. “Bisa menyilangkan sendiri itu menjadi kebanggaan karena susah dan jarang,” tutur Iyus.
Total lebih dari 10 jenis yang berhasil ia silangkan. Menurut Iyus dari setiap tongkol itu bisa menghasilkan sekitar 100—300 biji untuk disemai. Meski tingkat keberhasilan sekitar 1—5% dan rata rata memiliki karakter yang berbeda.
Kuping gajah itu bisa mulai disilangkan ketika sudah memiliki ukuran 30—40 cm atau sudah keluar tongkol. Agar hasil biji banyak sehingga baik disilangkan ketika sudah muncul tongkol ke-3. Tanaman hasil silangan baru bisa dipasarkan sekitar 1—2 tahun saat berukuran sekitar 15 cm.
Iyus mengaku kendala berniaga kuping gajah itu saat naik turun harga karena tren yang ada. “Tadinya menjual tanaman seharga Rp500.000 itu gampang, beberapa tahun kemudian, meski tanaman harga turun susah jual karena pehobi sudah banyak yang punya,” tutur Iyus.
Ia menyiasatinya dengan getol menyilangkan tanaman. Kemampuan petani Tamansari seperti Iyus dalam menciptakan varian baru melalui teknik persilangan telah membuka peluang pasar yang luas, baik di pasar lokal maupun internasional.
Pasar lokal itu terutama didominasi oleh pengepul dan pedagang tanaman, sementara pasar internasional diisi lebih bayak oleh para pehobi yang mencari tanaman berkualitas tinggi, termasuk hibrida terbaru.
Dengan kemampuan membudidayakan dan menyilangkan kuping gajah, petani di Tamansari mampu memenuhi permintaan pasar global dan menjadikan kuping gajah sebagai komoditas yang ramai peminat di seluruh dunia.