Monday, January 20, 2025

Lemak Versus Tifus

Rekomendasi
- Advertisement -

Diet tinggi lemak mencegah tifoid di kelenjar tiroid.

Dokter gigi Nansi Rinasari baru mulai praktik, tapi tubuhnya terasa penat. Hal itu tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Padahal, biasanya usai jam praktik pun ia masih bersemangat untuk berbelanja kebutuhan sehari-hari, mengunjungi rekan, atau sekadar berjalan-jalan. Menganggap kondisi itu akan membaik sendiri, Nansi tidak memeriksakan diri. Mula-mula hal itu tidak menjadi masalah.

Suatu hari, Nansi mengidap demam. Dokter yang memeriksa merujuknya ke laboratorium klinik. Hasilnya menunjukkan kehadiran bakteri Salmonella pemicu penyakit tifus dalam darah Nansi. Demam yang menderanya adalah demam tifoid. Perempuan berusia 37 tahun itu harus menjalani pengobatan yang harganya terbilang lumayan. Setiap bulan ia harus membelanjakan lebih dari Rp1 juta untuk menebus obat.

Antibiotik

Dalam studi kasus “Typhoid Thyroiditis” yang dimuat dalam Medical Journal Malaysia volume 54, AY Jasmi dan tim Departemen Radiologi, Universitas Kebangsaan Malaysia menyebutkan pemicu gangguan tifoid yang paling sering adalah mikrob patogen Staphylococcus dan Streptococcus. Mikrob jenis lain, Salmonella, memicu gangguan lebih serius. Salmonella mampu berkembang di organ lain, termasuk di kelenjar seperti getah bening (limfe) atau tiroid.

Kesehatan drg. Nansi Rinasari terjaga dengan diet ketogenik

Menurut Jasmi kelenjar atau organ yang lemah rentan infeksi tifoid. Serangan tifoid lazimnya mengakibatkan kelenjar membengkak atau bernanah. Demam yang muncul adalah reaksi tubuh untuk mempercepat aliran darah di bagian terserang. Makin cepat aliran darah, makin banyak sel darah putih terbawa ke sana. Sel darah putih (leukosit) berfungsi membasmi makhluk luar penyebab masalah kesehatan seperti bakteri, cendawan, atau virus.

Lazimnya, pengobatan tifoid menggunakan antibiotik untuk menghambat perbanyakan mikrob patogen. Namun, pengobatan itu sekadar melumpuhkan mikrob patogen, bukan memusnahkannya secara total. “Ada kemungkinan suatu saat kambuh, terutama ketika tubuh sedang lemah atau terserang penyakit,” ujar Nansi. Pada Januari 2017 suami Nansi, Annas Ahmad, mengajaknya mengubah pola konsumsi dengan mengadopsi diet ketogenik.

Mereka meminimalkan asupan gula sederhana maupun karbohidrat dan memperbanyak asupan lemak. Untuk memasok mineral, Nansi dan Annas mengonsumsi minyak kelapa murni (VCO) atau santan serta garam kasar. Mereka membawa garam kasar dan VCO ke mana pun pergi. Sebagai pengganti sarapan, Nansi minum kopi tanpa gula atau cincau dengan santan. Makan siang dan malamnya berupa daging goreng, ayam, atau ikan.
“Kalau masih lapar saya makan telur rebus,” kata alumnus Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember itu. Semua sumber karbohidrat—nasi, jagung, tepung, ubi, singkong—ia hindari. Nansi mulai merasakan efek diet tinggi lemak itu sepekan kemudian. Ia kerap bersin dan hidungnya berair—kondisi yang dijuluki keto flu.

Keju salah satu camilan pelaku ketogenik.

Anehnya, ia justru merasa lebih bertenaga. Ia lantas menghentikan pengobatan tifoid yang sudah ia lakoni 9 bulan. “Tubuh terasa bugar, jarang sakit, demam tifoid tidak pernah kambuh,” kata Nansi. Ia menjalani diet ketogenik sampai sekarang sebagai gaya hidup.

Keton

Dokter pegiat ketogenik di Jakarta, dr. Piprim Basarah Yanuarso Sp.A(K) menyatakan, diet ketogenik membongkar cadangan lemak tubuh. Organ hati membongkar lemak menjadi keton sebagai sumber energi pengganti gula. Satu mol keton menghasilkan 100 adenosina trifosfat (ATP) energi, sementara gula hanya memberikan 36 ATP. Darah membawa keton dari hati ke seluruh tubuh, lalu keton dirombak menjadi energi di sel, termasuk sel-sel sistem kekebalan tubuh.

Nansi membawa garam dan VCO, termasuk di mobil.

Pasokan energi tinggi menjadikan sistem imun efektif menghadang mikrob pengganggu kesehatan baik dari luar maupun dalam tubuh, termasuk Salmonella yang dorman oleh antibiotik. Energi tinggi itu juga mengoptimalkan fungsi organ maupun kelenjar sehingga tubuh terasa bugar. Bahkan saat puasa, cadangan lemak memberikan energi kontinu sehingga tubuh tidak terasa lemas. “Tubuh yang berada dalam kondisi ketosis memanfaatkan keton sebagai sumber energi, sementara kadar gula darah minimal,” kata Piprim.

Tifoid juga bisa diatasi dengan berbagai herbal. Herbalis di Tangerang Selatan, Yayuk Ambarwulan, biasa meresepkan daun sambiloto, daun meniran, kunyit, dan temulawak. Sambiloto meredakan demam, sementara kunyit dan temulawak membantu sistem imun melawan mikrob pemicu tifoid. Khasiat antimikrob daun meniran mempercepat kesembuhan dengan menghambat perkembangan Salmonella. (Argohartono Arie Raharjo)

- Advertisement -spot_img
Artikel Terbaru

Budi Daya Buah Premium: Dari Melon hingga Anggur di Rumah Tanam

Trubus.id–Inovasi budi daya buah-buahan semakin berkembang. Pekebun selalu berupaya untuk mencetak buah berkualitas. Buah premium pun turut mendongrak harga.  Hasbullah...
- Advertisement -

More Articles Like This

- Advertisement -spot_img