
Peach-faced, personatus, dan pastel. “Apa itu?”, demikian pasti pertanyaan yang terlontar jika istilah-istilah itu sampai ke telinga orang awam. Itu cara penggemar lovebird Agapornis roseicollis, A. fischeri, dan A. personatus menyebut burung paruh bengkok itu. Julukan itu disematkan berdasarkan corak warna bulu si paruh bengkok. Maklum, orang memelihara kerabat nuri itu lantaran kepincut warna-warni bulu, selain polah lincah dan kicauannya.
Kicauan? Tentu saja. “Lovebird bisa ‘diisi’ suara burung lain. Sifatnya hampir seperti kenari,” kata Imam alias Acong, penangkar burung di Depok, Jawa Barat. Toh, daya tarik utama lovebird tetap warna-warni bulunya. Kalau dulu lovebird berwarna dasar hijau, kini warna hijau semakin memudar tergantikan warna-warna lain seperti hijau muda, violet, atau biru.

Selingan warna itu membentuk corak yang masing-masing punya julukan. Peach faced merujuk warna muka dan leher yang kemerahan pucat sementara tubuh tetap hijau, mirip buah peach alias persik. Personatus, spesies lovebird terpopuler setelah corak peach-faced, membawa warna biru pastel alias pias. Pennyilangan berulang memunculkan warna violet dan biru pucat. Keragaman warna menjadikan ketiga spesies lovebird itu paling populer di antara 9 spesies lovebird asal Afrika dan Kepulauan Madagaskar.***
