Pemilik Aneka Indah Nursery di Medan itu lantas mengalihkan pandangan pada ace of heart. Tak sampai 30 menit, 100 pot telah terkumpul untuk dibawa pulang.
Penampilan euphorbia di Godongijo Nursery itu memang bersosok seragam dan prima. Rata-rata tanaman memiliki 2—3 dompol bunga yang menyembul dari balik dedaunan hijau nan rimbun. Bunga dan daun lebat menyembunyikan duri-duri tajam yang kerap membuat tanaman itu dihindari. Lagipula, dengan sosok segar, prima, dan seragam, konsumen leluasa memilih dan mengoleksi tanaman.
Kondisi tanaman berjuluk crown of thorn di kebun di Sawangan, Depok, itu bertolak belakang dengan nurseri lain. Di tempat lain kebanyakan si mahkota duri itu nyaris gundul. Daun-daun hanya berada di bagian pucuk, meski tanaman tetap berbunga. Keindahan si cantik pun berkurang lantaran duri yang dominan terlihat.
Ditetesi
Euphorbia memang “berbakat” gundul. Itu lantaran ia berbunga sepanjang tahun. Karena tiada hari tanpa bunga, dibutuhkan cukup energi untuk mempertahankan bunga sekaligus terus tumbuh.
Bila tanaman kekurangan hara, daun dan bunga jadi kecil; percabangan berkurang. Padahal, percabangan penting karena dari sana bunga muncul. “Kondisi seperti itu ibarat wanita yang terus-menerus melahirkan sehingga tenaganya banyak terkuras, “tutur Chandra E. Gunawan. Untuk memulihkan kesehatan ia perlu makanan bergizi secara teratur.
Pemilik Godongijo Nursery itu memilih sistem irigasi tetes. Teknik itu lazim digunakan dalam penanaman sayuran dengan sistem hidroponik. Di Godongijo Nursery, sebuah tanki berkapasitas 1.000 l dipasang di dekat rumah plastik seluas 100 m2. Air dan nutrisi dialirkan ke dalam menggunakan pipa PVC berdiameter 2 inci yang dipasang melintang di depan rumah plastik.
Pipa itu dihubungkan lagi dengan pipa berdiameter 1 inci yang terpasang di setiap lajur bedengan penanaman. Dari sana selang-selang kecil berwarna hitam mengalirkan air dan nutrisi hingga ke tanaman.
Selang dilengkapi spaghetty cup, tempat keluarnya air atau larutan hara. Dua spaghetty cup ditancapkan di setiap pot di sebelah kiri-kanan tanaman. Penggunaan media padat cocopit, sekam bakar, dan pasir malang dengan perbandingan 2:2:1 mempermudah penyerapan air.
Seragam
Pengoperasian jaringan, cukup dengan memutar kran. Air dan larutan hara dosis rendah serta-merta mengalir ke masingmasing pot. Sekali seminggu dilarutkan insektisida pembasmi hama tanah.
Dengan penyiraman seperti itu, waktu yang dibutuhkan lebih singkat. Untuk menyiram 5.000—7.000 pot cukup 30 menit. Bandingkan bila disiram menggunakan gembor yang bisa menghabiskan waktu 2 jam. Keuntungan lain, semua tanaman mendapat jatah pupuk dan pestisida sama.
Saat masih disiram menggunakan gembor, tanaman yang terletak di pinggir rak selalu kekurangan air dibandingkan yang tengah. Secara psikologis, pekerja mau mengirit-irit penyiraman agar air tak lari ke luar penanaman.
Namun, kemudahan itu harus dibayar dengan investasi awal yang mahal. Untuk pembelian tangki, jaringan irigasi, dan biaya pasang setiap tanaman dibebankan biaya Rp4.000. Toh, dengan masa pakai panjang biaya jadi murah. Tanaman tumbuh seragam, berbunga lebat, dan penuh daun. (Syah Angkasa).
Garuda dari Negeri Telenovela
Sebagian hobiis menganggap sosok catasetum mirip garuda. Itu lantaran 2 sepal anggrek itu bagai kepak sayap. Sedangkan petal laksana ekor burung. Penampilan unik plus menebarkan aroma harum merupakan keistimewaannya. Wajar jika di kontes bergengsi pun ia acap merebut gelar juara.
Sang juara itu berbunga menarik. Belasan kuntum tersusun rapi di tangkai yang menjuntai. Bentuknya mirip mulut menganga dengan lidah lebar. Si mulut lebar itu kian menonjol lantaran warna amat eksotis, hijau muda cerah bergradasi kuning. Dari sanalah aroma harum menebar dan bertahan 7 hari.
Trubus masih menangkap semerbak aromanya ketika berkunjung ke nurseri Puah Gik Song di kawasan Choa Chu Kang, Singapura. Penampilannya tetap elegan seperti ketika beradu cantik di Singapore Orchid Festival 2003 6 hari sebelumnya.
Di ajang bergengsi itu raymond lenner—salah satu jenis catasetum—menarik perhatian juri. Wiltech Agrotechnology Challenge Cup segera disematkan pada anggrek berwarna hijau koleksi Song Orchids itu. Ia menyisihkan puluhan anggrek yang bertanding di kelas 79—kategori anggrek lain.
Bukan hanya di Singapura catasetum berjaya. Di Surabaya Orchids Show 2003, catasetum orchidglade koleksi Lila Natasaputra juga meraih juara ke-1 di kelas lain-lain. Koleksi penganggrek dari Salatiga itu berwarna merah tua.
Di Kota Buaya itu, orchidglade menonjol lantaran bentuknya unik. Ia seperti tampah yang memiliki penutup. Tampah, burung garuda, capung, dan mulut lebar, adalah kesan yang muncul saat melihat anggrek itu. Bunganya menjuntai bak putri gemulai. Namun, ia pun tampak tegas dengan sepal dan petal meruncing.
Gampang tumbuh
Anggrek asal Amerika Latin itu setahun terakhir memang membuat kolektor kesengsem. Sebut saja Santy S. Peeters, kolektor anggrek di Jagakarsa, Jakarta Selatan. Semula ia hanya memelihara 1 jenis yaitu orchidglade seharga Rp350.000/pot. Ketika melihat Catasetum fi mbriatum, raymond lenner, dan susan fuchs, ketiganya diborong untuk memperasri halaman rumah.
Kepuasannya belum terpenuhi, ibu 2 anak itu segera memecah anakan begitu susan fuchs terdiri atas 3 bulb per pot. Kini artis pendukung Ketoprak Humor itu mengoleksi lebih 20 pot anakan. Santy pun jadi penggemar baru anggrek yang dianggapnya mirip garuda karena bersayap dan berekor itu. Jenis lama itu kini bisa dinikmati oleh kalangan lebih luas dengan harga terjangkau. Anakan 20 cm kini turun Rp50.000 per pot. Padahal 5 tahun lalu Rp350.000/pot. Dengan perawatan ala kadarnya ia berbunga 4—6 bulan kemudian.
Anggota subfamili Epidendroideae dari suku Gongoreae itu bandel dan mudah diperbanyak. “Meski hanya disiram setiap 3 hari, bunga bisa muncul silih berganti, terutama bila banyak sinar,” ungkap ibu berambut sebahu itu.
Rizal Djaafarer, penganggrek di Bandung, mengoleksi anggrek menjuntai itu sejak 7 tahun silam. Namun, penyilang itu memelihara sebatas melengkapi dagangan. Menurut Rizal bentuk anggrek itu berbeda dengan anggrek umum. Ia menjuntai, bentuk seperti capung, dan beraroma, terutama yang spesies. Yang hibrid, aroma semakin lama kian hilang.
Ciri paling unik bunga jantan dan betina di kuntum berlainan. Pada umumnya anggrek berumah tunggal, artinya bunga jantan dan betina di satu rumah. Pada catasetum si betina biasanya mengatup dan lebih kecil daripada jantan. Namun, tidak semua catasetum berciri demikian. Kebanyakan bunga jantan dan betina tetap berada dalam 1 kuntum.
Pemilik Rizal Orchid’s itu memiliki catasetum silangan penang dengan naso, yang kelahiran Malaysia. Kelemahannya, bunga mudah rontok dan berwarna pucat. Bila daun gugur semacam duri muncul dari kelopak daun yang meruncing. “Kalau tertusuk, ya sakit,” ujar ayah 2 putra itu.
Bulu menjuntai
Bentuk unik itu pula yang mengilhami Louis Charles Richard pada 1822 untuk memberi nama Catasetum macrocarpum. Cata dikutip dari bahasa Yunani,—kata—berarti menjuntai; setum (seta, bahasa Latin) bermakna bulu. Secara harpiah, bulu yang menjuntai. Bunga-bunganya yang menjuntai memiliki lidah dengan tepi berbulu atau berduri kecil.
Bisa jadi L.C. Richard belum banyak mengenal catasetum yang lain. Sebab, banyak pula jenis tanpa bulu. Ambil contoh C. fi mbriatum, C. pileatum, dan C. viridiflavum. Ketiganya berlidah mulus tanpa duri, apalagi anggrek hasil silangan.
Anggrek itu memang mulai disilangkan. Pemulia leluasa memilih induk dari 100 spesies anggota dari genus Catasetum, 10 spesies Cynoches, dan 20 spesies Mormodes. Dua genus terakhir merupakan kerabat yang sangat dekat. Dari persilangan antarjenis itu dihasilkan pula catasetum berlidah tak berbulu. Beberapa silangan yang mendunia di antaranya orchidsglade, raymond lenner, susan fuchs, dapper dot, jumbo tycoon, durval ferreira, alice maud, altimar soares, dan thinger dinger.
Dengan kerabat dekatnya pun ia kerap disilang intergenetik sehingga muncul genus baru. Contoh Catanoches hasil persilangan catasetum dan cycnoches; Catamodes, dari catasetum dengan mormodes; dan Cycnodes, yakni cycnoches dengan mormodes. (Syah Angkasa)