Monday, March 10, 2025

Mereka yang Kepincut Koi

Rekomendasi

Namun, bagi Bambang Sutrisno uang sejumlah itu hanya cukup untuk sekali renovasi kolam koi ukuran 6 m x 4 m x 2 m di kediamannya. Pengorbanan itu toh sepadan dengan pesona kolam koinya saat ini. Taman nuansa tropis dipadu arsitektur Jawa-Bali menjadi latar kolam berdasar cekung itu. Di sanalah setiap saat, Tris menikmati kemolekan 25 ikan samurai asal negeri Sakura.

Demi koi impian tumbuh maksimal, Bambang Sutrisno tanpa segan melepas jutaan rupiah untuk membangun kolam. Itu dilakukan semata karena kecintaan pada ikan samurai asal Jepang. Tak Cuma itu, rutin sehari 3 kali ayah 2 putra itu menghidangkan pakan ikan yang khusus diimpor dari Jepang, dari kedua tangannya sendiri di tepi kolam.

Kecipak sang klangenan terdengar bagai irama yang mendamaikan. “Saat itulah waktu paling membahagiakan bagi saya,” ujar putra Soebari Hadikoesoemo itu. Pantas jika alumnus Fakultus Ekonomi Manajemen Universitas Trisaksi itu selalu melarang siapapun memberi pakan koi-koinya, kecuali saat Tris – panggilan akrabnya – ke luar kota. Pensiunan eksekutif puncak Panin Bank itu terbiasa membersihkan saringan filter, backwash untuk menjernihkan air, hingga merawat koi-koinya yang sakit. Tanpa segan pria kelahiran Jakarta 53 tahun silam itu mempelajari segudang literatur perihal koi.

Kerepotan yang mengasyikkan itu berawal pada 1,5 tahun silam saat koi-koinya kerap sakit dan mati. Penyebabnya ternyata konstruksi kolam. Kolam koi sedalam 40 cm itu jelas membuat para nishigikoi tidak bebas. Pencinta benda antik itu pun berkeliling ke Yogyakarta, Solo, dan Bali untuk mencari desain kolam terbaik. Selama 2 bulan dengan pekerja lebih dari 10 orang, pembongkaran dan rancang ulang dilakukan. “Selama itulah saya selalu di tempat mengawasi pembangunan,” tutur pemilik rental peralatan film Griya Sineas itu.

Dibantu Winarso, ahli rancang kolam di Jakarta, dengan beberapa kali uji coba, kolam koi berarsitek paduan Jawa-Bali tersaji di belakang rumah direktur Klin & Klin Binatu itu. Di sanalah ayah M. Restu Dwi Putranto  itu bercengkerama dengan keluarga sembari menikmati liukan kohaku, showa, sanke, shiroutsuri, shushui, dan chagoi bersertifi kat Jepang yang ditebusnya seharga Rp10-juta – Rp25-juta. Dengan biaya operasional perawatan kolam dan ikan lebih dari Rp1,5- juta per bulan, pemandangan koi jumbo ukuran 80 cm up pun layaknya keharusan. Itulah hadiah yang terbayar dari pengorbanan Bambang Sutrisno.

Inspirasi terbesar

Bambang Sutrisno tak sendiri. Said Firman, hobiis koi di Bandung, pun sama gandrungnya pada koi. Tanpa peduli pada kepenatan usai kerja, ia memarkir mobil di teras rumah, dan bergegas menuju halaman belakang. Di kolam itulah kesenangan eksekutif puncak PT INTI (Industri Telekomonukasi Indonesia) itu berawal. “Saya menikmati saat-saat sang ikan menyentuh jari tangan,” ujar Firman. Kala itulah seluruh stres dan kepenatan di kantor terbayar lunas.

Pantas bila menghampiri kolam berisi 70 koi menjadi agenda rutin pertama yang dilakukan usai jam kerja. Harap maklum, “Saya sangat sayang pada koi. Keindahan dan kecantikannya menjadi sumber inspirasi terbesar dalam hidup saya,” ujar pria kelahiran Tenggarong itu.

Bukan cuma itu, setiap malam ia menabur pakan yang dibelinya langsung dari Jepang. “Kalau tidak, rasanya tidak tenang. Seakan-akan mereka memanggil saya karena lapar,” tutur alumnus Jurusan Elektro ITB itu. Setelah memastikan si “buah hati” benar-benar menikmati santap malamnya, barulah Firman masuk ke kamarnya membaringkan badan.

Ritual itu selalu terulang setiap pukul 19.00 setiap hari. Kohaku, showa, sanke, dan beberapa dotsi platinum ditempatkan di kolam rancangannya sendiri. Kapasitas kolam sebesar 20 ton rasanya tak pernah cukup baginya untuk menampung sang klangenan. Koleksi itu kebanyakan didatangkan dari Hiroshima dan Niigata dengan harga Rp20-juta/ekor. Di dalam negeri, Samurai Koi, Hanura Koi, Jakarta Koi, Dragon Koi, dan Sunter Koi Center tak pernah luput disambangi demi melengkapi koleksi koi kesayangan.

Enggan berpisah

Itu pula prinsip Handrie Agoestiana, hobiis di Pagarsih, Bandung. Pria berkulit putih itu ingin kedekatannya dengan koi bisa dijalin di berbagai tempat. Tak heran bila kolam koi dibangun di banyak tempat yang kerap menjadi persinggahan. Di dua tempat tinggalnya kolam hasil desain sendiri dibangun untuk 66 koi impor terbaik. Menghadirkan kesan mewah yang mahal karena Aan – sapaan akrabnya – ingin mempersembahkan yang terbaik untuk koleksi kesayangannya.

Dari hobi memelihara koi itu, Aan akhirnya terjun ke bisnis koi awal 1996. Agar lebih piawai, pria kelahiran 1974 itu tak ragu menimba ilmu ke negeri Sakura. Pengetahuan seputar koi menjadi modal untuk layanan konsultasi di samping penjualan ikan samurai itu. Pria kelahiran 31 tahun silam itu juga menyediakan layanan pembuatan desain kolam yang ia pelajarinya secara otodidak.

Namun, kegiatannya dalam bisnis koi kerap membuat hatinya menjerit. Sebab tak jarang hobiis memboyong ikan favoritnya. Perpisahan dengan sang klangenan mesti ia lalui dengan tangisan. Namun, saking sudah terbiasanya, ia tak punya pilihan selain merelakan. “Akhirnya saya sering menyambangi rumah langganan untuk memastikan koi-koi kesayangan saya itu mendapat perlakuan yang terbaik,” paparnya.

Daya pikat koi membuat para hobiis sulit melepaskan diri. Begitu melihat koi, kecintaan makin terpupuk. Pantas bila uang seakan tak bisa menjadi ukuran. Tanpa terasa, seiring waktu berjalan uang yang dibelanjakan kian luar biasa. Sebab, makin mengenal koi, selera makin selektif. Ikan berkualitaslah yang bakal dipilih. Alhasil harga pun akan menyesuaikan. Namun, pengeluaran itu toh sepadan dengan imbalan yang diberikan oleh si molek itu. “Sepenat apapun pekerjaan di kantor sanggup tersingkir begitu menatap koi,” tutur mereka sepakat. (Hanni Sofia)

 

- Advertisement -spot_img
Artikel Terbaru

Anak Muda Berbisnis Hidroponik

Trubus.id–Ahmad Ardan Ardiyanto memanen 25—30 kg selada hijau setiap hari. Ardan—sapaan akrabnya—menjual hasil panen ke tiga toko sayur dan...

More Articles Like This

- Advertisement -spot_img