Salai, rengginang, dan abon olahan patin yang lezat dan bergizi.

Pengunjung pameran meminati rengginang kreasi Ernawati dan rekan. Stan milik Ernawati dan rekan selalu ramai pengunjung. “Sekitar 5 kg rengginang mentah dan 3 kg rengginang siap makan terjual setiap hari,” kata warga Desa Telukketapang, Kecamatan Pemayung, Kabupaten Batanghari, Jambi, itu. Erna menjual 25 kg rengginang mentah dan 15 kg rengginang matang pada pameran 5 hari itu.
“Rengginangnya lebih enak karena lebih gurih,” kata Erna menirukan ucapan para pengunjung pameran. Itu karena rengginang olahan Erna berbahan patin. Olahan lazim ikan air tawar itu berupa filet, irisan daging tanpa tulang. Menurut Ernawati rengginang berbahan patin baru ada di Jambi. National Consultant for Pangasius Value Chain program Sustainable Market Access through ResponsibleTrading of Fish (SMART-Fish) Indonesia, Imza Hermawan, mengatakan rengginang bikinan Erna enak.
Olahan beragam
Semula pembeli mengira rengginang terbuat dari beras ketan. Ternyata penganan itu terbuat dari campuran singkong, patin, dan sedikit sagu. Ernawati memilih singkong karena ketersediannya memadai dan harganya relatif murah dibandingkan dengan beras ketan. Sementara pemilihan patin karena Erna dan kelompoknya pembudidaya ikan yang diintroduksi ke Indonesia pada 1972 itu.
Erna membuat olahan itu agar peternak tidak hanya menjual patin segar. Ia dan rekan yang tergabung dalam kelompok pengolah pemasar (poklahsar) Dewi Sri Ketapang mengolah patin sejak 2012. Mereka mendapatkan pengetahuan pembuatan rengginang patin dari pelatihan yang diberikan Dinas Perikanan dan Ketahanan Pangan Kabupaten Batanghari, Provinsi Jambi.

Menurut Erna pembuatan rengginang patin relatif mudah. Mula-mula ia mengolah singkong hingga mendapatkan aci. Lalu ia membuat filet patin segar dan menggilingnya. Kemudian Erna mencampur aci, daging patin giling, dan aneka bumbu hingga merata. Setiap 10 kg singkong dicampur dengan 1 kg patin. Setelah mencetak rengginang menjabat ketua bidang Pengolahan Poklahsar Dewi Sri Ketapang itu menjemurnya hingga kering.
Poklahsar Dewi Sri Ketapang mengolah 150 kg patin sebagai bahan rengginang saban bulan. Mereka menjual rengginang mentah Rp40.000 per kg dan rengginang siap makan Rp55.000 per kg. Semula pemasaran rengginang hanya di Kabupaten Batanghari dan sekitarnya. Kini penjualan camilan itu ke berbagai daerah seperti Medan, Provinsi Sumatera Utara dan Jakarta.
Musababnya, “Kami memasarkan produk olahan patin secara daring sejak 2017. Produk kami pun banyak dikenal banyak orang,” kata Erna. Semula pemasaran produk langsung ke konsumen . Erna dan kelompoknya juga kerap mengikuti bazar dan pameran sehingga produk mereka makin dikenal masyarakat. Selain rengginang, olahan patin lainnya produksi Pengolahan Poklahsar Dewi Sri Ketapang yaitu abon, kerupuk, naget, dan satai.
Pemasaran belum maksimal karena menunggu sertifikasi halal. Olahan patin khas lainnya yakni salai patin dari Desa Kotomasjid, Kecamatan XIII Koto Kampar, Kabupaten Kampar, Riau. Salai patin mirip ikan asap. “Salai ikan olahan lokal kami yang lazimnya menggunakan baung dan silais. Meski begitu cita rasa salai patin pun tidak kalah dengan kedua ikan itu,” kata produsen salai patin, Suhaimi.

Produk samping
Suhaimi dan rekan yang tergabung dalam Kelompok Usaha Bersama (KUB) Negeri Patin mengolah 200—250 ton patin segar saban bulan. Rendemen sekitar 30% sehingga dihasilkan sekitar 60—75 ton salai patin per bulan. Mereka menjual salai patin ke pedagang grosir di berbagai daerah seperti Aceh, Batam, dan Jakarta. Produsen olahan Pangasius hypophthalmus tidak hanya di Jambi dan Riau.
Nun di Tulungagung, Jawa Timur, Masruroh juga memproduksi aneka olahan patin. Menurut Ruroh—sapaan akrab Masruroh—produk paling laris adalah rambak dan krispi. Ia memanfaatkan kulit produk samping industri filet patin untuk membikin penganan itu. Bahan baku mudah diperoleh dan mencukupi lantaran kulit patin berasal dari pabrik pengolahan filet di Tulungagung.
Ia memerlukan sekitar 100 kg kulit untuk menghasilkan rambak dan krispi. Setiap 25 kg kulit patin menghasilkan 5 kg rambak. Hasil lebih tinggi hingga 7—8 kg jika kulit diolah menjadi krispi. Cara membuat rambak sederhana. Ruroh membersihkan kulit patin dari daging tersisa. Setelah itu ia merendam kulit dalam air garam dan kapur selama 2—3 jam. Tujuannya menghilangkan lemak.

Setelah meniriskan, Ruroh merendam kulit dalam bumbu 2—3 jam, kemudian memasukkan ke dalam air panas. Terakhir ia menjemur rambak 2—3 hari hingga kering. Pemilik produk olahan patin bermerek Milost itu ke toko oleh-oleh dan rumah makan. Menurut Imza olahan patin berbahan baku produk samping industri filet mesti dikembangkan. (Riefza Vebriansyah)