Trubus.id–Pasar membutuhkan pasokan buah alpukat berkualitas secara kontinu. Menurut Agus Riyadi kebutuhan pasar alpukat selalu ada. Namun, kadang terkendala pasokan.
Pekebun sekaligus pebisnis alpukat di Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah itu rutin memasok minimal 5 ton alpukat ke Jakarta. Ia memasok beberapa jenis alpukat seperti pangeran, wina, sicantik, dan kalibening.
Menurut Agus pasokan itu hanya salah satu pasar yang ada di luar kota. Belum termasuk pasar yang ada di sekitar Provinsi Jawa Tengah.
Ia menuturkan pasokan alpukat menurun drastis saat musim hujan. Terkadang hanya tersedia 200 kg per hari.
Hal itu menyebabkan Agus menolak permintaan ekspor alpukat ke Dubai pada 2023. Musababnya pasokan yang dibutuhkan cukup besar. Sebanyak dua ton per dua pekan dan pengiriman itu harus kontinu.
Guru besar di Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Prof. Dr. Amzul Rifin, S.P., M.A. menuturkan bahwa ekspor alpukat selayaknya dilakukan oleh perusahaan besar yang mampu memasok komoditas secara kontinu.
Upaya lain dengan menggunakan sistem kemitraan. Tujuannya untuk memeroleh produk yang seragam, berkualitas, dan berproduksi dalam jumlah banyak.
Beberapa pekebun yang ada di Provinsi Jawa Timur sudah mulai menerapkan sistem kemitraan. Pekebun dan pebisnis alpukat di Kabupaten Jember, Provinsi Jawa Timur, Makruf Mulyono, menjalin kemitraan dengan ratusan pekebun alpukat.
Pekebun mitra menjalankan standar budi daya yang diterapkan oleh ketua Tani Alpukat Sidorejo (TAS) itu. Makruf tegas memberlakukan standar operasional prosedur (SOP) budi daya supaya produk yang dihasilkan memiliki kualitas sesuai keinginan konsumen.
Selain itu SOP budi daya yang tepat mampu menghasilkan alpukat yang lebih banyak. Sebenarnya hal itu juga menguntungkan untuk pekebun.
Apabila buah berkualitas otomatis harga jual semakin tinggi. Makruf dan pekebun mitra TAS mengembangkan alpukat miki.