Trubus.id—Peneliti Pusat Riset Botani Terapan, Organisasi Riset Hayati dan Lingkungan, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Kelompok Riset Pemuliaan Tumbuhan Penghasil Kayu, Yusuf SA Fauzan meneliti teknologi perbanyakan ex vitro untuk pemuliaan tumbuhan penghasil kayu.
Yusuf menuturkan ex vitro metode modifikasi perbanyakan tanaman supaya tumbuh lebih cepat, Ia mengistilahkan mesin fotocopy untuk bibit tanaman. Selain itu, ex vitro memungkinkan untuk peningkatan keragaman atau perbaikian genetic suatu tanaman.
Lebih lanjut, ia menuturkan ex vitro, salah satu strategi meningkatkan produktivitas dengan memanfaatkan inovasi berbasis bioteknologi. Ex vitro relevan untuk efisiensi perbanyakan bibit secara masal dan berkualitas.
“Untuk menjamin ketersediaan bibit setiap waktu bagi kebutuhan masyarakat baik petani, pemda, maupun industri,” kata Fauzan dalam Webinar Botani Booster, secara daring pada 30 April 2024.
Ia menuturkan pemerintah menargetkan pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) pada 2025 yakni 12.7 juta hektare (ha) untuk pulp dan kertas yang mendominasi 4.9 juta ha. Sementara untuk sektor kayu pertukangan Perhutani baru mencapai 1.909.311 ha.
Selain itu, kebutuhan untuk industri kayu mencapai 70.113.474 m3 per tahun. Sementara suplai kayu bulat dari hutan tanaman hanya 19.544.418 m3. “Hal itu peluang dan tantangan bagi para ahli untuk melakukan percepatan pembangunannya. Dalam penyediaan tanaman diperlukan strategi tertentu untuk mencukupi kebutuhan tersebut,” melansir dari laman BRIN.
Fauzan menuturkan ex vitro merupakan teknologi perbanyakan vegetatif yakni mengadopsi dari metode in vitro (micro cutting). Kebun pangkas dalam bentuk mini dengan teknik relatif sederhana dan murah. Tujuannya menghasilkan bibit yang banyak, umur dan tinggi relatif dengan sifat-sifat yang sama seperti tanaman induk.
Ia menjelaskan alur proses ex vitro itu mula-mula dari eksplorasi tanaman induk dari sumber benih hasil uji klon. Selanjutnya duplikasi dalam inkubator untuk multiplikasi yakni penambahan nutrisi dan zat tumbuhan sitokinin.
Selain itu dilakukan perbanyakan meliputi sterilisasi, induksi akar atau auksin, dan inkubator serta nutiri. Kemudian perlakuan untuk penyesuaian lingkungan dengan cara aklimatisasi, adaptasi, dan pembesaran (biofertilizer).
Ia menyebutkan kelunggulan ex vitro lebih ekonomis karena bisa didesain portable atau bisa ditempatkan di area terpencil. Fauzan dan tim telah menguji tanam hasil perbanyakan ex vitro itu seperti di Kabupaten Bogor, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Ciamis (Provinsi Jawa Barat), Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten, dan Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur.
“Hasil uji coba tanaman dengan pertumbuhan yang sangat baik, dan memiliki kesamaan sifat dengan induknya,” katanya