Indonesia berpeluang besar menjadi produsen kurma.
Praktikus kurma di Bekasi, Provinsi Jawa Barat, Syaiful Ichsan, menuturkan fenomena pohon kurma berbuah di tanahair membuktikan bahwa Indonesia berpotensi besar mengebunkan kurma. “Malahan saat ini beberapa pekebun kelapa sawit dan karet mulai mengganti komoditas lawasnya dengan kurma,” ujar Syaiful dalam seminar internasional Potensi dan Tantangan Pengembangan Kurma Tropis yang diselenggarakan Trubus.
Pada seminar yang berlangsung di Blok M Square, Jakarta Selatan, 3 September 2016 itu Syaiful menuturkan kurma berpeluang bisnis yang sangat menggiurkan di Indonesia. Kurma menjadi menu wajib berbuka puasa ketika Ramadan. Karena belum mampu memproduksi sendiri, pasokan kurma mengandalkan impor untuk memenuhi permintaan yang sangat tinggi. Volume dan nilai impor kurma Indonesia cenderung melonjak setiap tahun.
Peluang Indonesia
Di Indonesia kini kurma tumbuh secara sporadis. Tanaman berumah satu itu banyak ditemukan berbuah di berbagai kota antara lain Bekasi, Indramayu, Pekanbaru, Banjarmasin, dan Yogyakarta. Sayang, pohon-pohon itu hanya dijadikan sebagai tanaman penghias taman. Badan Pangan Dunia (FAO) mencatat Indonesia sebagai negara kesembilan importir kurma terbesar di dunia pada 2012.
Salah satu negara eksportir kurma ke Indonesia adalah Tunisia. Dalam seminar itu Wakil duta besar Tunisia di Indonesia, Kamel Makkes, menuturkan bahwa Tunisia mengekspor 4.500 ton kurma setiap tahun. Kultivar yang diperdagangkan adalah deglet noor yang kerap dijuluki ratu kurma. Negara di Afrika utara itu memproduksi deglet noor mencapai 245.000 ton per tahun.
Jumlah itu menempatkan Tunisia sebagai negara produsen kurma terbesar ketiga di dunia setelah Mesir dan Aljazair. Pemerintah Tunisia memberikan perhatian penuh bagi perkembangan kebun kurma milik swasta dan perorangan. Pertumbuhan produksi kurma di Tunisia mencapai 4% dari total produksi pertanian, 7% dari total produksi tanaman, dan 12% dari total ekspor komoditas pertanian.
Kamel menuturkan saat ini Tunisia sedang gencar memperluas kawasan perdagangan kurma hingga mencakup seluruh negara-negara di kawasan Asia tenggara. “Kami juga membuka lebar pintu kerjasama bagi pelaku usaha di Indoensia untuk mengembangkan kurma,” ujarnya. Pemerintah Indonesia pun menyambut baik antusiasme calon pekebun di tanahair yang ingin mengebunkan kurma.
Ir Elnizar Zainal MSc dari Direktorat Perbenihan Hortikultura Kementerian Pertanian Republik Indonesia menuturkan bahwa pemerintah memberikan kemudahan perizinan introduksi benih dan pendaftaran varietas bagi para calon pekebun kurma di tanahair. “Pendaftaran varietas perlu dilakukan untuk melindungi konsumen dari perolehan benih yang tidak jelas asal-usulnya,” ujar Elnizar. Dengan kebijakan itu semoga Indonesia dapat bersaing dengan Thailand sebagai produsen kurma.
Karakter kurma
Para peserta seminar dari berbagai kota sangat antusias menyimak paparan narasumber. Selain Elnizar, Kamel, dan Syaiful, panitia juga menghadirkan pemulia kurma dari Chiangmai, Thailand, yakni Sak Lamjuan PhD. Sak membidani kelahiran varietas kolak one (KL-1) yang adaptif di iklim tropis. Peneliti senior lulusan Universitas Maejo, Thailand, itu meneliti kurma sejak belasan tahun silam.
Menurut Sak Lamjuan kurma varietas KL-1 sudah banyak dibudidayakan di Thailand karena memiliki keunggulan genjah. Tanaman anggota famili Arecaceae itu berbuah perdana pada umur 3 tahun dari bibit hasil perbanyakan dari biji. Varietas lain yang banyak dikembangkan di Thailand adalah barhee. Namun, tanaman kerabat palem itu baru berbuah saat tanaman berumur 6 tahun dari bibit asal biji.
Keunggulan kedua varietas itu bercita rasa sempurna meski dipanen pada fase khalal atau buah segar. Daging buah terasa renyah dengan sensasi manis sedikit sepat. Rasa sepat berkurang bila panen lebih tua. “Buah yang disimpan hingga sepekan akan bercitarasa lebih manis,” kata Sak Lamjuan. Namun, dalam pemaparannya Sak Lamjuan mengingatkan kepada para calon pekebun agar memahami betul karakter kurma sebelum memutuskan untuk berkebun secara intensif.
Maklum, kurma bukan tanaman asli daerah beriklim tropis. Tanaman kerabat kelapa itu lebih menyukai kawasan beriklim kering dengan curah hujan sangat rendah. Di kawasan bercurah hujan tinggi kurma bisa bertahan hidup. Namun, produksi buah rendah. Hujan menyebabkan buah mudah rontok, pecah, dan busuk. Sak Lamjuan menuturkan lokasi budidaya sebaiknya memiliki musim panas minimal 4 bulan.
“Jika musim panas berlangsung lebih pendek, maka kemampuan pohon berbuah semakin rendah,” tuturnya. Sak Lamjuan menuturkan curah hujan yang tinggi menyebabkan pekebun tidak memungkinkan memanen kurma hingga kondisi buah kering—fase ruthab maupun tamar, seperti para pekebun di Asia barat. Itulah sebabnya menurut Sak Lamjuan untuk daerah tropis sebaiknya pilih varietas kurma yang rasanya sudah manis meski baru memasuki fase khalal atau buah segar, seperti KL-1 dan barhee. (Andari Titisari)