Monday, March 3, 2025

Potensi  Kultur Jaringan untuk Produksi Metabolit Sekunder dalam Industri Farmasi

Rekomendasi

Esha Flora berkolaborasi dengan pengusaha, peneliti, dan agripreneur mengadakan webinar terkait Temporary Immersion System (TIS). Webinar itu membahas bioprospeksi bahan bioaktif atau metabolit sekunder yang sangat penting dan prospektif di masa depan.

Webinar yang terselenggara pada Sabtu, 22 Februari 2025, itu menghadirkan narasumber yang ahli di bidangnya. Salah satu narasumber acara itu yakni Dr. Imron Riyadi SP MSi yang membahas materi Aplikasi Temporary Immersion System untuk Pengembangan Teknologi Somatic Embryogenesis Tanaman Komersial.

Hermanto membawakan materi Perbandingan Efisiensi Temporary Immersion System dan Agar Based System dalam Kultur Jaringan. Sementara Ignas Mario menyampaikan materi Pengembangan Kultur Jaringan menggunakan Teknologi Temporary Immersion System (TIS). Adapun materi dari Ir. Edhi Sandra, M.Si., membahas Produksi Metabolit Sekunder dari dalam Botol Kultur untuk Pemenuhan Bahan Baku Industri Farmasi.

Edhi Sandra dalam paparannya mengungkapkan bahwa teknologi kultur jaringan memiliki potensi besar dalam produksi bibit unggul yang seragam 100% dalam waktu singkat.  Meski begitu masih ada yang meremehkan kultur jaringan tanaman.

”Pengertian meremehkan dalam hal ini yang saya maksudkan adalah kultur jaringan tidak bisa diandalkan untuk alternatif agribisnis yang bisa diandalkan. Padahal kalau mereka tahu banyak hal yang hanya bisa dilakukan dengan kultur jaringan,” ujar Edhi.

Menurut Edhi kultur jaringan mempunyai fungsi yang jauh lebih besar daripada hanya sekadar memperbanyak bibit tanaman.             Kultur jaringan mampu menghasilkan bibit unggul 100%, dalam jumlah cepat, waktu singkat, seragam, dan kontinu.

Selain itu juga mampu menyimpan dan mengkoleksi berbagai jenis tanaman dalam waktu lama/panjang (tahunan) dengan aman dan hanya membutuhkan ruangan yang relatif kecil (konservasi in vitro).

Kelebihan lain dari kultur jaringan yakni mampu melakukan pemuliaan dalam waktu singkat beragam hasil dan kualitas yang tinggi serta mampu menghasilkan bahan metabolit sekunder langsung dari dalam botol kultur.

Lebih lanjut Edhi menjelaskan bahwa Indonesia terkenal dengan sebutan negara mega biodiversity. Negara dengan keanekaragaman flora dan fauna yang sangat beragam. Lebih dari 30.000 flora yang belum diketahui fungsi dan manfaatnya. Banyak yang belum diketahui tumbuhan tersebut mengandung bahan bioaktif apa saja.

“Padahal kita tahu sebut saja pule pandak (Rauvolvia serpentina) salah satu tumbuhan obat Indonesia yang sudah punah dari dunia perdagangan obat jamu sejak tahun 2000. Saat ini boleh dibilang sudah punah di alamnya,” ungkap Edhi.

Sejak tahun 1990 IPB University telah mengonservasi tumbuhan obat itu. “Jadi tanaman pule pandak saat ini sudah dalam konservasi in vitro di IPB University dan di Esha Flora,” ujarnya.

Sudah lebih dari 35 tahun tanaman obat itu di dalam botol kultur. Ia menuturkan bahwa pule pandak diketahui mengandung 13 bahan bioaktif seperti obat antihipertensi (serpentine, reserpine dan ajmaline) serta zat afrodisiak yaitu yohimbine. Faedah lain pule pandak yakni mengobati skizofrenia, susah tidur dan penyakit gula. “Belum sempat didomestikasi oleh manusia pule pandak sudah terlanjur punah,” ujar Edhi.

Begitu pula dengan tumbuhan obat baru kratom (Mitragyna speciosa) yang mengandung 40 bahan bioaktif. Dua diantaranya mitragynine dan 7 hidroksimitragynine. ”Harga satu kilogram mitragynine 70% Rp45 juta,”ujarnya.

Dalam materi Edhi, Ir. Hapsiati, dan Rifda Afifah S Hut., M.Si., menyampaikan bahwa saat ini para eksportir berebut bahan baku/simplisia serbuk halus dari Kapuas Hulu. Mereka kekurangan pasokan, padahal permintaan luar negeri sangat banyak khususnya Amerika Serikat.

”Momen inilah yang saya ingin ajak saudara-saudara untuk produksi bahan bioaktif langsung dari dalam botol kultur. Tidak perlu menanam di luar, tidak perlu menumbuh besarkan tanaman di luar dalam luasan yang sangat luas. Perlu memanennya, mengeringkan, menggiling dan mengekstraknya,” ujar Edhi.

Padahal dengan kultur jaringan hanya dari laboratorium kultur jaringan dapat diproduksi bahan bioaktif langsung dari dalam botol kultur. ”Bebas dari cemaran logam berat, bebas dari cemaran mikrob,” ujarnya.

Pada webinar itu Edhi memberi motivasi  bahwa produksi metabolit sekunder tidak lebih sulit daripada produksi bibit. ”Produksi bibit harus diaklimatisasi, harus dikeluarkan dari dalam botol. Sementara produksi metabolit sekunder tidak perlu dikeluarkan dari dalam botol kultur. Cukup produksi dari dalam botol kultur langsung ke pabrik farmasi,” ujar Edhi.

Ia menuturkan bahwa hal itu menjadi peluang anyar bagi dunia farmasi sehingga alternatif suplai bahan baku lebih terencana, lebih bersih, dan lebih kontinu. “Saya tidak rela bila Indonesia yang terkenal sebagai negara mega biodiversity tetapi yang menikmati hasilnya adalah negara maju, atau negeri lain,” ungkap Edhi. Lebih lanjut Ia menuturkan, baru-baru ini Thailand berencana membeli bibit kratom besar-besaran dari Kapuas Hulu karena mengandung bahan bioaktif terbaik. “Oleh sebab itu marilah kita bersama-sama maju menggarap (bioprospeksi biodiversitas Indonesia),” ujar Edhi.

- Advertisement -spot_img
Artikel Terbaru

Teknologi Nanobubble untuk Mempertahankan Mutu Tomat Beef Pascapanen

Trubus.id–Tomat beef termasuk buah klimakterik yang rentan mengalami kerusakan selama penyimpanan. Perlu penanganan pascapanen yang tepat untuk menjaga mutu...

More Articles Like This

- Advertisement -spot_img