Trubus.id — Pengusaha tanaman hias senior di Kota Tangerang, Handry Chuhairy menuturkan, Indonesia memiliki peluang ekspor yang menggiurkan lantaran memiliki kekayaan aroid yang tinggi dan endemik.
Sebut saja aroid dari genus Epipremnum, Scindapsus, Rhaphidophora, dan Amydrium. Pesaing terberat dari segi keragaman jenis datang dari negara-negara yang mendiami wilayah khatulistiwa seperti Ekuador, Peru, dan Brasil.
Masyarakat harus menyadari kekayaan aroid di Indonesia. Pemanfaatan tanaman selayaknya dilakukan dengan bijaksana. Handry menuturkan, pengenalan aroid endemik di tanah air ibarat dua mata uang.
“Jika tidak diperkenalkan maka masyarakat tidak mengetahui bahwa sebenarnya kita kaya plasma nutfah. Namun, jika diperkenalkan khawatir terjadi perburuan liar,” kata Handry.
Oleh sebab itu, kedewasaan masyarakat maupun pelaku bisnis tanaman hias diperlukan agar populasi aroid lestari. Handry memprediksi 5 aroid digemari pada 2023 yakni monstera, epipremnum, scindapsus, rhaphidophora, dan amydrium.
Kelima aroid itu bila diambil huruf depannya saja maka akan membentuk kata MESRA. Epipremnum ada yang ditemukan di Sulawesi dan Jawa Barat. Sementara scindapsus tersebar di Jawa, Sumatra, dan Kalimantan.
“Monstera memang bukan endemik Indonesia, tetapi keberadaannya tidak bisa dianggap remeh di pasar dunia,” ujar Handry.
Di Eropa, harga monstera hijau dengan spesifikasi 5—6 daun mencapai €200. Secara garis besar harga tanaman hias di pasar dunia US$10—US$15, tetapi tanaman seharga US$35 pun masih terserap pasar.
Segmen pasar aroid terbagi menjadi 3 yakni atas, tengah, dan bawah. Segmen pasar atas dikuasai oleh tanaman yang terbatas di pasaran dan harga pun tinggi. Segmen tengah diduduki oleh tanaman yang beredar dalam jumlah terbatas. Sementara segmen bawah diisi oleh tanaman dengan harga terjangkau.
Eksklusivitas aroid endemik memberikan nilai tambah. Pengusaha aroid di Kota Depok, Jawa Barat, Nanang Koswara, menuturkan, serapan pasar aroid endemik cukup menggoda. Pada Agustus 2021, Paul bahkan melayani pembeli dari Thailand dengan total transaksi Rp2 miliar.
Volume 150 tanaman dengan harga bervariasi. Tanaman yang diminta antara lain rhaphidophora, scindapsus, epipremnum, thaumatophyllum, dan (Syngonium ciapense) variegata.
Menurut Paul—panggilan Nanang Koswara—bisnis tanaman hias mengglobal. “Kita harus memiliki komoditas yang menjadi ciri khas,” ujar Paul. Sejak Agustus 2021, Paul memilih melayani pasar lokal. Nyaris 90% relasi Paul adalah pebisnis aroid yang merambah pasar ekspor.
Permintaan terbesar adalah scindapsus dan rhaphidophora. Scindapsus menjadi idola konsumen dari Eropa dan Amerika. Bentuk tanaman yang mini cocok bagi mereka yang menghuni tempat tinggal tidak besar.
Mereka mencari tanaman yang cocok dirawat di hunian sempit atau bangunan vertikal. Sepanjang 2022, Paul melepas 500 scindapsus di pasar lokal. Mayoritas tanaman berukuran 2—3 daun, sisanya 10—20 daun dan lebih dari 20 daun. Harga tanaman Rp500.000—Rp20 juta.
Pemilik nurseri Bogana Pot Plant itu juga mengoleksi Rhaphidophora foraminifera senilai Rp70 juta dari Kalimantan dan R. elliptifolia dari Jawa Barat. Ada pula Epipremnum sp. dari Bali, E. ‘cebu blue’, Anthurium magnificum dan A. papilaminum.
Paul memilih mengembangkan anthurium kuping gajah dibandingkan dengan monstera. “Permintaan ekspor kuping gajah relatif stabil sejak 2018,” tutur Paul.