Trubus.id— “Menggunakan metode budidaya bioflok bisa menekan feed convertion ratio (FCR) nila hingga nilainya 1,” kata pengelola Nuri Farm, Rudi Handoko. Dengan kata lain pemberian 1 kg pakan setara pembentukan 1 kg daging.
Nilai FCR nila menggunakan sistem budidaya bioflok lebih efisien dibandingkan dengan budidaya konvensional. Bandingkan dengan budidaya nila di kolam secara intensif atau keramba jaring apung (KJA) dengan nilai FCR mencapai 1,5—1,7. Artinya butuh 1,5—1,7 pakan untuk menjadi 1 kg daging.
Koko—panggilan akrab Rudi Handoko mengatakan, “Sistem bioflok lebih efisien dan hemat air karena air masih bisa digunakan pada periode tebar berikutnya jika parameter masih optimal.”
Kelebihan lain budidaya nila bioflok padat tebar tinggi mencapai 80—120 ekor per m3 dengan ukuran benih tebar 8—10 cm. “Untuk pemula disarankan 80 ekor per m3 dulu,” kata peternak di Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat, itu.
Jumlah itu lebih padat ketimbang budidaya di KJA dengan padat tebar 50 ekor per m3 atau kolam intensif (5 ekor per m3). Meskipun padat tebar tinggi, sintasan atau survival rate (SR) mencapai 80%. Pembudidaya bisa panen lebih banyak di luasan kolam sama.
Koko memanen ikan berbobot 200—250 gram per ekor dengan masa budidaya 3—4 bulan. “Budidaya ikan berarti menjaga kualitas air dan flok. Jika ikan kurang makan indikator perlu pembuangan sedikit air serta penambahan molase dan probiotik baru,” kata pembudidaya nila sejak 2019 itu.
Koko menuturkan, banyak yang salah kaprah budidaya bioflok. Mereka mengira bioflok sekadar membudidayakan ikan di kolam berbentuk bulat. Sejatinya sistem bioflok merupakan budidaya ikan menggunakan probiotik yang berperan terhadap pengoptimalan air dan pakan cadangan ikan.
“Oleh sebab itu, butuh aerator di kolam karena kebutuhan oksigen terlarut tinggi,” kata ayah 2 orang anak itu.Nuri Farm mengembangkan nila bioflok sejak 2015. Saat ini Nuri Farm mengelola 31 kolam berukuran beragam, antara 7 m x 3 m hingga 7 m x 13 m. Kedalaman air kolam hanya 1,2 meter.
Koko menebarkan pakan dua kali sehari pada pukul 08:00 dan 15:00. Salah satu kunci budidaya bioflok adalah aerator yang aktif selama masa budidaya. Kebutuhan aerator 1—2 buah per meter kubik.
Apakah budidaya nila bioflok menguntungkan? Menurut Koko biaya produksi 1 kg ikan hanya Rp15.000—Rp20.000. Adapun harga jual nila Rp30.000—Rp35.000 per kg. Peternak memperoleh laba Rp10.000—Rp20.000 per kg.
Biaya produksi nila konvensional sama atau lebih rendah Rp15.000 per kg. Namun, volume panen budidaya konvensional jauh lebih rendah. Masa budidaya nila bioflok juga lebih cepat dibandingkan dengan nila konvensional.
Menurut pembudidaya ikan nila bioflok lain di Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat, Dadang Mursyid, S.Pd., budidaya nila bioflok menguntungkan pasalnya masa budidaya lebih cepat dan hasil panen lebih banyak.
Dadang menambahkan, hasil panaen dari kolam terpal bulat berdiameter 4 meter mencapai 350 kg dengan masa budidaya 3,5—4 bulan. Sitem budidaya konvensional di luasan sama paling banter menuai 100 kg nila dengan masa budidaya 6 bulan.