
Begitu panen, setelah dijemur terlebih dahulu, Kusriyanto menyimpan bawangmerah di sebuah gudang berupa ruangan tertutup berlantai tanah dan atap genting. Keruan saja pada musim hujan, kelembapan ruang meningkat. Lantai tanah meningkatkan kelembapan hingga 90% karena penguapan air tanah. Idealnya kelembapan selama penyimpanan 60—70%. Akibatnya bawangmerah mudah busuk, meski ayah 4 anak itu menerapkan teknik pengasapan.
Selama masa penyimpanan itu kerusakan umbi lapis Alium cepa itu cepat terjadi. Kerusakan mencapai 40%. Jika volume penyimpanan 8 ton, 40% setara 3,2 ton. Saat ini harga bawangmerah Rp5.000 per kg sehingga kerugian pekebun mencapai Rp16-juta. Padahal dalam setahun ia 3 kali panen bawangmerah. Potensi kerugian kian besar, Rp48-juta. Kerusakan umbi seperti pengalaman Kusriyanto itu jamak dialami para pekebun bawangmerah lain di berbagai sentra. Setahun terakhir, Kusriyanto memanfaatkan penyimpan instore drying.
Sejak menggunakan ruang penyimpan itu tingkat kerusakan turun menjadi 25% atau 2 ton. Artinya dalam setahun Kusriyanto mengurangi kerugian Rp18-juta akibat kerusakan penyimpanan. Menurut Ir Sigit Nugraha, peneliti di Balai Besar Pascapanen, Bogor, dengan teknik ruang penyimpanan itu suhu dalam ruang dapat mencapai 38—48oC. Kualitas bawangmerah cukup baik, berkadar air rata-rata 13% dan warna merah mengkilap.