Saturday, February 8, 2025

Tanaman Hias Jadi Andalan

Rekomendasi
- Advertisement -
Febriadi Rahmatullah bersama koleksi tanaman hias mutasi miliknya.

Febriadi Rahmatullah menjadi tulang punggung keluarga dengan berbisnis tanaman hias.

Hasrat Febriadi Rahmatullah untuk sekolah setinggi-tingginya kandas saat ayahnya meninggal dunia. Ayah Febrianto meninggal saat ia masih siswa Sekolah Dasar (SD). Febriadi pun putus sekolah. Sebagai anak pertama ia terpaksa menjadi tulang punggung keluarga sejak usia sangat belia. Kini ia mampu memenuhi kebutuhan keluarga dan menyekolahkan kedua adiknya dari hasil penjualan aneka jenis tanaman hias.

Dalam sebulan pria asal Desa Tamansari, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, itu menjual rata-rata 3.000—5.000 pot bromelia dengan harga Rp15.000—Rp35.000 per pot. Ia juga menjual aneka jenis tanaman hias lain seperti caladium, anthurium, alokasia, dan aneka tanaman mutasi yang berharga ratusan ribu hingga jutaan rupiah per tanaman. Pria yang kerap disapa Abot itu membangun usaha tanaman hias dari nol.

Black cardinal variegata.

Bisnis sendiri

Setelah ayahnya meninggal, ia terpaksa berhenti sekolah dan bekerja sebagai buruh tani tanaman hias. Selama bekerja Abot banyak belajar cara merawat dan memperbanyak berbagai jenis tanaman hias. Dua tahun lamanya Abot bekerja. Pada 2000 ia memberanikan diri untuk membangun usaha tanaman hias sendiri.

Ia membangun rumah tanam berkonstruksi batang bambu dan beratap plastik di halaman rumah seluas 60 m² dari tabungan selama bekerja. Di rumah tanam itulah Abot membudidayakan berbagai jenis tanaman hias, seperti bromelia, suplir, caladium, dan anthurium. Tanaman hias itu sebagian besar ia jual ke para pedagang tanaman hias yang membuka lapak di seputar Bogor, Depok, dan Jakarta. Sisanya ia jual ke para pengunjung yang datang langsung ke kebun.

Red congo variegata.

Harap mafhum, kediamannya yang berlokasi di dekat daerah Ciapus sejak dulu dikenal sebagai sentra tanaman hias di Bogor. Para pedagang tanaman hias dari berbagai daerah dan para pehobi berdatangan ke sana untuk belanja tanaman hias. Semula Abot hanya melayani pembelian tanaman hias secara partai atau pembelian dalam jumlah banyak.

Namun, pada 2003 ia juga membudidayakan tanaman koleksi. Saat itu sedang tren aneka jenis tanaman hias berharga selangit, seperti aglaonema. Ketika itu Abot pun tak mau ketinggalan untuk mengembangkan beberapa varietas aglaonema yang diminati pasar.

Salah satu varian kuping gajah koleksi Febriadi Rahmatullah.

Ia pun banyak “bergaul” dengan para pemain tanaman hias, seperti penangkar aglaonema di Bogor, Gregori Garnadi Hambali, dan para kolektor. Menjalin relasi dengan para pehobi dan para kolektor tanaman hias sebagai sarana belajar baginya. “Salah satunya saya belajar cara mengawinsilangkan tanaman hias,” tuturnya. Sejak itu Abot juga mengoleksi aneka jenis tanaman unik yang mengalami mutasi, seperti variegata.

Anjlok

Abot juga mencicipi manisnya perniagaan anthurium saat tren pada 2006—2007. Sayangnya tren anthurium berlangsung seumur jagung. Pascatren anthurium mereda, bisnis tanaman hias terjun bebas. Abot pun terkena dampaknya. Omzet penjualan melorot tajam.

Green congo variegata yang langka.

Sejak itu ia kembali fokus mengembangkan tanaman hias yang berharga terjangkau, tapi kebutuhannya tinggi dan harganya stabil. Contohnya bromelia. “Bromelia dibutuhkan untuk membuat taman. Jadi konsumen sekali beli jumlahnya banyak,” tuturnya. Abot juga fokus mengembangkan tanaman hias yang belum banyak dilirik para pemain tanaman hias, seperti kuping gajah Anthurium clarinervium dan alokasia.

Abot juga lebih fokus mengembangkan tanaman hias mutasi seperti variegata seperti black cardinal variegata, yellow congo vriegata, red congo variegata, dan green congo variegata. Yang disebut terakhir tergolong langka karena belum banyak yang mengoleksi.

Inspirasi

Menurut Abot mengembangkan tanaman mutasi lebih menguntungkan. “Harga tanaman mutasi tidak ada standarnya. Jika konsumen suka, mereka bersedia membayar berapa saja,” katanya. Sejak itu bisnis tanaman hias Abot kembali menggeliat. Pada 2010 ia membeli lahan 250 m² untuk memperluas usaha. Ia juga berupaya mendongkrak penjualan melalui media sosial. Cara itu jitu menggaet para kolektor tak hanya di tanah air, tapi juga di mancanegara.

Beberapa koleksi Abot diberli para pemain dan kolektor tanaman hias asal Singapura dan Malaysia. Keberhasilan Abot mengembangkan usaha tanaman hias menginspirasi para pemuda di desanya. Beberapa pemuda mengikuti jejaknya berbisnis tanaman hias. Mereka menjadi mitra pemasok saat Abot kekurangan pasokan. (Imam Wiguna)

Previous article
Next article
- Advertisement -spot_img
Artikel Terbaru

Agroforestri Jati-Umbi Garut: BRIN Perkuat Pemberdayaan dan Ketahanan Pangan

Trubus.id–Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) turut mendorong inovasi  sektor pertanian dan kehutanan melalui agroforestri jati-umbi garut di Desa...
- Advertisement -

More Articles Like This

- Advertisement -spot_img