Para pekebun memanfaatkan barang bekas untuk membuat perangkat hidroponik.
Setiap kali belanja ke toko buah di dekat kediamannya di Kemang Pratama, Kota Bekasi, Jawa Barat, Tieke Meiliana Utama, selalu melihat tumpukan kotak stirofoam bekas buah impor di dekat tempat sampah. “Kotaknya bagus-bagus. Sayang kalau tidak dimanfaatkan,” tutur Tieke. Tieke menemui pegawai toko untuk membeli kotak bekas itu. Namun, pegawai malah memberikan secara gratis.
“Mereka malah senang kalau ada yang memanfaatkan,” ujar Tieke. Sesampainya di rumah, Tieke memanfaatkan kotak bekas itu untuk membuat perangkat hidroponik dengan sistem sumbu atau wick system. Ia melapisi wadah stirofoam dengan plastik berwarna hitam agar larutan nutrisi tidak bocor. Anggota staf lembaga swadaya masyarakat internasional itu lalu melubangi bagian tutup untuk menempatkan pot.
Sistem kapiler
Pada bagian dasar net pot Tieke menggantungkan beberapa helai potongan kain flanel yang dipotong seperti pita sebagai sumbu. Saat ia menutup kotak, kain flanel itu akan terendam larutan nutisi pada wadah. Larutan nutrisi nantinya akan naik ke net pot secara kapiler. Larutan nutrisi pada flanel selanjutnya akan diserap rockwool yang menjadi media tanam sayuran hidroponik.
Tieke menggunakan kotak stirofoam itu untuk membudidayakan aneka sayuran seperti bayam, kangkung, dan seledri. Ia menata kotak-kotak itu berderet di selasar rumah. Nun di Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Lili Rizwan Zaelani, juga memanfaatkan kotak stirofoam bekas kemasan buah impor untuk membudidayakan sayuran hidroponik. Ia membudidayakan seledri di permukaan kotak bekas.
Pemilik Riza Garden itu juga memanfaatkan karung plastik bekas untuk membudidayakan sayuran hidroponik. Ia membagi dua karung plastik bekas, lalu menyambungkan bekas potongan itu menggunakan lakban atau menjahitnya dengan benang. Setelah itu ia memasukkan media tanam hidroponik substrat seperti arang sekam atau serbuk sabut kelapa alias cocodust hingga padat.
Selanjutnya ia menutup bagian terbuka untuk memasukkan media menggunakan lakban atau dijahit. Lili melubangi bagian bawah bantalan karung plastik bekas itu untuk drainase. Ia lalu membaringkan bantalan itu di permukaan lantai dan menyusunnya hingga berderet memanjang. Lili melubangi permukaan bantalan itu dengan menyayatnya secara menyilang untuk lubang tanam.
Bekas es krim
Jarak lubang tanam disesuaikan dengan komoditas yang akan ditanam. Jika hendak menanam selada setiap bantalan dapat memuat 3 lubang tanam. Di antara barisan bantalan media tanam, Lili memasang sistem irigasi tetes menggunakan pipa polivinilklorida (PVC) berdiameter 2 inci untuk fertigasi.
Ia melubangi bagian atas pipa dan memasang sambungan berbentuk huruf T, menyambungnya dengan selang polietilen (PE) berdiameter 5 mm. Selang itu mengalirkan nutrisi dari pipa ke lubang tanam. Di bagian ujung selang PE dipasang stick dripper yang ditancapkan di media di dekat tanaman. Dari ujung stick itulah nutrisi larutan AB mix menetes. Menurut Lili karung plastik bekas itu bertahan hingga 4—5 kali masa tanam.
Tatag Hadi juga memanfaatkan barang bekas untuk membuat perangkat hidroponik. Pemilik PT Agro Duasatu Gemilang itu memanfaatkan wadah bekas kemasan es krim berkapasitas 8 liter untuk membuat perangkat hidroponik sistem dutch bucket. Tatag melubangi salah satu sisi wadah di dekat bagian dasar. Lubang itu disambung dengan pipa “pembuangan” berdiameter 0,75 inci yang mengembalikan larutan nutrisi ke tandon.
Setelah itu Tatag mengisi wadah dengan media tanam berupa hidroton dan meletakkannya di rak dua tingkat yang terbuat dari baja ringan. Untuk mengalirkan nutrisi, Tatag memasang pipa PVC berdiameter 0,75 inci di bagian rak paling atas. Di bagian sisi pipa itu ia membuat lubang dan menyambungnya dengan pipa PE berdiameter 5 mm untuk fertigasi.
Di bagian ujung pipa PE dipasang stick dripper yang ditancapkan pada media tanam di dekat tanaman. Dari ujung stick dripper itu nutrisi menetes ke media tanam. Nutrisi yang tidak diserap oleh tanaman akan keluar dari lubang “pembuangan” di dekat bagian dasar wadah dan kembali ke tandon, begitu seterusnya. Tatag menggunakan perangkat itu untuk membudidayakan tanaman cabai dan tin.
Menurut ahli hidroponik di Jakarta, Yos Sutiyoso, sistem dutch bucket cocok untuk tanaman yang berbuah seperti tomat, cabai, paprika, dan melon. Itu karena pada dutch bucket menggunakan media tanam sehingga mampu menopang tanaman yang sedang berbuah tetap tegak. Menurut Tieke Utama pemanfaatan barang bekas untuk membuat perangkat hidroponik cocok untuk pehobi hidroponik pemula karena biayanya lebih terjangkau.
Harap mafhum, perangkat hidroponik skala kecil saja bisa mencapai jutaan rupiah. Dengan menggunakan limbah, siapa pun bisa berkebun sayuran nirtanah. (Imam Wiguna)