Trubus.id — Harga seekor kerbau di Tanatoraja sangat fantastis, mulai dari ratusan juta hingga miliaran rupiah. Lantas, apa alasan dan keistimewaan kerbau tanatoraja yang membuat harga jualnya sangat mahal seperti itu?
Di Tanatoraja, Provinsi Sulawesi Selatan, kerbau dijadikan sebagai cermin status sosial. Dalam ma’badong atau ritual kematian, keluarga dari orang yang meninggal dunia memotong beberapa kerbau jantan—jumlahnya sampai puluhan ekor.
Makin banyak jumlah kerbau yang mereka potong, kian tinggi status sosial. Keluarga bangsawan memotong kerbau jenis saleko. Jenis lain adalah bonga tenge, bonga ulu, dan lotong boko. Keempat jenis kerbau itu harus ada, kalau ia bangsawan.
Masyarakat Tanatoraja percaya, kerbau dapat mengantarkan arwah ke puya atau surga. Itulah sebabnya semakin banyak keluarga menyembelih kerbau, kian cepat arwah ke puya. Dalam sebuah ritual, pemotongan kerbau jantan mencapai puluhan hingga ratusan ekor.
Wajar jika para peternak merawat kerbau persis penghobi anjing memperlakukan golden retriever.
Perawatan
Mereka memandikan kerbau 2 kali sehari. Itu saja belum cukup. Di Desa Parinding, Kecamatan Sesean, Kabupaten Tanatoraja, para peternak merendam kerbau-kerbau di sebuah sungai kecil.

Seluruh tubuh kerbau terendam, hanya kepala dan sedikit leher yang muncul di permukaan. Mereka mengikat kerbau pada sebatang bambu horizontal di permukaan tanah. Akibatnya, kerbau harus selalu tegak karena tali pengikat sangat pendek. Dengan cara itu, otot-otot tengkuk terbentuk sehingga penampilan Bubalus bubalis sangat kokoh.
Lama perendaman 2–3 jam dengan frekuensi 2 kali sehari. Usai perendaman, peternak memandikan dan mengoleskan minyak ke sekujur tubuh kerbau hingga mengilap.
Para peternak di Tanatoraja pantang memberikan makanan di atas permukaan tanah. Mereka memberikan pakan secara langsung dengan cara menyuapi kerbau. Dengan begitu, kerbau tak akan pernah menunduk ketika mengambil pakan.
Cara itu juga bertujuan membentuk otot-otot tengkuk dan bahu. Bahkan, setelah kerbau-kerbau meregang nyawa, pemilik tetap mengabadikan tanduk-tanduk itu di atas banua alias rumah. Tanduk menjadi penanda status sosial bagi masyarakat Tanatoraja.