Kampiun kemalau milik William itu hanya kalah postur dan nongnong daripada sang grand champion. “Ikan ini bagus sekali perawatannya. Terlihat hingga besar tetap ngejreng dan agresif,” tutur Han Han juri asal kota Atlas, Semarang. Wajar bila sebelum kontes berakhir seorang hobiis asal Singapura berani membeli kemalau bercorak merah dan taburan mutiara solid itu seharga puluhan juta rupiah.
Sang grand champion diakui berpenampilan prima. Nongnong besar, tubuh proporsional, dan mutiara tersebar penuh. “Ukuran tubuh besar, tapi sayang warna dasarnya tidak terlalu kentara,” papar Han Han. Toh, 3 juri sepakat menaruh lou han—juga milik William asal Bandung —itu pada peringkat pertama nominasi. Disusul berturut-turut kampiun kemalau, kampiun freemarking, dan kampiun cinhua B.
Sepi pengunjung
Kontes lou han pembuka di tahun ayam itu gaungnya tidak terlalu keras. Pengunjung yang datang sedikit. Meski demikian acara yang digelar sejak 19—23 Januari 2005 di Plaza Maspion itu menjadi agenda wajib bagi klub-klub lou han di Jawa seperti Indonesia Lou Han Club, Bandung Lou han Club, dan Pangeran Jayakarta. “Selain untuk berkompetisi, kami ingin lou han naik lagi,” ujar Acin dari Indonesia Lou Han Club Jakarta.
Menurut Soeriyanto, ketua panitia kontes, ada 249 akuarium yang terisi. “Peserta terbanyak turun di kategori cinhua B,” ujarnya. Meski demikian dari pengamatan Trubus hanya kategori kemalau yang menyedot perhatian pengunjung. Maklum rata-rata ikan yang turun gelanggang tampil cukup menawan. Juara 2 kategori kemalau misalnya, meski berukuran kecil, dialah satu-satunya kemalau berdarah orisinil yang hadir. Corak ngejreng dan taburan mutiara penuh. Seluruh sirip pun menutup bak busur setengah lingkaran. (Dian Adijaya S)