Ceplukan manjur mengontrol kadar glukosa bagi penderita diabetes mellitus.
Wahyu Trianingsih menganggap biasa saja ketika merasa mudah lelah. Ia berprasangka mudah lelah karena memasuki usia 40 tahun. Maklum aktivitas ibu 3 orang anak itu memang luar biasa. Profesi sebagai dosen di Universitas Muhammadiyah Prof. Hamka menyita kesibukannya. Namun, ketika frekuensi buang air kecil meningkat, perasaan waswas mulai melanda. “Kalau malam hari minimal 5 kali saya bolak-balik ke kamar mandi,” tuturnya.
Seiring dengan perubahan itu bobot tubuh terus menyusut meski sering makan. Saat itu kekhawatiran gejala diabetes mellitus pun menyeruak. Maklum orang tuanya juga menderita penyakit yang sudah dikenal sejak 1900-an itu. Apalagi ia mengetahui gejala itu— sering berkemih dan bobot badan turun—gejala umum diabetes. Itulah sebabnya Trianingsih memeriksakan diri ke dokter.
Herbal ceplukan
Hasil pemeriksaan darah di laboratorium menunjukkan, angka kadar glukosa dalam darah kondisi puasa mencapai angka 330 mg/dl. Padahal, normalnya nilai itu hanya 120 mg/dl. Sementara kadar glukosa setelah 5 jam makan di atas 200 mg/dl. Dokter mendiagnosis Trianingsih mengidap diabetes mellitus. Mulailah hari-hari Trianingsih mengonsumsi obat-obatan kimia penetral gula darah.
Perempuan kelahiran Yogyakarta itu pun mesti rajin berolahraga untuk menekan kadar glukosa. “Minimal saya 30—45 menit jalan atau lari kecil pada pagi hari,” ujarnya. Maklum sampai kini belum ada obat manjur penyembuh diabetes mellitus. Paling banter penyakit yang namanya berarti air manis yang mengalir terus itu diatur dengan obat-obatan, pola makan ketat, dan olahraga teratur.
Diabetes mellitus penyakit turunan yang sulit disembuhkan, tetapi bukan berarti tak bisa dikendalikan. Empat penyebab timbulnya hiperglikemia—kadar gula darah tinggi—yaitu peningkatan konsumsi karbohidrat, penurunan sekresi insulin, peningkatan luaran glukosa hati, dan peningkatan asupan glukosa periferal (resistensi insulin). Pengobatan diabetes mellitus berdasarkan masing-masing penyebab.
Untuk mengatasi kadar gula darah tinggi, Trianingsih memanfaatkan seluruh bagian tanaman ceplukan kering atau brangkas. Ia merebus satu tanaman utuh plus akarnya dalam 3 gelas air dengan api kecil hingga mendidih. Ia membiarkan beberapa saat hingga rebusan itu hangat, menyaring, dan meminumnya. Frekuensi konsumsi 2 kali sehari, pada pagi dan malam. Trianingsih merasa lebih segar dan tak mudah lelah.
Ketika malam ia juga tak lagi terbangun untuk berkemih. Jika terbangun pun hanya sekali, semula 5 kali per malam. Tujuh hari berselang, ia mengecek kadar gula darahnya. Hasilnya menggembirakan kadar gula darah Trianingsih kembali normal yakni 130 mg/dl. Pengecekan terakhir pada awal Mei 2017 kadar guloksa darah Trianingsih tetap normal. Pengalaman Trianingsih itu persis kisah Suharto Kasan.
Suharto Kasan di Jawa Timur pada 2010 melakukan periksa glukosa (tanpa puasa) mencapai 430 mg/dl. Salah satu temannya menganjurkan Kasan untuk mengonsumsi tanaman ceplukan yang sudah dikeringkan. Pria kelahiran Madura itu merebus 5 g tanaman ceplukan kering dalam 100 ml air lalu meminum air rebusan itu dua kali sehari pada pagi dan sore. Setelah rutin mengonsumsi ceplukan, kadar gula darah Kasan kembali normal.
Dianggap gulma
Di kalangan herbalis tanaman anggota famili Solanaceae itu sejatinya bukan herbal baru. Herbalis di Kotamadya Batu, Jawa Timur, Ir. Wahyu Suprapto, sering menggunakan ceplukan untuk mengontrol kadar gula darah bagi pasiennya yang menderita diabetes mellitus melitus. Meski manis baah ceplukan tidak akan memberikan dampak pada penderita diabetes mellitus apabila mengonsumsi dalam jumlah banyak.
Ia menyarankan untuk mengonsumsi langsung 3—5 buah ceplukan yang berukuran kecil. “Tidak ada batas berapa buah yang baik dikonsumsi, tergantung pasien punya berapa. Biasanya 3—5 buah. Karena ceplukan termasuk jarang ditemukan di Jawa Timur,” ujar Wahyu. Masyarakat menganggap ceplukan yang tumbuh liar itu sebagai gulma. Usai panen padi para petani di Madura, Jawa Timur, membuang ceplukan yang banyak tumbuh di sawah.
Padahal, ceplukan mujarab mengontrol gula darah mencapai 50—75%. Seluruh bagian tanaman anggota famili Solaneceae itu bermanfaat untuk berbagai macam penyakit, termasuk diabetes mellitus sebagaimana hasil riset Yeny Sulistyowati. Periset dari Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada, itu membuktikan ekstrak ceplukan antidiabetes. Yeni menggunakan 9 dosis berbeda untuk mengetahui hasil terbaik untuk mengtasi diabetes mellitus.
Ekstrak air dosis 10 mg per kg bobot tubuh menunjukkan penurunan kadar glukosa yang sama dengan pembanding (glibenklamid 0,65 mg per kg bobot tubuh). Glibenklamid obat kimiawi untuk mengatasi diabetes mellitus. Adapun dosis 2,42 mg per kg bobot tubuh menunjukkan penurunan kadar glukosa darah yang sama dengan kontrol. Hasil itu menunjukkan bahwa kedua dosis itu 10 mg dan dosis 4,84 mg berefek hipoglikemik.
Bahkan, efeknya sama dengan glibenklamid 0,65 mg. Hasil penelitian Suswini Kusmaningati, dari Pusat Ilmu Hayati Institut Teknologi Bandung, membuktikan buah ceplukan mengandung protein, minyak lemak dengan komponen utama asam palmitat dan asam stearat. Selain itu ceplukan itu juga mengandung berbagai bahan yang berkhasiat seperti mengandung asam lemak tak jenuh, alkaloid, flavonoid, saponin, polifenol, steroid, triterpenoid, monoterpenoid, dan seskuiterpenoid.
Seluruh bagian tanaman yang dikeringkan—sohor sebagai brangkas—berfaedah sebagai obat alamiah. Kandungan alkaloid dan beberapa bahan lainnya membuat rasanya pahit. Namun, khasiatnya cukup banyak. Adapun seluruh bagian tanaman yang dikeringkan untuk pengobatan diabetes mellitus dan penurun tekanan darah tinggi. Sementara itu buahnya sering digunakan sebagai obat memperlancar berkemih atau diuretik, batuk, sakit kepala, dan sakit perut.
Tanaman kerabat tomat itu menyebar di seluruh tanahair dan negara beriklim tropis lain. Jenis tanaman asal Amerika itu cukup banyak, yang sering tumbuh di tanah air setidaknya ada dua, yakni Physalis angulata dan Physalis minima. Gulma itu kini menjadi isalah satu pilihan untuk mencegah atau mengontrol kadar gula darah berlebihan. (Tiffani Dias Anggraeni)
