Jangan buang biji dan kulit anggur. Keduanya andal melawan stroke.

Buah anggur enak, semua sepakat. Reputasi buah Vitis vinifera itu sohor sejak zaman nabi-nabi. Beberapa ayat kitab suci agama besar menyebutkan anggur untuk menggambarkan kenikmatan atau kemuliaan. Tak terhitung makanan, minuman, sampai produk toiletris dan sanitasi menambahkan sari buah maupun perisa anggur untuk memikat pembeli. Bahkan awetan anggur kering berupa kismis menjadi penghias makanan kelas atas.

Tidak semua bagian buah anggur enak dikonsumsi. Kebanyakan orang menyukai citarasa legit daging dan air buah anggur, tetapi menghindari kulit dan bijinya. Maklum, rasa kulit dan biji anggur sepat dan pahit. Itulah sebabnya banyak penikmat buah membuang biji-biji itu ketika menikmati buah anggur. Kulit dan biji pun menjadi ampas dalam proses pengolahan. Padahal, ampas yang sepat dan pahit itu berkhasiat hebat. Itu dibuktikan oleh riset Zanella Yolanda Lie dan rekan dari Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur.
Uji fungsi gerak
Zanella menguji khasiat kulit dan biji buah anggur merah terhadap tikus penderita stroke iskemik. Menurut dokter spesialis saraf di Rumahsakit Angkatan Darat Gatot Subroto, dr Hardhi Pranata SpS MARS, stroke iskemik terjadi ketika aliran darah menuju otak tersumbat. Biang kerok sumbatan itu antara lain penumpukan lemak alias aterosklerosis atau pembekuan darah. Akibatnya penderita mengalami gangguan motorik seperti sulit bicara, pusing tak tertahankan, linglung, susah melihat, dan lumpuh.
Mereka menggunakan hewan uji 25 tikus wistar jantan berumur 8—10 pekan dengan bobot rata-rata 150 gram. Ia mengeringkan kulit dan biji anggur merah, menggiling hingga menjadi serbuk, lantas merendam serbuk kulit dan biji—masing-masing 100 gram—dalam larutan 80% etanol dan 20% air selama 24 jam. Cairan kental itu ia uapkan dalam oven bersuhu 60ºC selama 15 menit. Hasilnya ekstrak berbentuk cairan atau serbuk. Selanjutnya, perempuan berusia 21 tahun itu menambahkan 1% ekstrak dengan 99% air.

Zanella membagi hewan uji menjadi 5 kelompok, masing-masing terdiri atas 5 ekor. Kelompok pertama sebagai kontrol negatif yakni tikus sehat tanpa pemberian ekstrak. Kelompok kedua, kontrol positif: tikus dibuat stroke tanpa pemberian ekstrak. Sementara tikus di kelompok 3—5 dibuat stroke lalu diberi ekstrak kulit dan biji anggur. Pemberian ekstrak masing-masing sebanyak 50 mg, 100 mg, dan 200 mg per kg bobot tubuh.
Ia lantas membuat hewan uji menjadi stroke menggunakan metode Unilateral Carotid Artery Occlusion. Ia membelah arteri karotis eksterna dan interna, mengikat selama 45 menit, lalu membuka dan menjahit kembali. Cara itu menghambat pasokan darah sehingga sebagian sel otak mati. Akibatnya terjadi gangguan fungsi motorik. Untuk mengukur fungsi gerak tikus, Zanella menggunakan uji Ladder Rung Walking Test. Caranya, tikus diletakkan pada silinder besi yang disusun secara teratur dengan jarak tertentu sepanjang 1 m. Bila terpeleset, tandanya terjadi gangguan fungsi gerak.

Zanella memberikan ekstrak kulit dan biji anggur secara oral setiap hari selama 2 pekan. Setelah itu ia kembali menguji fungsi gerak. Jika ada selisih nilai antara sebelum dan sesudah pemberian ekstrak, berarti ada perbaikan. “Semakin besar selisih, semakin banyak perbaikan,” kata Zanella. Hasilnya, kelompok ketiga menunjukkan perbaikan fungsi gerak paling optimal. Kelompok itu mengonsumsi 50 mg per kg berat badan esktrak kulit dan biji anggur. Selisih skor kelompok 3 yakni 0,12, jauh di atas kontrol positif yang tidak mengonsumsi ekstrak yakni 0,001. (lihat tabel: Ampas Antistroke)
Resveratrol
Menurut Zanella, biji dan kulit anggur kaya resveratrol, bahan yang tergolong dalam kelompok polifenol. “Resveratrol berperan mempercepat regenerasi sel saraf otak,” katanya. Menurut Ana Romero Perez dan rekan dari Fakultas Farmasi, Universitas Barcelona, Spanyol, kandungan resveratrol dalam ekstrak kulit anggur mencapai 24,06 µg/ml. Sementara pada ekstrak biji anggur sebanyak 0,98 µg/ml.
Menurut ketua sub unit Laboratorium Jurusan Gizi, Politeknik Kesehatan Malang, Jawa Timur, Agus Heri Santoso STP MSi, warna kulit anggur secara tidak langsung menunjukkan kadar polifenol, salah termasuk resveratrol. Semakin pekat kulit, semakin tinggi kandungan polifenol. “Polifenol bersifat antioksidan,” ujarnya. Sementara rasa pahit biji anggur lantaran kandungan sapogenin. Toh, menurut Agus, tetapi jumlahnya minim.
Agus menuturkan sebagian orang membuang kulit anggur sebab khawatir akan bahaya pestisida yang menempel. Padahal mengatasinya mudah: rendam anggur dalam air yang sudah dibubuhi garam lalu bilas dengan air mengalir. Jika kurang suka dengan rasa kulit dan biji anggur, konsumen bisa membuatnya menjadi jus. Namun, proses pembuatan jus buah kadang merusak sebagian kandungan gizinya. Untuk mencegahnya, celupkan anggur di air hangat selama beberapa detik. Dengan demikian, seluruh khasiat buah anggur dapat dipetik maksimal. (Andari Titisari)