Trubus.id — Anggapan masyarakat terhadap kayu sengon yang dikenal lunak itu sudah lazim. Anggapan miring pada kayu sengon memang tak salah. Kayu Paraserianthes falcataria itu berbobot jenis 0,33 dan kerapatan 460–650 kg/m3.
Dengan kategori itu, tingkat keawetan sengon hanya kelas 4. Bandingkan dengan jati yang masuk kayu kelas satu, berbobot jenis 0,72 dan kerapatan 800–1.200 kg/m3. Meski begitu, kayu sengon tetap dapat bertahan lama hingga 40-an tahun jika tahu cara mengawetkannya.
Dengan pengawetan, sengon bertahan lebih lama. Pada prinsipnya pengawetan adalah memasukkan zat pengawet ke jaringan kayu untuk mencegah faktor perusak kayu, baik biologis maupun nonbiologis.
Faktor perusak kayu itu antara lain cendawan pelapuk kayu Chaetomium globusum, kumbang bertanduk panjang Hylotrupes bajulus, kumbang pelapuk Anobium punctatum, dan rayap kayu kering Cryptotermes cynocephalus.
Beberapa faktor nonbiologis yang memengaruhi keawetan kayu seperti suhu, air, udara, dan cahaya. Berbagai formulasi dapat dimanfaatkan sebagai zat pengawet. Untuk mengawetkan sengon, pekebun dapat melabur atau mengoleskan zat aktif di seluruh permukaan kayu dengan kuas.
Bahan pengawet dilarutkan dalam air terlebih dulu. Idealnya, kadar air kayu sebelum pelaburan maksimal 8–12%. Ukur kadar air dengan moisture meter. Setiap meter persegi luas permukaan memerlukan 150 ml bahan pengawet. Kering anginkan kayu yang telah diberi zat pengawet dan ulangi lagi pelaburan hingga 5–6 kali.
Ada pula teknik penyemprotan untuk mengawetkan sengon. Caranya mirip pelaburan, tetapi penyemprotan menggunakan sprayer bernozel tanpa kabut. Posisi menyemprot mesti membelakangi arah angin supaya zat pengawet tak tercecer.
Seluruh permukaan kayu—termasuk permukaan ujung dan pangkal—harus disemprot zat pengawet. Kering anginkan kayu sengon dan ulangi penyemprotan seperti itu hingga 4–5 kali.
Cara pengawetan lain dengan rendaman dingin. Produsen kayu mesti menyiapkan bak perendaman berbahan besi nirkarat atau bak semen. Bisa pula lubang tanah yang dilapisi terpal kedap air.
Ukuran bak disesuaikan dengan kebutuhan, misalnya 450 cm × 100 cm × 80 cm. Sengon yang hendak diawetkan berkadar air maksimal 45%. Tumpuk rata kayu dalam bak itu dan tekan dengan pemberat. Tinggi air perendaman 10–15 cm di atas permukaan kayu.
Lama perendaman 3–6 hari, setelah itu ditiriskan. Pengawetan sistem rendaman panas sebetulnya sama dengan rendaman dingin. Bedanya, sistem perendaman panas dilengkapi tangki berisi zat pengawet sebagai persediaan.
Zat pengawet dalam tangki—mirip tandon air—dipanaskan hingga 80°C. Ketika zat pengawet di bak turun hingga 30°C, segera digantikan dengan zat pengawet panas. Begitu seterusnya hingga 3–6 hari.
Ada pula perendaman panas dingin. Yang dipanaskan hingga 80°C selama 4–5 jam adalah bak pengawet yang terbuat dari baja nirkarat, bukan zat pengawet seperti pada perendaman panas. Untuk pemanas bak digunakan tungku.
Akibat panas, udara dalam kayu mengembang. Itu ditandai dengan munculnya gelembung udara dalam bahan pengawet. Saat muncul gelembung udara, hentikan pemanasan hingga suhu turun, kayu akan menyerap zat pengawet.
Selain metode pengawetan tadi, dapat pula dicoba sistem difusi. Caranya, rendam kayu sengon segar dalam bahan pengawet selama sejam. Lalu, tumpuk kayu setinggi 80 cm dan lebar 100 cm. Jarak tumpukan dari permukaan tanah 20–30 cm. Bungkus tumpukan kayu dengan terpal kedap udara selama 3–4 pekan agar bahan pengawet meresap.
Metode pengawetan lain adalah vakum atau tekanan sel penuh. Sengon yang akan diawetkan dengan metode itu berkadar air maksimal 30%. Lalu, kayu sengon ditata dalam tangki pengawet dan ditutup.
Aktifkan pompa vakum bertekanan 65–76 cm/Hg selama 1–1,5 jam. Saat itu alirkan bahan pengawet ke tangki hingga penuh. Begitu bahan pengawet di tangki penuh, tekanan diturunkan hingga 10–15 atmosfer selama 3–5 jam. Saat itulah bahan pengawet keluar dari tangki dan kembali ke tangki persediaan.
Dengan beragam cara pengawetan, kayu sengon tahan lama hingga puluhan tahun.