Trubus.id— Sering kali bekerja di perusahaan besar dengan penampilan berjas, berdasi, dan bergaji tetap tiap bulan, menjadi impian anak muda. Namun berbeda dengan Indra Sofwataman, yang lebih memilih resign dari perusahaan swasta di Kalimantan Timur, hanya untuk beternak.
Fasilitas gaji, mobil kantor, dan tunjangan lain, berani ia tinggalkan. Indra memilih pulang ke kampung halaman, Kampung Rukti Endah, Dusun 01, Kecamatan Seputih Raman, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung.
Rencana resign, muncul saat Indra tengah mengambil cuti kerja dan pulang ke rumah pada 2012. Saat di rumah, Indra melihat di daerahnya banyak rumput hijauan dan limbah pertanian tak termanfaatkan.
Sebagai sarjana peternakan, melihat potensi itu, rasa keinginan untuk beternak seketika muncul. Indra merenung dan mencoba mengingat memori-memori masa lampau.
“Percaya atau tidak, waktu kuliah, saya sempat menuliskan beberapa cita-cita yang ingin saya capai di selembar kertas yang saya tempelkan di pintu kos (indekos). Diantaranya, ingin memiliki peternakan modern, ingin memiliki pabrik pakan, ingin kaya, ingin beli mobil,” jelas Indra.
Setiap hendak berangkat kuliah, ia selalu melihat lembaran kertas di pintu itu. Setelah mengenang masa-masa tersebut, Indra kian mantap untuk resign dan mewujudkan cita-citanya yang sempat tertunda.
Restu Sang Ibu
Saat hendak resign, Indra merasakan kebimbangan lantaran tidak mendapatkan restu resign dari sang ibu. Indra tidak berani resign sebelum sang ibu merestui. Akhirnya ia kembali bekerja seperti biasa.
Namun sepekan setelah kembali bekerja, sang ibu menelepon. Secara tiba-tiba, sang ibu meminta Indra pulang dan merestuinya resign untuk beternak. Atas restu itu, Indra bergegas membuat surat pengunduran diri dari perusahaan.
“Sebetulnya perusahaan tidak mengizinkan saya untuk resign, tetapi tekad saya sudah bulat hingga saya mengundurkan diri sepihak waktu itu,” tutur Sarjana Peternakan, Universitas Lampung, itu.
Indra membangun kandang dan membeli kambing menggunakan uang tabungan dari hasil bekerja selama 2,5 tahun. Uang tabungan habis untuk membangun kandang dan membeli kambing 30 ekor.
Dua bulan pertama, menjadi masa kritis yang harus dilalui Indra tanpa penghasilan tetap. Ia memutar otak bagaimana caranya bisa mendapatkan penghasilan. Akhirnya, selain beternak ia juga menjadi blantik (makelar ternak).
Ketahanan mental Indra diuji. Banyak tetangga yang mulai mencemooh Indra. “Sarjana cuma jadi blantik,” kata Indra menirukan tetangganya waktu itu. Indra terus maju dan menjadikan itu motivasi untuk mewujudkan cita-citanya menjadi peternak sukses.

Sebagai seorang blantik, Indra sempat merasa janggal dengan sistem jual beli yang digunakan di pasar. Blantik dan peternak sering menggunakan sistem “jogrokan” saat bertransaksi jual beli kambing. Pengamatan mata menjadi indikator sistem “jogrokan”.
“Misal, hari ini peternak membeli kambing dari blantik Rp2 juta, seminggu kemudian peternak menjual kambing itu ke blantik lagi. Bisa saja blantik membelinya dengan harga Rp1,5 juta dengan ukuran yang sama,” jelasnya.
Menurut Indra sistem “jogrokan” berpotensi merugikan peternak. Apalagi selain sebagai blantik, Indra adalah seorang peternak. Jadi turut merasakan ketidakadilan dari sistem itu. Kemudian Indra berpikir untuk memperbaiki sistem jual beli agar keadilan bisa didapatkan.
Jual beli kambing sistem timbangan menjadi pilihannya. Indra menilai, jual beli sistem timbangan lebih adil, baik bagi peternak ataupun blantik. Indikator dari sistem jual beli ini adalah bobot ternak saat ditimbang.
“Contoh, ketika hari ini kambing ditimbang bobotnya 40 kg, harga per kg Rp60 ribu, maka harga kambing itu Rp2,4 juta. Nah, ketika seminggu kemudian dijual harus ditimbang lagi. Jika bobotnya naik, harganya juga naik. Blantik tidak bisa asal menurunkan harga. Jadi lebih adil,” papar pria berusia 34 tahun, itu.
Sayangnya, tidak mudah untuk merubah sistem yang puluhan tahun telah mengakar di masyarakat. Kendati demikian, Indra tetap berjuang untuk menerapkan sistem timbangan saat bertransaksi jual beli kambing.
Indra sempat dikucilkan oleh para blantik lainnya, lantaran menerapkan jual beli kambing sistem timbangan. Indra tidak menyerah begitu saja. Ia terus bersabar dan memilih untuk terus menyosialisasikan atau mengedukasi kepada para peternak.
“Waktu 2—3 bulan tidak cukup untuk mengubah sistem yang sudah mengakar puluhan tahun. Tetapi alhamdulillah seiring berjalannya waktu saat ini sudah mulai banyak yang ikut menggunakan sistem timbangan untuk jual beli. Bahkan para blantik sekarang banyak yang kumpul ke sini,” jelasnya.
Mendirikan Pabrik Pakan
Selain memperbaiki sistem jual beli, Indra juga terus mengasah pengetahuannya seputar budidaya kambing. Ia mulai mencoba mengingat memori pengetahuan tentang peternakan sewaktu kuliah.
Bahkan, beberapa kali mencoba menghubungi dosen dan berkunjung ke Universitas Lampung untuk kembali belajar seputar pembuatan pakan, nutrisi, hingga kesehatan ternak. Seiring berjalannya waktu, peternakan kambing milik Indra kian berkembang dan pendapatan mulai stabil. Relasi dengan peternak lain semakin banyak.

Pada 2016, Indra mulai melebarkan bisnisnya di sektor pembuatan pakan konsentrat untuk ruminansia. Saban bulan, Indra rutin memproduksi pakan konsentrat 50—60 ton. Sebagian produksi untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas ternaknya sendiri.
“Faktor penentu pertumbuhan bobot kambing yakni 70% pakan dan 30% genetik,” terang Owner Raman Farm Sejahtera, tersebut.
Indra menjual pakan konsentrat produksinya ke berbagai peternak lain. Baik di dalam daerah atau di luar kota. “Pernah kirim ke Jambi, Medan, Yogyakarta, Bogor, dan para peternak daerah Lampung sini,” terangnya.
Hingga kini, total kambing di kandang Indra berjumlah 400 ekor dan domba 30 ekor. Indra sukses mendapat omzet Rp300 juta tiap bulan dari berbagai lini bisnis yang dijalankannya. Kesuksesan Indra menjadi jawaban terhadap berbagai rintangan dan tantangan yang ia hadapi.
Pelopor Kelompok Ternak
Kesuksesan Indra dirasakan oleh masyarakat sekitar. Indra menjadi sosok pemuda pelopor atas terbentuknya 10 kelompok ternak yang berkembang pesat di desanya. Pembentukan kelompok-kelompok ternak berawal dari keprihatinan Indra melihat anak-anak muda yang memilih bekerja di luar kota selepas Sekolah Menengah Atas (SMA).
Indra melihat potensi bisnis peternakan di desa masih besar. Hanya saja belum tegarap dengan optimal. Oleh karena itu, Indra mulai menggandeng karang taruna yang mewadahi anak-anak muda di desa.

Ia mulai mengajak pemuda desa berkumpul untuk membuat kelompok ternak. Pertemuan pertama 25 anak muda datang. Melalui pertemuan itu, Indra menjelaskan keuntungan beternak secara berkelompok.
“Dengan berkelompok, bisa menjalankan lini bisnis peternakan bersama. Mulai dari bisnis pakan, pupuk, hingga ternak itu sendiri. Semakin berkelompok, peternak akan semakin kuat. Tidak mudah goyah saat ada yang hendak memanipulasi harga. Peternak juga semakin mudah bekerja sama dengan pihak pemerintah ketika memiliki kelompok,” jelas Indra.
Akhirnya, dari hasil pertemuan itu mendapat kesepakatan untuk bersama membentuk kelompok ternak. Kemudian Indra dan ketua karang taruna mulai mengundang berbagai pihak, seperti pemerintah desa, penyuluh lapangan dari dinas untuk datang pada pertemuan berikutnya.
Sayangnya, pada pertemuan kedua itu, hanya 5 anak muda yang hadir. Melihat kondisi itu, penyuluh lapangan dari dinas memberi solusi untuk Indra. Penyuluh meminta Indra untuk menyusun dan mengumpulkan kembali pemuda yang berkomitmen bergabung di kelompok ternak yang akan dibentuk.
Setelah pertemuan itu, Indra kembali bergerilya untuk memastikan pemuda yang berminat bergabung dalam kelompok ternak. Setelah sukses mengajak dan meyakinkan pemuda, akhirnya kelompok ternak pertama berhasil dibentuk dengan nama Ngudi Makmur. Jumlah anggota 20 orang.
Sesudah kelompok terbentuk, setiap bulan anggota melakukan pertemuan untuk membahas masa depan kelompok. Bahkan sering kali, Indra juga berbagi pengetahuan seputar ternak pada anggota kelompok.
“Intinya saya punya ilmu bisa berbagi, supaya bisa tumbuh bersama,” kata Indra.
Waktu terus berjalan, lini bisnis ternak yang digawangi Kelompok Ternak Ngudi Makmur semakin berkembang. Keberhasilan kelompok ternak Ngudi Makmur, memantik terbentuknya kelompok ternak baru.
Sampai saat ini terdapat 10 kelompok ternak yang sudah terbentuk. Diantaranya, Kelompok Ternak Ngudi Makmur, Kelompok Ternak Sukamaju 2, Kelompok Ternak Lumintu, Kelompok Ternak Barokah Mendho, Kelompok Ternak Rambon Asri, Kelompok Ternak Langgeng, Kelompok Ternak Tunas Makmur, Kelompok Ternak Ngudi Makmur 2, Kelompok Ternak Sido Dadi, Kelompok Ternak Reden.
“Satu kelompok rata-rata berisi 10—23 anggota. Semakin berkembang, anggota kelompok bukan hanya dari kalangan anak muda saja, tetapi masyarakat lanjut usia juga ada,” kata Indra.

Menurut Indra, lini bisnis kelompok ternak itu tidak hanya seputar penggemukan kambing, melainkan ada yang mengembangkan peternakan sapi, pakan hijauan hingga pengolahan kotoran ternak.
Lini bisnis peternakan seperti pengolahan kohe kambing menjadi kompos masih memiliki peluang bisnis yang besar. Indra mengaku menerima permintaan 600 karung kohe kambing murni per bulan. Namun baru terpenuhi 200 karung. Satu karung berukuran 40 kg.
“Kalau bisa diolah menjadi kompos dan media tanam tentu akan menaikkan nilai tambah,” paparnya.
Oleh karena itu, Indra mengajak anak-anak muda Indonesia untuk kembali ke desa terjun di sektor peternakan. Mengingat ceruk bisnis peternakan masih sangat besar. Indra telah membuktikan peternakan bisa menjadi sumber pendapatan utama.
“Pemuda di desa bisa memulai dengan 2 ekor kambing atau sesuai kemampuan finansial. Lalu pelajari ilmunya dulu. Nah, kalau sudah merasa mampu bisa menambah lagi populasi ternaknya, nikmati proses,” tuturnya.
Berkat apa yang dilakukan Indra terhadap pengembangan desa melalui inisiator penggerak kelompok ternak, Indra dianugerahi sebagai pemuda inspirator desa. Selain itu, pada 2018 Indra juga mendapat penghargaan Satu Indonesia Awards bidang kewirausahaan yang diselenggarakan oleh Astra.
Astra memberi penghargaan kepada generasi muda inspiratif. Baik individu maupun kelompok, yang memiliki kepeloporan perubahan pada lima bidang, bidang Kesehatan, Pendidikan, Lingkungan, Kewirausahaan, dan Teknologi.(Trubus/Mohammad Iqbal Shukri)