Trubus.id—Selama ini para petani menanam cabai di lahan terbuka. Rumah tanam atau greenhouse lazim untuk membudidayakan melon, paprika, atau tomat. Kepala Bidang Perkebunan dan Hortikultura, Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Banyuwangi, Ilham Juanda, S.P., M.Tr.P. mengatakan, rumah tanam pintar (smart greenhouse) unggul dari kontrol agroklimat.
Selain itu penyiraman dan pemupukkan di greenhouse secara otomatis. Ada 14 kecamatan di Banyuwangi yang menjadi lokasi budidaya cabai dalam greenhouse. Hingga Desember 2022 terpasang alat otomatisasi budidaya secara digital di Kecamatan Rogojampi dan Muncar.
Rumah tanam pintar berukuran 8 m x 15 m berkapasitas 20.000—30.000 polibag. “Kami isi 10.000 agar tidak terlalu rapat,” kata Ilham. Menurut Ilham selama ini Kabupaten Banyuwangi menjadi sentra cabai.
“Kami ingin ketersediaan cabai tetap terpenuhi sepanjang tahun meski penanaman pada musim hujan,” tutur Ilham. Harap mafhum, saat musim hujan, serangan penyakit mengganas sehingga hasil panen kurang optimal.
Penggunaan greenhouse menjadi solusi karena agroklimat lebih terkendali. Menurut Ilham biaya investasi pembangunan greenhouse berukuran 8 m x 15 m berangka besi dan batako mencapai Rp90 juta—Rp100 juta.
Namun, jika terlalu mahal Ilham merekomendasikan greenhouse berkerangka bambu yang biayanya hanya Rp40 juta. Biaya itu untuk membuat dua grennhouse berukuran masing-masing 8 m x 15 m yang tahan 5 tahun. Jadi, lebih terjangkau meski ketahanannya masih kalah dengan rangka besi hingga 15 tahun.
Salah satu tantangan petani cabai di dalam greenhouse adalah pemasaran. Apalagi ketika harga turun. Menurut pengajar Agribisnis di Universitas Brawijaya, Heptari Elita Dewi, S.P., M.P., para petani sebaiknya mengoptimalkan media sosial untuk penjenamaan (branding) sekaligus pemasaran produk.
“Bisa dengan membuat video singkat tentang keunggulan produk cabai dalam greenhouse dan proses budidayanya,” tuturnya. Video-video itu bisa dibuat singkat alias tidak lebih dari semenit. “Video itu bisa diunggah di berbagai platform sosial media seperti instagram, youtube short, dan tiktok,” tutur alumnus Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya itu.
Menurut Heptari para petani bisa juga bekerja sama dengan pemengaruh yang tertarik dengan produk ramah lingkungan dan pemasaran. Cara lain dengan mendatangkan para konsumen langsung ke kebun dengan konsep agrowisata.