Alfi Irfan
Omzet Rp20-juta per bulan dari olahan rempah dan singkong.
Kesibukan tampak di ruang utama dan dapur rumah dua lantai itu. Ada yang mencuci dan merajang rempah-rempah seperti jahe merah, cabai jawa, cengkih, lada hitam, kayu manis, dan bunga lawang. Yang lain merebus beberapa campuran rempah di wadah sambil sesekali mengaduk, serta mengemas dalam plastik aluminium foil dan kardus. Di ruangan itulah bisnis Alfi Irfan bemula.
Pria berusia 24 tahun itu memproduksi 150 pak bahan minuman—berupa serbuk herbal per hari atau rata-rata 3.500 pak per bulan. Alfi Irfan menjual Rp15.000 per pak bahan minuman herbal. Setiap pak terdiri atas lima saset masing-masing berbobot 20 gram. Kini ia mampu menjual minuman herbal itu sebanyak 1.166—2.000 pak per bulan sehingga beromzet Rp17,5-juta—Rp30-juta per bulan. Menurut Alfi pesanan meningkat 150% saat bulan puasa.
Hangat
Dalam kondisi normal, Alfi menghasbiskan 15 kg jahe merah untuk sekali produksi atau 350 kg per bulan. Namun, ketika permintaan melonjak, ketika bulan puasa, misalnya, kebutuhan jahe merah mencapai 35 kg per hari. Agar mutu rimpang terjamin, ia menanam sendiri di lahan seluas 1.500 meter persegi dan bekerja sama dengan beberapa petani jahe merah di Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Pengusaha muda di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, itu mensyaratkan rimpang panen tua, yakni umur 8 bulan, berwarna merah terang, tanpa gerekan hama. Jahe hasil panen tua cenderung pedas daripada rimpang hasil panen muda. Menurut pria yang hobi berorganisasi dan jalan-jalan itu tidak mudah untuk mendapatkan rasa yang pas sesuai selera konsumen. Pada awal usaha Alfi menemui banyak masalah, seperti rasa yang terlalu pedas.
Ia mengemas bahan minuman herbal berbentuk serbuk berbobot 20 gram. Konsumen yang hendak menikmati minuman itu tinggal mencampurkan dengan 200 ml air hangat, mengaduk, dan meminumnya. Ia meramu jahe dengan beragam rempah menjadi minuman yang khas. Pria kelahiran Jakarta 17 Mei 1992 itu menjual minuman rempah kepada 36 pedagang dan 159 toko berbagai daerah seperti, Jakarta, Bandung, Tangerang, dan Bogor.
Minuman berbahan utama jahe merah itu dapat menghangatkan tubuh sehingga cocok diminum di daerah dingin. Alfi berencana memasarkan minuman itu ke daerah dingin seperti Wonosobo, Jawa Tengah, dan Malang, Jawa Timur. Rempah lain seperti cabai jawa mampu meningkatkan stamina tubuh karena memiliki efek stimulan terhadap sel saraf. Usaha meracik minuman herbal bermula pada 2014.
Semula ia meracik delapan rempah—antara lain jahe, cengkih, lada—hasil belanja di Pasar Induk Keramatjati, Jakarta Timur. Teman kuliah dan keluarga adalah orang yang setia menjadi pencicip minuman racikannya. Mereka tidak sekadar mencicip, tetapi memberikan kekurangan dari minuman racikannya itu. Kebanyakan mengomentari tentang tingkat kemanisan dan kepedasan.
Produksi opak
Beberapa orang yang mencicipi ramuannya, mengatakan terlalu manis dan lainnya mengetakan sebaliknya, begitu juga dengan tingkat kepedasan. Menurut Alfi rasa manis itu tercipta dari gula jawa, sedangkan rasa pedas dari jahe merah. Anak ke-3 dari empat bersaudara itu beberapa kali mengubah komposisi kedua bahan itu sampai akhirnya mendapatkan citarasa yang pas.
Kini ia bekerja sama dengan petani dan kelompok tani wanita berdaya di Desa Benteng, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, untuk memproduksi bubuk minuman herbal itu. “Saat permintaan meningkat maka semakin banyak warga yang dapat bekerja di rumah produksi itu,” ujar pemilik perusahaan Agrisocio itu. AgriSocio merupakan perusahaan yang menciptakan produk dan jasa pertanian.
Perusahaan itu bekerja sama dengan petani sehingga meningkatkan produktivitas dan kualitas produk pertanian serta membuat nilai tambah bagi produk pertanian desa. Selain membuat minuman hangat berbahan dasar rempah, Alfi juga membuat penganan berbahan dasar singkong. Makanan ringan khas Bandung, Jawa Barat, itu sohor dengan sebutan opak. Selama ini opak hanya sebatas penganan tradisional.
Namun, di tangan Alfi opak menjadi camilan berkelas. Citarasanya khas, gurih sehingga pas sebagai kudapan. Menurut Alfi pengolahan dan pengemasan dengan baik menyebabkan camilan itu memiliki nilai jual yang lebih tinggi. Ia menjual keripik Rp7.000 per kemasan isi 50 gram—terdiri atas puluhan lembar opak berbentuk persegi panjang dengan ukuran 2,5 cm x 5 cm. Itu berbeda dengan opak pada umumnya yang bulat dan tebal.
Adapun harga opak lain yang bukan produksinya di toko hanya Rp15.000 per 250 gram. Konsumennya adalah toko yang menjajakan oleh-oleh, pameran, dan usaha kecil menengah di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Dengan harga jual Rp7.000 per 50 gram, maka omzetnya mencapai Rp7-juta—Rp15-juta per bulan. Ia mampu menjual 1.000—2.100 kemasan opak per bulan.
Pengusaha muda itu bekerja sama dengan beberapa petani di Bandung untuk memenuhi kebutuhan singkong. Alfi mensyaratkan umbi singkong berumur 9 bulan, diameter 10 cm, dan umbi berwarna putih bersih. Setiap hari alumnus Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor di Bandung, Jawa Barat itu mampu memproduksi 12,5—14 kg opak atau 250—280 kemasan siap jual per hari. (Ian Purnama Sari)