Durian cangkis bakal menjadi pesaing perwira dari tanah Majalengka.
“Coba durian ini, rasanya tak kalah dengan perwira,” ujar Muhammad Iding seraya menyodorkan satu juring durian. Perwira durian unggul nasional sohor asal Kecamatan Sindangwangi, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat. Menurut Hikmat Sumantri SP, praktikus pertanian di Majalengka, perwira menjadi favorit para maniak durian lantaran berdaging buah tebal, warna kuning menggoda, dan rasanya manis agak pahit.
Wajar jika harga perwira lebih mahal. “Jika durian lain dihargai Rp20.000—Rp25.000, perwira mencapai Rp35.000—Rp40.000 per buah,” kata Iding. Trubus pun mengambil sepongge durian yang Iding sodorkan. Serta merta rasa manis menyergap mulut. Daging durian begitu tebal karena berbiji kempis alias hepe membuat langit-langit mulut terasa penuh.
Kulit tipis
Ukuran pongge durian itu tergolong besar. Itu karena satu juring hanya terdapat 1—3 pongge durian. Keunggulan lain pongge durian tidak lengket saat dipegang. Hikmat yang mendampingi Trubus lalu mencoba memasukkan sepongge durian ke dalam saku kemejanya. “Daging buah tidak menempel saat dimasukkan saku,” kata Hikmat. Itu ciri durian mempunyai tekstur kering dan pulen.
“Durian ini namanya cangkis alias cangkang ipis,” tutur Iding. Nama cangkang ipis dalam bahasa Sunda merujuk pada kulit buah yang tipis. Kulit buah yang tipis memang menjadi musabab Iding melekatkan nama cangkis. Tebal kulit serta kulit antarpongge hanya 0,5—1 cm. Bandingkan dengan tebal kulit perwira bisa mencapai 3—5 cm.
Sepongge cangkis itu menuntaskan rasa penasaran selama tiga tahun. Informasi mengenai durian cangkis sejatinya sudah didapat sejak 2009. Namun, saat itu baru ada dua buah cangkis dari satu pohon yang belajar berbuah dan masih mengkal. Setahun kemudian, perburuan pun gagal karena lagi-lagi hanya sebuah durian mengkal tersisa. Baru pada tahun ketiga, Trubus dapat menikmati kelezatan cangkis.
Sebaris kalimat dari Iding via pesan singkat mengabarkan cangkis tengah berbuah. Trubus pun bergegas menuju lokasi kebun yang ditempuh selama 5 jam dari Jakarta. Perburuan kali ini membuahkan hasil. Iding rupanya tengah panen dan menyisakan buah matang. Keunggulan cangkis nyatanya bukan hanya cerita, tapi benar adanya.
Menurut Iding cangkis sejatinya sudah dikenal sejak 1988. Daging buahnya yang tebal, berbiji hepe, dan rasa manis legit membuatnya menjadi incaran maniak durian. “Durian kerap habis dipesan saat masih di pohon,” tutur Iding. Sayangnya, perwira lebih dulu dikembangkan oleh masyarakat di Sindangwangi sehingga cangkis kalah sohor. Apalagi jumlah buah saat musim panen terbatas karena hanya mengandalkan pasokan dari sebatang pohon yang kini berumur 35 tahun. Setiap panen pohon asal dari biji itu mampu menghasilkan 100 buah yang seluruhnya ludes dipesan konsumen.
Lahan miring
Potensi besar itulah yang mendorong Iding mengebunkan cangkis pada 2005. Ia memilih lahan berkemiringan 300 di Sindangwangi, Kabupaten Majalengka, untuk kebun. Tujuannya agar air hujan mengalir dan tidak menggenangi perakaran. Menurut Hikmat, air hujan yang menggenangi area perakaran membuat rasa durian hambar. Agar proses fotosintesis maksimal, Iding pun memilih lahan dengan kemiringan lereng menghadap ke arah matahari terbit atau timur.
Menurut Iding, lahan yang menghadap timur mampu berproduksi 50% lebih tinggi ketimbang lahan miring yang menghadap ke barat. Keunggulan lain persentase keberhasilan bunga menjadi buah tinggi 30—35% dibandingkan dengan lahan yang menghadap barat, yakni hanya 20% . Hingga saat ini total populasi cangkis di kebun Iding mencapai 100 pohon berumur 7 tahun. Bibit berasal dari hasil perbanyakan sambung pucuk.
Iding mengebunkannya secara intensif dengan jarak tanam longgar yakni 10 m x 10 m. Sebagai sumber nutrisi, Ia memberikan 0,5 kg NPK per pohon setiap 3 bulan. Pupuk itu ditaburkan pada piringan berjarak 30 cm dari pangkal pohon. Setiap tahun dosis pupuk naik 100—200 g per pohon. Ia juga memberikan 30 kg pupuk kandang per pohon setahun sekali. Setiap tahun dosisnya naik 10 kg.
Menurut ahli pupuk dari Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Jawa Tengah, Ir Kharisun PhD, bahan organik yang ditambahkan itu berperan memperbaiki kondisi kimia, fisik, dan biologi tanah. Agar pertumbuhan tanaman optimal, Iding juga menyemprotkan larutan pupuk daun dengan konsentrasi 25—30 ml yang dicampur 14 liter air. Itu cukup untuk 50 pohon.
Pekebun itu menyemprotkan pupuk daun ke seluruh permukaan daun. Setiap tahun dosis peyemprotan dinaikkan dua kali lipat. Artinya, 14 liter larutan yang semula cukup untuk 50 pohon, pada tahun berikutnya hanya untuk 25 pohon. Untuk menjaga sanitasi kebun, penyiangan gulma rutin dilakukan setiap 3 bulan sekali.
Miring
Cangkis mulai belajar berbuah pada umur 5 tahun. Namun, saat berbuah perdana Iding hanya mempertahankan 2—3 buah per pohon. Musim panen biasanya bulan November—Desember. Tahun berikutnya, ia meningkatkan produksi menjadi 5—6 buah per pohon. Menurut Iding sebuah pohon berumur 10 tahun menghasilkan 10—12 buah. “Tahun depan ditargetkan mampu dihasilkan 700 buah cangkis atau 7 buah per pohon,” katanya.
Iding sengaja mempertahankan sedikit buah per pohon untuk menjaga kualitas rasa dan ukuran buah. Dengan perlakuan itu, bobot cangkis rata-rata bisa mencapai 2 kg per buah. Iding menjual cangkis setara harga perwira, yakni Rp35.000—Rp40.000 per buah. Harga jual itu tak mengurungkan Dra Sofiah Hadi, maniak durian dari Rajagaluh, Kabupaten … yang sengaja datang untuk mencicip cangkis. Kini harum perwira tidak menguar sendiri dari tanah Sindangwangi. Ada cangkis yang turut mendampingi. (Faiz Yajri, kontributor lepas Trubus di Jakarta)
FOTO:
- Iding kebunkan 100 pohon cangkis sejak 2005
- Hamparan durian cangkis durian unggulan baru dari Sindangwangi selain perwira
- Cangkis alias cangkang ipis menjadi pesaing perwira yang lebih dahulu sohor
- Cangkis (kiri), perwira (kanan)
- Cangkis daging tebal dengan biji kempis atau hepe dan rasa manis
- Pohon induk cangkis berusia 35 tahun mampu hasilkan 100 buah per tahun