Thursday, July 10, 2025

Cerita Mereka Berburu Pengetahuan

Rekomendasi

“Bagaimana rasanya?” tanya Rina Kania Dewi melalui pelantang suara kepada para peserta pelatihan. Seerentak mereka menjawab, “Enak…,” sembari menunjukkan jempol tangan kanannya. Seorang peserta berteriak lantang, “Lebih enak daripada ayam goreng.” Mereka baru saja menyelesaikan resep kedua jamur katsu berbahan baku jamur tiram. Mula-mula Rina, pengusaha olahan jamur, menjelaskan resep jamur katsu lalu tahap demi tahap mengolahnya.

Peserta lalu mempraktikkan olahan baru itu. Setelah jamur katsu matang, mereka mencicipi hasil karyanya dan lezat. Mereka berasal dari Kecamatan Julok dan Indramakmur, keduanya di Kabupaten Aceh Timur, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Pelatihan berlangsung selama tiga hari sejak 6 November 2024. Penyelenggara pelatihan itu Kelas Trubus, salah satu divisi di PT Trubus Swadaya, penerbit Majalah Trubus bekerja sama dengan PT Medco E&P Malaka, dan Medco Foundation.

PT Medco E&P Malaka (Eksploration dan Produktion, red) perusahaan minyak dan gas pertama yang berhasil mengembangkan gas di Blok A, Aceh Timur setelah perdamaian Aceh. Perusahaan itu mengembangkan lebih dari 450 kaki kubik (BCF) cadangan gas untuk memenuhi kebutuhan industri pupuk di Aceh dan industri lainnya di Sumatra Utara. Lokasi pertambangan sekitar 30 km arah barat dari ibukota Kabupaten Aceh Timur, yakni Idi Rayeuk.

Lebih sejahtera

Pelatihan olahan jamur berlangsung di Rumah Pemberdayaan Ibu dan Anak (RPIA) di Desa Ladangbaro, Kecamatan Julok, Aceh Timur. Manager of Field Relations and Security PT Medco, Andri Hapsari, mengatakan, “Tim Trubus jauh-jauh datang ke sini untuk memberikan ilmu pengetahuan yang bermanfaat.” Menurut Andri dalam sambutannya, pelatihan bertujuan meningkatkan kesejahteraan warga di sekitar tambang. “Agar tingkat ekonomi warga meningkat,” ujar Andri.

Peserta pelatihan membuat jamur katsu. (Foto: Kelas Trubus)

Warga, jumlahnya 21 orang, menyambut gembira pelatihan itu. Lihatlah Liana Hasanuddin yang menjadi bidan di Puskesmas Julok, wajahnya berbinar mengolah jamur tiram. Begitu mendapat informasi pelatihan, Liana bergerak cepat untuk memperoleh izin dari atasan dan suaminya. “Setelah ikut pelatihan  ini insya Allah saya praktikkan karena merupakan makanan sehat,” kata Liana sembari memeras irisan jamur. Ia juga berencana menyebarkan informasi yang diperoleh selama mengikuti pelatihan kepada keluarga pasien untuk mengonsumsi olahan jamur.

Siti Fatimah tak kalah antusias. Guru Biologi di SMK Negeri 1 Indramakmur, Aceh Timur, itu mengikuti pelatihan untuk memperkaya pengetahuan. Bagi Fatimah pengolahan jamur menjadi aneka penganan merupakan hal baru. “Kami jadi tambah ilmu dan tahu olahan jamur,” kata Fatimah. Peserta lain juga demikian. Lazimnya mereka hanya menumis jamur. Namun, setelah mengikuti pelatihan mereka mengetahui jamur dapat diolah menjadi katsu, naget, satai, tepung, bahkan minuman.

Sementara Yusnidar Basya dari Blangnisam, Aceh Timur, memilih berhenti berjualan lontong selama tiga hari untuk mengikuti pelatihan.  Keruan saja potensi pendapatan dari berjualan penganan itu hilang. Namun, ia tak kecewa. “Semua itu harus ada pengorbanan,” kata Yusnidar yakin. Ia berharap dapat mempraktikkan pengetahuan selama mengikuti pelatihan sehingga dagangannya pun bertambah.

Antusias

Dari Blangnisam, Aceh Timur, Nur Halimah juga datang mengikuti pelatihan. Ia tengah mengandung anak ketiga. Usia kehamilannya enam bulan. Sudah begitu, Halimah juga membawa anak keduanya yang baru berumur 3 tahun. “Duduk berlama-lama sebetulnya panas, tidak nyaman. Tapi saya suka mengikuti pelatihan ini, seru,” kata Nur Halimah yang mendapat teman baru dari berbagai desa di Julok. Ia baru mengetahui olahan jamur yang variatif. “Cocok untuk camilan anak karena lebih sehat,” katanya. 

Jamur tiram putih dapat diolah menjadi beragam penganan. (Foto: Kelas Trubus)

Para peserta pelatihan sangat antusias belajar aneka olahan jamur dan lele. Sejatinya peserta olahan jamur bukan hanya perempuan. Terdapat tiga peserta pria yang mengikuti pelatihan. Meski era informasi, warga lebih senang belajar langsung dari ahlinya. Menurut peserta model pelatihan sangat menarik karena bukan hanya teori di kelas. Mereka juga harus mempraktikkan empat resep olahan jamur.

Panitia menyediakan berbagai perlengkapan dan bahan baku. Setelah Rina menjelaskan langkah pengolahan, barulah mereka—terbagai dalam empat kelompok—praktik mengolah jamur tiram.  Panitia membatasi hanya empat resep karena keterbatasan waktu. Meski demikian mereka sangat bunga memperoleh pengetahuan baru. Seperti peribahasa Latin yang berbunyi, Non scholae, sed vitae discimus. Ya, kita belajar bukan untuk sekolah melainkan untuk hidup. (Sardi Duryatmo)

Artikel Terbaru

Semester I 2025, Business Matching Kemendag Dorong Ekspor UMKM Capai USD 87,04 Juta

Trubus.id - Kegiatan penjajakan kesepakatan bisnis (business matching) yang diinisiasi Kementerian Perdagangan berhasil mencatatkan total transaksi sebesar USD 87,04...

More Articles Like This

- Advertisement -spot_img