Melihat panen madu dengan mata kepala sendiri memang langka. Itulah yang dialami Trubus beserta rombongan ketika berkunjung ke sebuah kebun rambutan seluas 1 ha di Desa Marengmang, Kecamatan Kalijati, Kabupaten Subang. Lokasi itu sekitar 38 km dari Cikampek ke arah tenggara. Ternyata memanen minuman dewa-sebutan madu pada masa Romawi kuno-tak serumit yang dibayangkan. ‘Mudah ya, tak perlu menggunakan masker,’ kata Muhammad Mufid, peserta rombongan.
Lebah yang diternak oleh Bambang Soekartiko itu tak seganas lebah alam. Ia Apis mellifera yang banyak dibudidayakan. ‘Cukup diasapi, tubuhnya lemas. Sengatannya tak lagi berbahaya,’ kata Bambang. Sedangkan lebah yang ganas ialah Apis dorsata dan lebah alam lain. Sarang mereka menggantung di dahan pohon membentuk kubah terbalik. Diperlukan masker tertutup dan nyala api untuk memanennya.
Ekstraksi
Panen dilakukan bila sisiran sarang berisi madu telah tertutup lilin. Itu terlihat setelah sisiran sarang dientakkan dan lebah jatuh ke dasar kotak. Bila lebah masih tersisa, bersihkan sisiran dengan sikat lebah. Maka terlihatlah ribuan sel sarang penuh madu. Sebagai patokan, panen bisa dilakukan bila lebih dari 1/3 sel sarang tertutup lilin. ‘Saat itu kadar air madu kurang dari 20%. Ia siap panen,’ kata alumnus Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor itu.
Agar madu lancar diambil, lilin penutup sel sarang dikupas dengan pisau bersih. Sisiran tanpa lilin dimasukkan ke dalam ekstraktor. Satu ekstaktor memuat 4 sisir. Madu ‘diperas’ keluar dari sel dengan memutar tungkai pada ekstraktor. Cairan manis yang tumpah ke dasar lantas ditampung dalam drum dengan membuka keran.
Sayang rombongan yang diundang oleh Peternakan Lebah Bina Apiari itu berkunjung saat Ramadhan, akhir tahun lalu. Akibatnya madu tak bisa dicicipi langsung dari sarang. Namun, kami tak kehilangan akal, kupasan lilin diboyong ke rumah masing-masing. Rasanya, ‘Ehm, manis dan lezat,’ kata Suci Puji suryani, bagian pengembangan Trubus berkomentar.
Pindah tempat
Menurut Bambang, ritual panen madu itu tak bisa berlangsung di satu tempat. Pasalnya, masa subur bunga di suatu tempat tidak berlangsung sepanjang tahun. Karena itu lebah digembalakan dari satu tempat ke tempat lain yang bunganya melimpah. Sebelum di Subang, Bambang menggembalakan lebahnya di Sukorejo, Jawa Tengah.
Daerah pengembangan berikutnya Lido, Sukabumi. Di sana terdapat lahan jagung siap berbunga. ‘Begitu bunga jagung habis, koloni lebah pindah lagi. Begitu seterusnya,’ kata Bambang. Berikut kegiatan panen madu yang terekam Trubus. (Destika Cahyana)