Indonesia mempunyai 570 kawasan konservasi dengan total luas lahan 27 juta hektare. Apa hubungannya dengan agribisnis? Ternyata ada hubungan langsung dan berbanding lurus. Makin bagus konservasi, makin maju pula agribisnis, agroindustri, bahkan agromaritim. Dalam forum multipihak Dangku Meranti di Palembang, Provinsi Sumatera Selatan, hal itu diterangkan. Pembicara bernama Gunung Nababan menguraikan pengalamannya dalam pelestarian Karimunjawa.
“Makin terjaga hutan, makin bagus pula tangkapan ikan, bahkan panenan rumput laut,” kata Gunung. Jadi, 11.000 warga yang mendiami pulau kecil di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, itu perlu disadarkan. Mereka tidak punya lahan selain pulaunya, dan itulah kawasan konservasi yang harus dicintai.
Singkatnya semua orang harus menjaga habitatnya. Mudah sekali bilang cinta pada lingkungan. Namun, perlu pelaksanaan 24 jam dalam sehari sepanjang hidup ini.
Masyarakat sejahtera
Apa yang dapat dilakukan oleh petani, nelayan, pegawai negeri, aktivis masyarakat, media massa, bisnis, dan industri? Kita bisa merumuskan tugas masing-masing, sesuai kompetensi, peran dan kesempatan masing-masing. Di lapangan agribisnis tentu jelas. Ada optimalisasi produksi, ada pembelajaran terus menerus. Yang paling penting ada redefinisi, merumuskan peran dan memperbaiki kinerja. Bisa terkait durian, ikan lele, maupun persawahan, dan tumpang sari.
Di Purbolinggo, Provinsi Lampung, ada contoh menarik. Sekelompok petani padi melakukan redefinisi peran untuk meningkatkan kompetensi dan produktivitasnya. Di Sumatera Selatan juga ada upaya besar. Sekelompok perusahaan swasta membentuk forum multipihak. Mereka sadar, tugasnya lebih dari meningkatkan kinerja perusahaan. Bukan hanya kelapa sawit dan hutan tanaman industri yang harus maju, tapi lingkungan harus sehat dan masyarakat kian sejahtera.
Untuk itu, perlu langkah-langkah sederhana. Namun konsisten, bersungguh-sungguh dan berkelanjutan. Petani paling sederhana pun perlu mendapat kesempatan. Mereka bisa tampil lebih produktif, inovatif, dan berwiradaya. Ujung-ujungnya badan lebih sehat, umur lebih panjang, hidup sejahtera dan bahagia.Tentu pertanyaannya, bagaimana caranya? Apa yang harus ditempuh, siapa yang wajib membantu dan hasil-hasil apa yang dapat dicapai.
Cita-cita perlu ditanamkan, semangat perlu dikobarkan, peta jalan perlu dibangun dan dicanangkan. Ada gambaran jelas dan realistis yang ingin dicapai. Ada metodologi yang harus dilaksanakan. Namun, juga ada tenaga, ada modalitas dan kesanggupan untuk bekerja, meningkatkan kinerja dari hari ke hari. Forum Konservasi Dangku – Meranti meliputi kawasan 1 juta hektare di Sumatera Selatan dan Jambi.
Awalnya diinisiasi oleh Zoological Society of London (ZSL). Organisasi penyayang satwa dari Inggris itu terpanggil untuk menyelamatkan harimau sumatera. Untuk itu didirikan kantor perwakilan di Palembang dan Jambi. Pendukungnya adalah tenaga ahli–seputar 80 orang Indonesia. Semua pencinta satwa liar, dan punya keahlian di bidang pendidikan lingkungan. Sekarang hampir semua kawasan konservasi dikelilingi oleh kegiatan bisnis. Ada pertambangan, ada juga kebun kelapa sawit, dan hutan tanaman industri.
Harimau sumatera
Untuk membangun lingkungan hidup yang sehat, diperlukan titik masuk yang tepat. Masyarakat internasional memilih harimau sumatera Panthera tigris sumatrae. Dengan menyelamatkan harimau, konsekuensinya adalah mempertahankan hutan. Rimba harus terjaga. Hutan sumber air, sumber oksigen, bahkan paru-paru dunia. Kalau hutan diselamatkan, populasi babi hutan tidak akan meledak, menjadi hama yang merusak ladang, kebun dan sawah petani.
Mengapa? Sebab masih ada harimau yang melahap babi hutan dan anak-cucunya. Untuk itulah ZSL bersikukuh mempertahankan harimau sumatera. Namun, organisasi internasional seperti ZSL tidak mungkin seterusnya berada di Sumatera. Program penyelamatan harimau itu diharapkan berjalan terus. Kegiatan organisasi dijadwalkan hanya sampai 2020. Tantangannya sekarang, bagaimana bangsa Indonesia bisa melindungi lingkungan hidup dengan inisiatif sendiri.
Selama ini, kita bisa melihat dukungan, dorongan, bahkan bantuan langsung dari badan dunia dan LSM internasional. Untuk melanjutkan perjuangan melindungi habitat itulah dibentuk forum multipihak. Pemerintah sebagai regulator, pelaku bisnis dan industri, lembaga swadaya masyarakat, dan akademisi, didorong untuk berkolaborasi. Forum itu diharapkan dapat mencegah perusakan hutan, pembakaran lahan, dan pembantaian satwa. Bagaimana caranya?
Tentu dengan mempromosikan manfaat hutan sebagai sumber plasma-nutfah. Ada flora dan fauna yang bisa membantu manusia, baik sebagai sumber obat, makanan, maupun penopang peradaban. Kalau kita perhatikan produk-produk hutan saat ini didominasi madu dan kerajinan tangan. Bisa peralatan rumah tangga, komponen sandang, maupun bahan baku industri. Padahal, produk utama hutan yang paling kelihatan adalah sungai. Kalau sungainya bersih, airnya bagus, panen ikannya pun berlimpah dan sehat.
Jadi perikanan, peternakan, bahkan manusia memerlukan air sebagai produk utama dari pelestarian kawasan. Kawasan Dangku Meranti bisa menjadi contoh awal, bagaimana konservasi berkaitan langsung dengan produksi pangan maupun sandang. Tentu saja, bila forum berhasil dan kolaborasi dapat terbangun. Seorang kepala desa Pangkalanbulian, Kabupaten Musibanyuasin bercerita berhasil membangun kerja sama dengan sebuah perusahaan multinasional.
“Forum multipihak bisa memberi kesempatan pada petani dan pekebun mendapat bantuan dari perusahaan besar,” katanya. Memang ada program-program tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility, yang membangun fasilitas irigasi, sarana pertanian, bibit unggul maupun kebutuhan hortikultura. Dalam banyak contoh yang berhasil, korporasi bisa membantu agribisnis, baik untuk penyediaan beasiswa pertanian, pengolahan hasil panen maupun pemasarannya.
Jadi, konservasi lahan membuka banyak peluang untuk kemajuan peternakan, pertanian, dan agrikultur pada umumnya. Boleh dicatat pelajaran untuk remaja. “Kalau kita menanam pohon di gunung, ikan laut pun lebih lezat rasanya.” “Untuk kawasan konservasi Dangku Meranti, para pengusaha swasta yang memanfaatkan Hak Guna Usaha (HGU) telah diberi pelatihan untuk mengenali keaneka-ragaman hayati dan kualitas air.
Itulah langkah awal yang diberikan oleh Fae, sahabat baru saya yang menjadi petugas penyuluhan forum multipihak itu. Semoga konservasi benar-benar menguntungkan semua pihak dan membuat lingkungan hidup lebih berharga, lebih produktif, lestari dan dicintai.***
*) Budayawan, kolumnis Trubus sejak 2001, aktivis Tirto Utomo Foundation dan kebun organik Jababeka, Cikarang.