Membesarkan hewan untuk memenuhi permintaan kurban dan akikah. Omzet miliaran rupiah.
Trubus — Bulan sibuk bagi Abdul Latif, S.K.M. adalah Idul Adha. Ketika itulah ia sibuk melayani permintaan hewan kurban. Bayangkan, Latif menjual setidaknya 150 sapi serta 300 kambing atau domba menjelang Idul Adha. Tak jarang orang memberikan panjar dua bulan sebelum hari raya. Tujuannya agar ketika Idul Adha tiba, bobot ternak meningkat. Harga jual sapi Rp18 juta—Rp 80 juta per ekor.
Peminat kambing pun tak kalah banyak karena harganya lebih murah, yakni Rp12 juta—Rp20 juta per ekor. Pria yang berprofesi utama sebagai aparatur sipil negara itu mengatakan, Idul Adha momen penyumbang omzet terbesar.
Tingkatkan bobot
Pada Idul Adha 2018 misalnya, Latif meraup omzet hingga Rp3 miliar dari perniagaan ternak kurban. “Omzet paling tinggi memang ketika bulan kurban, per bulan margin keuntungan hanya 20—30% dari omzet,” kata pemuda kelahiran Jakarta, 28 Agustur 1984 itu. Latif lebih fokus pada pembesaran sapi, kamping, dan kerbau untuk mempersiapkan ibadah kurban.
“Tujuannya lebih kepada ibadah. Membantu mempersiapkan hewan kurban yang terbaik bagi masyarakat yang mau kurban,” kata Latif. Menurut pria 35 tahun itu penjualan sehari-hari di luar Idul Adha, misal untuk akikah tidak begitu tinggi. Di luar Idul Adha ia melayani rata-rata 1—2 sapi dan 10 kambing per bulan. Latif membesarkan satwa ruminansia itu di atas lahan seluas 2.400 m².
Ia sangat memperhatikan kenyamanan dan kebersihan kandang ternak-ternaknya. “Bila ternak sudah nyaman, pertumbuhan makin baik,” kata alumnus Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia itu. Latif memberikan pakan ampas tahu dan hijauan sebanyak dua kali sehari, serta pemberian vitamin setiap pekan. Itu efektif meningkatkan bobot ternak. Perningkatan ternak sapi milik Latif mencapai 1,5 kg per hari. Salah satu sapi jenis limosin pernah mencapai bobot 1 ton.
Menyaksikan pertambahan bobot ternak-ternaknya memberikan kepuasan tersendiri bagi Latif. Ia makin termotivasi dalam menigkatkan kualitas kandang dan perawatan hewan ternaknya. “Harapannya kandang bisa makin luas. Jadi, makin lega agar ternak-ternak lebih senang dan sehat. Dengan begitu permintaan juga lebih bisa terpenuhi apalagi ketika Idul Adha,” kata Latif.
Kesehatan ternak-ternak di kandang tidak perlu diragukan. Latif rutin memberikan vaksin rutin kepada setiap ternaknya. Meski telah divaksin, terkadang ternak Latif masih ada yang terserang penyakit seperti cacingan, penyakit paru-paru, dan gangguan pencernaan. Beruntung bekal ilmu pengetahuan Latif selama kuliah, mampu mengatasi permasalahan ternaknya. “Paling saya tingkatkan intensitas pemberian vitamin agar lebih bugar,” ujar pria kelahiran Jakarta 35 tahun silam itu.
Ternak mandi
Latif juga memandikan mereka dua kali setiap hari pada pagi dan sore supaya tetap bersih tidak mudah sakit. Ia tidak lagi terjun ke pinggi-pinggir jalan untuk menjajakan ternaknya. Sejak membangun kandang pada Maret 2015, banyak pembeli datang langsung ke kandang di Kelurahan Petukangan, Kecamatan Pesanggrahan, Jakarta Selatan. Padahal, Latif hanya promosi lewat media sosial.
Menurut Latif, “Dengan kandang yang bersih, pembeli juga tidak segan untuk berkunjung. Mereka jadi lebih bebas memilih.” Pengurus Kwartir Nasional Gerakan Pramuka itu menerapkan kebersihan kandang dengan mengumpulkan kotoran ternak menjadi satu. Ia tidak memperjual belikan kotoran ternak, orang dapat mengambil gratis.
Sebelum membangun kandang, bertahun-tahun Latif menjajakan hewan ternak di pinggir jalan. Latif menuturkan, beternak di ibu kota Jakarta lebih mudah, karena permintaan jauh lebih banyak. Ketersediaan pakan pun lebih mudah dicari. Menurut Latif di Jakarta sangat mudah menemukan rumput untuk pakan secara cuma-cuma. Namun, sering terkendala cuaca. Saat kemarau hijauan berkurang. “Pabrik tahu juga lebih banyak di sini,” kata Latif. Kendala lain yang dihadapi Latif sebagai peternak di ibu kota adalah sumber daya manusia (SDM).
“Mendapatkan sumber daya manusia yang mau berkomitmen lebih sulit di sini. Kami harus membayar lebih mahal. Mau tidak mau memang kami jadikan aset. Merekalah yang lebih banyak berurusan langsung dengan hewan,” ujar ayah dua anak itu. Pengiriman ternak juga menjadi pertimbangan lain Latif. Ia memilih untuk mengantarkan ternaknya hanya di wilayah Jakarta dan sekitarnya dibandingkan dengan harus membebani pelanggan untuk mengganti ongkos kirim yang mahal. (Hanna Tri Puspa Borneo Hutagaol)