
Daging buah kuning terang, tebal, dan rasa legit modal durian milik Suwarno menjadi terbaik seantero Karanganyar, Jawa Tengah.
“Ini benar-benar monthong rasa lokal. Tekstur daging buah selembut es krim. Rasanya manis bercampur legit,” tutur pakar durian di Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara, Dr Lutfi Bansir SP MP. Pantas bila Lutfi menyetarakan durian milik Suwarno dengan monthong. Ketebalan daging buah mencapai 1,5 cm. Biji kempis.
Durio zibethinus itu menjadi lebih istimewa karena saat kita melahapnya muncul sensasi gurih yang tidak ditemui di monthong. Tujuh juri—termasuk Lutfi—pada kontes durian yang digelar di Karanganyar pada pertengahan Maret 2014 itu pun sepakat menobatkan raja buah milik Suwarno sebagai juara pertama.

Tujuh sentra
Pesaing terberat datang dari durian asal Matesih, Karanganyar. Sosok juara kedua andalan Parno itu juga istimewa: daging buah kuning cerah dan tebal. Sayang, rasanya hanya manis tanpa embel-embel rasa lain. “Nuansa durian lokalnya kurang, ini cocok buat kalangan wanita,” kata Lutfi. Maklum, menurut Ir Sri Rukmini, salah satu juri, kaum hawa lebih menyukai durian yang manis mirip monthong. Beda dengan kaum adam—terutama pecandu durian—yang memburu durian beragam variasi rasa: pahit, legit, atau gurih.
Pemenang 3 milik Sastro Padi menjadi favorit Bupati Karanganyar, Juliyatmono, yang hadir pada acara lomba. “Warna daging buah memang kalah jauh, tapi soal rasa lebih “nendang” dan lengket di lidah. Gigi serasa terbenam kala mengunyahnya,” kata Juliyatmono. Daging buah durian milik Sastro Padi berwarna putih kekuningan dan tebal. Menurut Lutfi, secara genetik durian berdaging buah putih kekuningan memang lebih legit dibandingkan dengan durian berdaging buah cerah: kuning atau kemerahan.

Kontes itu menyedot perhatian ratusan warga Karanganyar untuk memadati Balai Desa Matesih, Kabupaten Karanganyar. Menurut Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Perkebunan dan Kehutanan (Dispertanbunhut) Kabupaten Karanganyar, Siti Maesyaroch, durian dinilai dengan kriteria bentuk, bobot buah, tekstur daging, kematangan, warna daging buah, dan sifat unggul lainnya. “Ini upaya kami mencari durian unggul dari 7 kecamatan sentra,” kata Siti.
Tujuh kecamatan itu yakni Kecamatan Matesih, Jatipuro, Jumapolo, Jumantono, Ngargoyoso, Mojogedang, dan Tawangmangu. Di sana tercatat tumbuh 190.000 pohon durian. Dari jumlah itu 65.000 di antaranya berumur produktif dengan produktivitas total mencapai 20.000—22.000 ton per musim panen. Menurut Siti, masyarakat setempat—melalui pedagang durian—secara tidak sadar juga melakukan seleksi buah. Buktinya di setiap daerah muncul durian unggul lokal dengan nama lokal. Sebut saja bodong di Jatipuro; gundul dan jingga di Jumapolo; gendon di Jumantono; ledek di Matesih; dan arum kuning di Mojogedang.
Kontes diadakan pada Maret 2014 bertepatan dengan puncak musim durian tahun ini. “Biasanya durian mulai panen pada Desember, tapi kali ini musim panen dimulai pada Januari sehingga baru pada Maret semua durian unggul matang pohon,” kata Siti. Mundurnya masa panen itu karena musim penghujan panjang yang mendera Karanganyar selama 2013. Saat panen raya durian asal Karanganyar mengisi pasar durian di Solo dan Yogyakarta.

Kontes Magelang
Adu lezat sang raja buah juga digelar di Magelang, Jawa Tengah, sehari sebelum kontes Karanganyar. Di sana sebanyak 40 Durio zibethinus bersaing memperebutkan label terbaik. Bedanya bila di Karanganyar penjurian dilakukan terbuka satu putaran di hadapan khalayak umum, maka di Magelang penjurian berlangsung tertutup. “Juri bisa adu argumentasi menentukan yang terbaik. Seleksi juga dilakukan bertahap. Dari 40 besar dipilih 7 besar, lalu diseleksi lagi menjadi 3 yang utama,” kata kepala Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan Kabupaten Magelang, Ir Agus Liem.
Setelah melalui perdebatan alot durian bernomor 32 milik Sarindi dinobatkan menjadi yang terbaik. “Rasanya manis, lembut, dan sedikit pahit,” kata Lutfi Bansir yang juga menjadi tim penilai. Sementara juara 2 dan juara 3 direbut durian milik Darwoto dan milik Sukamin. Menurut Lutfi, yang mencolok dari lomba durian di Karanganyar dan Magelang ialah perbedaan ukuran buah. Di Karanganyar mayoritas buah berukuran besar dengan bobot di atas 3 kg. Sementara di Magelang buah berobot 2—3 kg. Diduga sifat itu berasal tetua-tetua durian di kedua wilayah itu yang berbeda.

Menurut Agus lomba durian itu digelar dalam rangkaian acara “Festival Durian Lokal dan Buah Eksotis Magelang 2014” di Kecamatan Candimulyo, Kabupaten Magelang. Candimulyo merupakan kecamatan sentra durian yang tersebar di 19 desa. Populasi di sana mencapai 12.000 pohon yang tersebar di pekarangan warga setempat dengan produktivitas 75—125 buah per pohon. “Durian asli Candimulyo terkenal lebih legit dibanding kecamatan lain,” kata Agus.
Maklum, tanah di Candimulyo lebih subur dibanding kecamatan lain karena termasuk wilayah yang terkena semburan abu vulkanik Gunung Merapi. Daerahnya juga berlereng sehingga air tanah tidak membuat daging buah menjadi basah. Daging buah durian asal Candimulyo terkenal kering. Menurut Agus, dengan potensi durian asal Candimulyo itu gelaran lomba diharapkan melahirkan durian unggul lokal untuk dikembangkan Magelang pada masa depan. (Ridha YK, kontributor Trubus)