Trubus.id–Perjalanan pulang menuju posko utama menjadi salah satu pengalaman paling mengesankan bagi Wendy Achmmad Mustaqim, S. Si, M.Si. Saat itu Wendy menjadi salah satu anggota tim yang menelusuri keanekaragaman hayati Ekspedisi NKRI Koridor Papua Barat 2016.
Suatu sore Wendy dan tim selesai mengeksplorasi kawasan hutan di Kampung Wandoki, Distrik Oransbari, Kabupaten Manokwari Selatan, Provinsi Papua Barat. Selanjutnya tim menuruni kaki Pegunungan Arfak.
Target perjalanan yang semula selama dua jam teryata meleset. Tim Wendy tiba di posko utama menjelang tengah malam. Bahkan sebelumnya Wendy dan rekan dinyatakan hilang karena tidak ada laporan saat sore.
“Saat itu hujan deras, hutan pun lebat, biasanya sinyal jelek,” kata dosen di Program Studi Biologi, Fakultas Teknik, Universitas Samudra, Kota Langsa, Provinsi Aceh, itu.
Spesies baru
Meski harus menempuh jarak yang lebih panjang, perjuangan Wendy dan rekan terbayar. Alasannya ia menemukan tumbuhan sejenis jambu yang berbuah saat perjalanan pulang.
Wendy dan pembimbing sudah bersepakat untuk mendokumentasikan dan mengambil sampel setiap tanaman yang berbunga dan berbuah. Ternyata jambu hutan yang tengah berbuah itu merupakan spesies baru.
“Baru berani menyatakan spesies baru itu pada awal 2019. Sebelumnya tidak ada kepikiran itu spesies baru,” kata Wendy.
Sebetulnya ia menduga tanaman itu spesies baru sejak 2017 karena tidak ada yang mirip dengan berbagai referensi. Setelah mempelajari literatur dan herbarium serta berdiskusi dengan para pakar terkait, Wendy membuat jurnal ilmiah terkait jambu baru itu.
Jurnal itu pun terbit pada 2020. Penulisan jurnal bekerja sama dengan guru besar botani hutan di Universitas Papua, Prof. Dr. Charlie Danny Heatubun, S.Hut., M.Si., FLS. dan Yee Wen Low (Singapore Botanic Gardens).
Wendy menyatakan dalam Telopea bahwa nama ilmiah jambu yang ditemukan itu yakni Syzygium oransbariense.
“Sebutan oransbariense mengacu pada nama distrik tempat ditemukan spesies itu yakni Distrik Oransbari,” kata magister biologi tumbuhan alumnus Institut Pertanian Bogor, itu.
Menurut Wendy S. oransbariense mirip Syzygium longipes. Perbedaan keduanya yakni tangkai daun S. oransbariense 0,5—3,5 mm, sedangkan S. longipes 3—8 mm.
S. oransbariense juga memiliki satu bunga dalam perbungaan. Adapun perbungaan S. longipes ada enam bunga. Perbedaan lainnya yaitu perbungaan S. oransbariense lebih pendek daripada daun.
Sementara perbungaan S. longipes lebih panjang dibandingkan dengan daun. Tumbuhan anyar yang ditemukan di lokasi berketinggian tempat 280 meter di atas permukaan laut (m dpl) itu berupa pohon kecil setinggi sekitar 6 m.
Kulit batang halus dan berwarna cokelat keabuabuan. Kelopak bunga jambu baru itu tidak terlihat. Biasanya berkorelasi dengan jumlah sepal. Benang sari banyak karena lebih dari 100.
Warna buah S. oransbariense yang belum matang putih krem, sedangkan menjelang matang berkelir merah di bagian bawah dan keputihan di bagian atas. Bentuk buah setengah membulat (subglobose).
Lebih lanjut Wendy menyatakan bahwa S. oransbariense endemik di semenanjung kepala burung, Kabupaten Manokwari Selatan.
“Status endemik bisa berubah misal ada penemuan tanaman itu di daerah lain, untuk saat ini masih endemik,” kata Wendy.
Status konservasi spesies yang ditemukan di hutan lembah yang lembap dan teduh itu data deficient (DD) berdasarkan rekomendasi yang diusulkan International Union for Conservation of Nature (IUCN). Meski begitu perlu penelitian lebih lanjut terkait status konservasi itu.
Musababnya belum ada eksplorasi secara botani di daerah sekitar tempat penemuan S. oransbariense. Apalagi hutan tempat jenis itu ditemukan belum terganggu dan tidak ada aktivitas manusia yang tercatat.
Lalu apa pentingnya kita mengeksplorasi hutan dan menemukan spesies baru? “Dari segi keilmuan eksplorasi itu sangat penting untuk mengenal sumber daya lokal,” kata Wendy. Untuk mengatakan misal di Papua Barat ada 30 Syzygium sp., maka perlu dilakukan eksplorasi. (Riefza Vebriansyah)