Dalam 10 tahun, Raden Haryo Ambarsuwardi SH MSi mengubah kondisi gersang menjadi rindang. Jerih payah itu berbuah penghargaan Kalpataru pada 2012.
Gersang dan berdebu. Itu kondisi Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunungkidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, ketika Raden Haryo Ambarsuwardi SH MSi menginjakkan kaki pertama kali di wilayah itu. Saat itu—pada 2002—ia baru dilantik sebagai camat di kecamatan dengan 11 desa itu. Pria asal Kabupaten Bantul, Provinsi Yogyakarta itu sempat syok melihat kondisi wilayah kerjanya. Bagaimana tidak, sejauh mata memandang, hanya tampak lahan terbuka yang berdebu. “Tanaman hijau menjadi barang langka,” kata Ambar.
Aktivitas penambangan batu gamping menjadi pemicu. Maklum, untuk mengeduk batu gamping, penambang mesti “mencukur” habis tanah dan semua yang tumbuh di atasnya. Setelah mengeruk gamping sampai ludes, penambang langsung berpindah ke lokasi lain. Bekas galian sebelumnya mereka tinggalkan begitu saja, menyisakan lubang-lubang menganga dan tanah terbuka. Saat kemarau, angin menerbangkan debu dari tanah bekas pertambangan. Pada musim hujan, air segera terbuang ke parit dan sungai tanpa ada yang meresap dalam tanah.

Penghijauan
Melihat kondisi itu, Haryo Ambar tak tinggal diam. “Penambangan terus—menerus tanpa reklamasi lahan bisa membahayakan masyarakat sekitar,” tuturnya. Pasalnya, tanah bekas galian labil dan mudah tererosi, sementara sumber air bersih pun kian menipis. Setahun berselang, Ambar pun melakukan gebrakan dengan melakukan penghijauan. Ribuan bibit tanaman kayu seperti mahoni, dan sengon serta bibit buah-buahan seperti rambutan dan mangga setinggi rata-rata 0,5 meter ditanam secara massal di Desa Sidorejo, Bedoya, Kenteng. “Selain untuk penghijauan, kelak masyarakat bisa memetik hasilnya,” kata Ambar.
Menurut ahli Silvikultur Institut Pertanian Bogor Dr Ir Irdika Mansur MForSc, untuk mereklamasi lahan bekas tambang apa pun—termasuk tambang kapur—bisa menggunakan pohon apa saja, selama ketinggian tempat sesuai. Dengan ketinggian rata-rata berkisar 200—500 meter di atas permukaan laut, Kecamatan Ponjong cocok untuk beragam tanaman kayu seperti mahoni, mindi, sengon, jabon, atau jati.
Tak cukup sampai di sana, Ambar juga mencanangkan gerakan sekolah hijau dengan penanaman pohon di setiap sekolah di Kecamatan Ponjong. Menurut Ambar, “Membiasakan hal baik sebaiknya sejak kecil,” kata ayah satu anak itu. Tiga ribu bibit mangga dan rambutan ditanam anak-anak dan remaja sebagai wujud kecintaan terhadap lingkungan. Penghijauan itu juga melibatkan mahasiswa yang mengikuti program kuliah kerja nyata (KKN). Mereka menanam bibit buah-buahan dan kayu di Desa Gunungkendil. “Bukit itu menjadi sumber mata air warga, sehingga perlu terus—menerus dilakukan penghijauan,” kata Haryo Ambar.

Kalpataru
Hasilnya mulai tampak 4 tahun berselang. Saat itu, pemandangan yang semula tandus berganti dengan tegakan hijau. Mata air Gunungkendil mengalir deras sehingga pada akhir 2011 dibangun wisata taman air dan kolam renang berimpitan dengan lahan persawahan. Seiring tren wisata kuliner 5 tahun terakhir, Ambar pun merintis desa wisata kuliner di Desa Genjahan. Kuliner andalan Ponjong adalah ikan bakar karena di Desa Genjahan merupakan sentra ikan air tawar seperti nila, gurami, dan lele. Ambar juga kerap mengajak tamu yang datang untuk menikmati masakan di desa kuliner itu.
Selain penghijauan dan pengembangan potensi desa, pria sederhana itu juga menjalankan kegiatan lingkungan lain yang tak kalah bermanfaat. Seperti merintis Desa Wisata dan homestay di Desa Umbulrejo. Pada 2003, ia memprakarsai penanaman 10.000 bibit pohon oleh 345 orang di Desa Patuk untuk pelestarian habitat monyet ekor panjang. Menurut Dr Ir Entang Iskandar, ahli satwa dari Pusat Studi Satwa, Institut Pertanian Bogor, habitat yang terjaga mencegah potensi konflik kera dan manusia. Jika habitat rusak, primata itu akan mencari pakan di pemukiman manusia, sehingga mengganggu ketenangan warga. “Menjadi camat memiliki konsekuensi mengabdi kepada rakyat,” kata Ambar.
Seabrek pencapaian itu membuatnya terpilih sebagai penerima penghargaan Pengabdi Lingkungan Kalpataru pada 2012. Penghargaan itu ia dapatkan karena turut melestarikan lingkungan dan mendorong masyarakat untuk berperan aktif dalam aktivitas penghijauan. Bertepatan dengan hari lingkungan hidup sedunia, pada 5 Juli 2012 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menganugerahkan R Haryo Ambar SH, MSi sebagai peraih kalpataru 2012 beserta 11 pemenang lainnya. (Bondan Setyawan/Peliput: Dian Adijaya Susanto)