Trubus.id—Indarto mengebunkan 300 pohon lengkeng itoh di lahan seluas 1,2 hektare (ha). Dari jumlah itu baru 80 pohon yang berumur 5 tahun dan sudah berbuah. Sementara sisanya belum berbuah karena baru berumur 2 tahun.
Dari setiap pohon yang berbuah, pekebun lengkeng asal Dusun Ngrenjah, Desa Sumberagung, Kecamatan Ngaringan, Kabupaten Grobogan, Provinsi Jawa Tengah, itu memanen 40—50 kg buah per musim. Total keseluruhan hasil panen 3,2—4 ton lengkeng per musim.

Di daerah itu bukan Indarto saja yang mengebunkan lengkeng, tetapi juga 47 pekebun lain yang membentuk Kelompok Tani Sumber Rejeki. Total luas lahan kepunyaan kelompok tani itu mencapai 60 ha. Sebanyak 48 pekebun memiliki 35 ha lahan dan 25 ha lagi kepunyaan Muhamad Puji Hendriyanto yang menerapkan konsep agrowisata.
Lahan 25 ha milik Hendri terdiri dari 16 ha milik keluarga dan 9 ha lahan sewaan. Hendri merupakan pelopor penanaman lengkeng di sana sejak 2010. Kali pertama Hendri menanam lengkeng di lahan 7 ha dengan populasi 2.100—2.450 pohon. Lengkeng itu mulai berbuah pada 2014.
Panen bergilir
Saat ini masing-masing pohon menghasilkan rata-rata 200 kg lengkeng per tahun. Jadi, total hasil panen mencapai 420—490 ton per tahun yang ludes terjual dalam waktu 3—4 bulan. Hendri menjual lengkeng kepada konsumen langsung karena menerapkan konsep agrowisata. Pengunjung kebun datang dari Jepara, Pati, Kudus, Kendal, Semarang, Blora, dan Sragen. Semua daerah itu berada di Provinsi Jawa Tengah. Para pengunjung biasanya membeli dengan harga Rp40.000 per kg.
Dengan harga jual itu, ia sukses meraup omzet Rp16,8 miliar—Rp19,6 miliar per musim panen. Pendapatan Hendri makin bertambah dari hasil penjualan tiket masuk agrowisata dan cendera mata. Harga tiket Rp30.000 per orang untuk dewasa dan Rp25.000 per orang untuk anak-anak.
Jadi, dari penjualan tiket dan cendera mata saja tambahan omzet mencapai lebih dari Rp400 juta per musim panen. Dengan pendapatan sebanyak itu, pantas Hendri memperluas area penanaman menjadi 25 ha dengan populasi sekitar 18.000 pohon.
Dinas pertanian setempat pun langsung tertarik dengan kesuksesan Hendri menanam lengkeng. Padahal sebelumnya Hendri terkenal sebagai pekebun singkong. Dinas pertanian mengadakan program penanaman lengkeng pada 2016.
Mereka membagikan sekitar 8.000 bibit lengkeng. Masyarakat pun antusias dengan program itu karena melihat kesuksesan Hendri. Sejak itulah Indarto dan 15 pekebun lainnya menanam tanaman anggota famili Sapindaceae itu.
Saat itu masing-masing pekebun menanam rata-rata 80 pohon per orang. Pada 2021, dibentuklah Kelompok Tani Sumber Rejeki. Saat ini jumlah anggota kelompok tani bertambah menjadi 48 orang dengan jumlah kepemilikan pohon 100—300 pohon per orang. Mereka menggunakan perangsang buah untuk membuahkan 180 pohon lengkeng setiap bulan.
Dengan begitu di sana setiap bulan bisa memanen lengkeng. “Rata-rata jumlah hasil panen mencapai 200 kg per hari atau 6 ton per bulan,” kata Indarto. Para pekebun menglompokkan hasil panen berdasarkan ukuran.
Lengkeng termasuk grad A jika berukuran besar, yakni sekilogram berisi 74 buah. Harga jual grad A mencapai Rp40.000 per kg. Adapun grad B berukuran lebih kecil, yaitu sekilogram berisi 100 buah dengan harga jual Rp30.000 per kg.
Permintaan tinggi
“Kalau grad C lebih kecil lagi. Sekilogram bisa lebih dari 130 buah dengan harga jual Rp20.000—Rp25.000 per kg,” kata sekretaris Kelompok Tani Sumber Rejeki itu. Sebanyak 40% hasil panen termasuk grad A. Menurut Indarto hasil panen 200 kg per hari masih belum bisa memenuhi permintaan. “Pernah ada pengepul dari Puwodadi dan Demak yang terpaksa kami tolak,” kata Indarto.
Bahkan Kelompok Tani Sumber Rejeki pernah menjual hasil panen ke Jakarta. Namun sekarang berhenti karena untuk kebutuhan pasar lokal saja masih kekurangan. Apalagi risiko barang rusak karena pengangkutan ke Jakarta cukup tinggi.
“Oleh sebab itu, kami lebih fokus memenuhi pasar lokal saja,” kata Indarto. Kelompok Tani Sumber Rejeki tidak bergantung pada pengepul untuk penjualan.

Selain penjualan lewat agrowisata dan pasar tradisional, anak-anak muda di sana banyak yang menjual lengkeng melalui media sosial. “Penjualan lewat daring saja bisa menghabiskan lebih dari 100 kg per hari,” ujar alumnus Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN )1 Blora itu.
Perangsangan buah kunci utama untuk membuahkan lengkeng itoh. Dengan menggunakan perangsang buah, Indarto bisa membuahkan itoh kapan saja. Yang penting pohon yang dibuahkan harus berumur 3—4 tahun.
Selain itu tanaman harus siap untuk dibuahkan. Cirinya muncul pucuk daun menyerupai daun sirih. Ia merangsang tanaman dengan memberikan potasium klorat. Dosis perangsang buah tergantung umur pohon.
Untuk tanaman berumur 3—4 tahun, dosis masing-masing pohon 250—350 g potasium klorat. Untuk tanaman yang berumur lebih tua daripada itu bisa menghabiskan 500— 700 g potasium klorat per pohon.
Lalu ia melarutkan perangsang buah dalam air secukupnya dan memberikannya dengan cara dikocor. “Pemberian larutan potasium klorat tergantung tingkat kekeringan tanah,” ujar Indarto. Ia juga menyiram tanaman setiap 10 hari sekali.
Penyiraman menggunakan pompa untuk menyedot air dari sumur yang dibuat di beberapa titik. Satu pompa biasanya melayani 6 pekebun. Sebulan setelah pemberian perangsang buah, biasanya muncul bunga.
Menguntung
Sebulan kemudian dari bunga itu memunculkan bakal buah. Pada saat itulah Indarto memberikan pupuk tambahan berupa 500 g pupuk NPK per pohon setiap bulan. Ia juga menambahkan pupuk kandang secukupnya setiap 6 bulan. Bila muncul bakal buah, penyiraman dikurangi menjadi sebulan sekali. Setelah 6 bulan buah sudah bisa dipanen. Tingkat keberhasilan perangsangan buah mencapai 70%. Saat masa panen usai, ia memangkas tanaman agar muncul tunas dan cabang baru.
Makin banyak cabang yang tumbuh, harapannya semakin banyak pula buah yang muncul. Perawatan lainnya pekebun rutin melakukan penyiangan untuk membersihkan gulma dan menjaga kebersihan kebun.
Mereka juga rutin menyemprot insektisida untuk menghalau semut, lalat buah, dan ulat, terutama yang menyerang bunga. Interval penyemprotan setiap 2 pekan. Saat umur 3 bulan setelah muncul bakal buah, pekebun biasanya memasang pembungkus buah dari jaring untuk menghalau kelelawar.
Ada juga pekebun yang tidak memasang pembungkus buah, tetapi memasang jaring di sekeliling kebun. Tinggi jaring disesuaikan dengan ukuran pohon. Namun pembuahan di kebun itoh untuk agrowisata seperti milik Hendri tidak dijadwal seperti pekebun anggota kelompok tani.
Biasanya agrowisata menyasar panen pada Juli— September bertepatan dengan hari libur sekolah. Agar bisa dipanen pada Juli, pohon lengkeng untuk agrowisata mendapatkan perangsang buah pada Januari.

Setelah panen tanaman dipangkas dan kembali dilakukan perangsangan buah pada Januari. Begitu seterusnya. Indarto menghitung biaya produksi untuk pohon berumur 3—4 tahun mencapai Rp120.000 per pohon per tahun. Kalau menanam lengkeng di lahan 1 ha dengan populasi 300 pohon per ha, maka perlu biaya Rp36 juta. Adapun biaya produksi untuk pohon berumur lebih dari 5 tahun mencapai Rp170.000 per pohon per tahun.

Jika menanam 1 ha dengan populasi 300 pohon, maka pekebun harus merogoh kocek Rp51 juta. Meski biaya produksi terlihat tinggi, tetapi masih menguntungkan bagi pekebun. Contohnya dialami oleh Indarto. Untuk satu pohon berumur 4 tahun memerlukan biaya Rp150.000 per tahun. Dengan hasil panen 50 kg dan harga jual Rp30.000 per kg, ia mendapat omzet Rp1,5 juta. Setelah dikurangi biaya produksi, ia meraih laba Rp1,35 juta per pohon per tahun.
Dukungan BRI
Meski Kelompok Tani Sumber Rejeki tergolong sukses mengembangkan lengkeng itoh, tetapi sampai saat ini masih butuh arahan dan pembinaan dari para pihak dan dinas terkait. Apalagi bimbingan dari Bank Rakyat Indonesia (BRI) yang telah banyak membantu.
Bahkan BRI berjasa mendukung pendirian Kelompok Tani Sumber Rejeki pada 2021. Saat itu mantri BRI Karangasem, Eko Kurniawan, menyurvei ternyata daerah itu banyak pekebun lengkeng.
Sebagian besar pekebun lengkeng itu adalah nasabah BRI. Mereka mengajukan pinjaman setiap kali menjelang musim berbuah. Ketika itu muncullah ide membentuk klaster lengkeng yang menjadi cikal bakal terbentuknya Kelompok Tani Sumber Rejeki. Dengan begitu para pekebun lebih terpantau dalam binaan BRI. Sebelumnya para pekebun berjalan masing-masing. Mereka hanya berkoordinasi dengan rekan sesama pekebun. Terlibatnya BRI menjadikan pekebun lebih terkoordinir.
BRI juga mengikutkan para pekebun lengkeng dalam kegiatan bimbingan klaster di Jakarta. “Dalam setiap even kami diperkenalkan, seperti Pesta Rakyat Simpedes dan gebyar hadiah BRI sehingga membantu pemasaran dan wawasan para pekebun,” tutur pria berumur 47 tahun itu.
Dengan terbentuknya kelompok tani, para pekebun juga mendapat pelayanan khusus. Contohnya dukungan permodalan melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR) BRI dengan bunga terjangkau. KUR BRI itu membantu petani mengembangkan usaha perkebunan lengkeng yang berproduksi lebih optimal.

Selain itu pekebun mendapat bantuan penyuluhan dan motivasi. BRI memfasilitasi kegiatan itu dengan menghadirkan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) tentang budidaya tanaman keras seperti lengkeng. Dengan begitu keterampilan budidaya lengkeng pekebun semakin komprehensif dan hasil panen makin maksimal. “Pada 2023 kami juga menerima bantuan untuk meningkatkan produksi lengkeng,” ujar Indarto.
Bantuan itu berupa 2 unit mesin pemotong rumput, 1 unit kultivator atau mesin penggembur tanah, 5 unit tangki semprot, 2 unit timbangan, dan 2 set rak buah. Semua peralatan itu memudahkan kerja Kelompok Tani Sumber Rejeki di kebun. Pekebun juga mendapatkan bantuan dari dinas terkait berupa 12.000 bibit lengkeng pada 2023. (Imam Wiguna/Peliput: Widi Tria Erliana)