Trubus.id — Proses penyiraman tanaman secara manual membutuhkan tenaga dan waktu. Untuk memudahkan petani dalam proses penyiraman sehingga mampu meningkatkan produksi cabai, petani bisa memakai alat irigasi otomatis berbasis Internet of Thing (IoT).
Dengan memakai alat itu, penyiraman tanaman bisa dilakukan dengan praktis. Petani dapat mengaktifkan irigasi otomatis kapan saja dan di mana saja melalui telepon genggam. Bahkan, saat proses penyiraman petani tidak perlu lagi datang ke lahan.
Andi, salah seorang petani di Desa Lumuk, Kecamatan Kalikajar, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, yang menerapkan irigasi otomatis berbasis Internet of Thing (IoT), mengatakan, penyiraman tanaman menjadi lebih cepat dan singkat.
Ia mencontohkan, menyiram sebanyak 16.000 tanaman di lahan 1 hektare hanya membutuhkan waktu 5 menit. Padahal, biasanya kalau penyiraman manual yang dilakukan, petani menghabiskan waktu lebih dari sehari.
Menggunakan irigasi otomatis proses penyiraman dinilai juga lebih merata jika dibandingkan dengan penyiraman manual. Di lahan Andi terdapat 200 sprinkle. Jarak antar-sprinkle sekitar 2 meter.
Terdapat fitur lainnya dari irigasi berbasis IoT di antaranya cek suhu, kelembapan udara, kadar air, dan perangkap hama. Selain itu, Andi menggunakannya untuk pemupukan dengan sistem fertigasi.
Lebih lanjut, Andi menuturkan, penggunaan irigasi otomatis mendongkrak produktivitas hingga 1,2 kilogram per tanaman. Semula, tanpa irigasi otomatis, produktivitas hanya 0,5–0,8 kilogram per tanaman. Produktivitas cabai pun meningkat, semula 16 ton per hektare, kini petani dapat menghasilkan hingga 20 ton per hektare.
Andi bersama anggota Kelompok Tani Maju Rahayu di desanya, mengaku menggunakan irigasi otomatis irit itu sejak Desember 2021. Selama memakainya, petani merasa terbantu.
Likco Desvian Herindra, perancang sistem canggih tersebut dari Balai Penelitian Lingkungan Pertanian (Balingtan) Pati, Jawa Tengah, mengatakan, mesin irigasi otomatis menggunakan algoritma yang diolah untuk mengetahui ketinggian air dalam tanah, suhu, kelembapan udara, cuaca, dan lengas tanah.
Istimewanya, peranti modern itu dapat dipantau dari Agriculture War Room (AWR) di Kementerian Pertanian yang berlokasi di Ragunan, Jakarta Selatan. Perangkat dapat dijalankan dengan sinar matahari melalui panel surya. Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) sebelumnya digunakan Licko sebagai sumber listrik di rumahnya.
Instrumen model irigasi presisi hemat air itu ramah lingkungan. Menggunakan energi matahari dapat mendukung aksi adaptasi dan mitigasi dampak perubahan iklim.
Sensor merekam data dan menyimpannya dalam sistem informasi sehingga dapat memantau kondisi lahan, pertumbuhan tanaman, serta status serangan hama dan penyakit secara langsung.
Alat itu sangat optimal saat musim kemarau karena dapat menghemat penggunaan air. Ketahanan alat diprediksi mampu mencapai 4–5 tahun dengan rutin dilakukan pengecekan, pemantauan, dan evaluasi per semester. Sementara itu, pengecekan melalui sistem informasi dilakukannya saban pekan.