Trubus.id— Kayu pecah atau retak dapat menurunkan harga hingga 60%. Itu diungkapkan oleh Suparman, seorang pengepul sengon di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Menurut Suparman kayu sengon yang pecah bisa disebabkan penanganan panen yang kurang baik.
Setelah penebangan, tanaman yang rebah berpotensi menghasilkan pecahan. Belum lagi jika arah rebah tidak tepat menimbulkan goresan pada tegakan pohon lain. Suparman menyarankan jika terdapat retakan pada kayu setelah tebang, rekatkan dengan paku S log plastik.
Namun untuk menuai hasil kayu berkualitas, maka pekebun harus memerhatikan teknik panen yang benar. Suparman menebang sengon saat tidak ada angin kencang yang berpotensi membahayakan keselamatan para pekerja.
Mula-mula ia menentukan arah rebah dari lurus atau tidaknya tanaman. Jika batang agak condong, ia mengendalikan arah rebah dengan bantuan tali sepanjang 30 m yang dililitkan pada batang.
Suparman membuat takik rebah ke arah yang dikehendaki. Caranya dengan memotong kayu menggunakan gergaji mesin dengan panjang bilah 70 cm. Alat itu masuk pada 1/3 batang dan membentuk sudut 45°.
Takik rebah bisa dengan ketinggian 30 cm dari permukaan tanah. Kemudian membuat takik balas di arah yang berlawanan. Setelah rebah, kemudian Suparman memotong ranting dan cabang.
Lantas ia mengukur dan menandai tanaman menggunakan kapur sesuai potongan yang dikehendaki pasar. Ukuran kayu biasanya 130 cm dan 260 cm untuk kayu dengan diameter 30—50 cm.
Suparman mengatakan, sengon untuk kayu lapis yang perlu diperhatikan adalah jangan sampai salah ukuran. Kalau kurang kayu tergolong afkir harga jual jadi turun. Setelah kayu terpotong sesuai ukuran, pekerja memanggul potongan-potongan kayu ke tempat pengumpulan. Lantas pekerja mengangkut kayu ke truk berkapasitas 12 m³.
Lazimnya Suparman mempekerjakan 6—10 orang untuk menebang 1.000 tanaman selama 7—14 hari. Dua orang sebagai operator gergaji mesin. Lainnya bertugas memikul kayu setelah dipotong. Ia dan tim memanen sengon mulai pukul 08.00—16.00.