Trubus.id—Komunitas Sedekah Air merupakan wadah para penggiat sedekah air yang memberikan akses air bersih kepada masyarakat. Menurut pendiri Komunitas Sedekah Air, Muhammad Sowwam M.Sc., pada 2016 gerakan itu resmi berdiri sebagai Yayasan Sedekah Air.
Padahal, latar belakang pendidikan Sowwam dan sebagian besar rekan-rekan yaitu sarjana ekonomi yang tidak mengerti tentang pengadaan air bersih secara teknis. Lama-kelamaan ia belajar cara menemukan air dengan teknik geolistrik.
“Itu semua kami belajar sendiri, jadi learning by doing,” tutur Sowwam.
Akhirnya ia bertemu dengan orang-orang yang secara teknis dan memiliki keahlian di bidang itu. Namun, tidak semua orang mendapatkan sedekah air. Penerima manfaat sedekah air harus lebih dari 50 jiwa dan belum memiliki sumber air bersih.
Jarak air ke sumber air terdekat lebih dari 500 meter. Untuk mendapatkan air bersih membutuhkan waktu lebih dari 30 menit. Warga lokasi penerima sedekah air harus berkomitmen untuk menjaga infrastruktur yang telah dibangun.
Sowwam menjelaskan hingga saat ini terhimpun dana sekitar Rp900 juta dari berbagai latar belakang donator. Ia dan tim menyalurkan dana itu ke lebih dari 70 titik dengan total jumlah penerima manfaat mencapai 40.000 orang.
Penerima manfaat tersebar mulai dari Kecamatan Punggur di Lampung, hingga Bima, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Mengapa komunitas itu lebih fokus mengelola sedekah air? Sowwam menjelaskan, berdasarkan data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional pada 2017, sebanyak 72 juta penduduk Indonesia belum memiliki akses air bersih (minum) yang baik.
Penduduk golongan pendapatan rendah mendominasi ketiadaan akses air bersih. Padahal, air merupakan komponen penting untuk mempertahankan kehidupan, menjaga kesehatan, dan menjamin penghidupan yang berkelanjutan.
Pada 2045 jumlah penduduk Indonesia diproyeksikan menjadi 323 juta jiwa. Pertumbuhan sektor manufaktur yang meluas meningkatkan permintaan air. Di sisi lain, kerusakan lingkungan dan investasi pada infrastruktur layanan air bersih yang minim menjadi masalah ketersediaan air.
Oleh karena itu, Sowwam memulai gerakan sedekah air pada 2011. Sejak awal 2013 program sedekah air yang dilakukan berupa instalasi sumur bor, pipanisasi dan filterisasi pada beberapa fasilitas publik seperti masjid, sekolah, pondok pesantren, dan masyarakat.
Pipanisasi air untuk mengalirkan air dari sumber air bersih ke pemukiman warga. Selama ini jaraknya berkisar 2,5 km. Pipanisasi dilakukan jika tidak memungkinkan melakukan pengeboran atau ada sumber air, tetapi jauh dari pemukiman warga.
Komunitas Sedekah Air juga melakukan filterisasi atau pembangunan mini water treatment plant (WTP). Program itu dilakukan jika sumber air warga tidak layak konsumsi karena kotor dan bersumber dari air kali atau air sawah.
Dengan filterisasi total dissolved solid (TDS) dalam air menjadi rendah sehingga layak konsumsi. Ada juga program pemberian air minum yang sifatnya tanggap bencana dan perlu mendapatkan air minum dengan segera. Pemberian air minum melalui truk tangki dan air mineral dilakukan di daerah-daerah bencana seperti kekeringan, kebakaran, atau banjir.
Komunitas Sedekah Air juga melakukan langkah-langkah pelestarian lingkungan yang berdampak pada ketersediaan sumber air. Contoh penghematan air wudu dan mandi di fasilitas umum.
“Kami mengembangkan alat yang mampu menghemat 95% penggunaan air untuk wudu atau mandi,” ujar Sowwam. Selain itu tim menggalakkan pembuatan sumur biopori dan penghijauan di lokasi-lokasi sedekah air.