Daging buah kuning jingga, tebal, dan rasa legit modal durian cahaya emas menjadi jawara kontes.
Nama durian itu cahaya emas. Itu karena warna daging buah kekuningan bagai emas yang memancarkan cahaya. Sejak awal kehadirannya membetot perhatian pengunjung kontes durian di Taman Wisata Sesaot, Kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat. Durian mungil itu mendapat nilai terbaik dari para juri yang terdiri atas Tirto Santoso (kolektor/pekebun durian), Margianasari (Yayasan Durian Nusantara), Prof. Dr. Ir. Amin Retnoningsih, M.Si. (peneliti), Hajrul Aswat (Balai Pengawas dan Sertifikasi Benih Pertanian Provinsi Nusa Tenggara Barat), dan Suparman (tokoh masyarakat Sesaot).
Empat juri menobatkan cahaya emas sebagai juara pertama setelah penjurian selama 5 jam. Kriteria penilaian meliputi kualitas rasa, tekstur, aroma, warna daging buah, ketebalan daging buah, dan sensasi rasa tersisa atau after taste. Menurut Ketua Yasayan Durian Nusantara (YDN) sekaligus ketua juri, Dr. Ir. Mohamad Reza Tirtawinata M.S., dalam kontes itu cita rasa memiliki bobot nilai paling tinggi, yakni mencapai 35%. Sisanya untuk lemak daging, ketebalan daging, warna, bentuk buah, warna kulit, dan aroma.
Biji kempis
Menurut Amin Retnoningsih durian cahaya emas asal Kecamatan Narmada itu unggul di sosok dan rasa. “Penampilan buah yang cantik makin sempurna dengan rasa pulen, manis, dan lembut,” ujar dosen Universitas Negeri Semarang itu. Menurut Reza cahaya emas sekitar 80—90% bijinya kempis dan daging buah yang dapat dimakan atau edible portion sekitar 31—34%. Kesan pertama usai melihat cahaya emas pun mampu membangkitkan selera.
Cahaya emas berhasil menyabet gelar raja buah terbaik menyisihkan 77 durian lain. Pohon durian juara itu berumur 34 tahun dengan tinggi mencapi 25 m. Pohon warisan leluhur itu tumbuh tanpa perawatan khusus. Pesaing terberat datang dari durian asal Desa Gontoran, Kecamatan Lingsar, Lombok Barat.
Sosok juara kedua itu juga istimewa, yakni Rasa daging buahnya manis gurih dengan rasa tersisa vanila. Itu sebabnya nama durian bernomor kontes 75 adalah panila. Warna dagingnya kuning muda dan bijinya kempis. Ketebalan dagingnya mencapai 23 mm. “Rasa manis dan pahitnya berimbang,” tutur Reza. Pohon durian panila berumur 50 tahun itu tergolong produktif, yakni bisa mencapai 250 buah per musim panen.
Pemenang ke-3 dengan nomor 39 asal Desa Pesantek, Kecamatan Narmada, Lombok Barat, menjadi bahan perdebatan yang cukup sengit. Durian itu memiliki nilai sama dengan juara ke-4. “Warna daging buah memang kalah jauh, tapi soal rasa lebih “nendang” dan lengket di lidah. Gigi serasa terbenam kala mengunyahnya,” kata Reza, yang harus turun tangan untuk mencicip dan menentukan juara ke 3, karena para juri belum bersepakat.
Beragam
Secara genetik durian berdaging buah putih kekuningan memang lebih legit dibandingkan dengan durian berdaging buah cerah: kuning atau kemerahan. Tak hanya juara umum yang mendapat penilaian. Juri memutuskan untuk menyematkan juara favorit pada durian bernomor 57. Daging buah yang gemuk dan padat membuat air liur para juri hampir menetes. Selain itu warna dagingnya yang kuning gadung menyita perhatian para penonton.
Banyak warga yang mengambil foto bahkan berswafoto atau selfie dengan durian asal Rumbuk, Lombok Timur, itu. Ketebalan dagingnya mencapai 20 mm. “Rasa manis dan pahitnya berimbang, berimbang, berlemak, tapi bijinya bernas,” tutur Reza. Para juara mendapat hadiah berupa uang, piagam, dan buku durian.
Kontes itu menyedot perhatian ratusan warga, tidak hanya dari Lombok Barat warga yang turut antusias dengan diadakannya kontes itu juga berasal dari Lombok Utara, Lombok Timur, dan Lombok Tengah.
Kontes durian itu seakan menjadi ajang pembuktian keunggulan durian asal Lombok, Nusa Tenggara Barat. Menurut Reza Pulau Lombok menyimpan beragam durian unggul yang masih belum tergali. Narmada merupakan taman peninggalan Raja Mataram Lombok, Anak Agung Ngurah Karang Asem, yang dibangun pada 1727. Setelah kontes berakhir, pada keesokan harinya, Reza dan para juri memastikan keberadaan pohon indukan durian juara ke-1, 2, dan ke-3.
Mereka harus melalui perkampungan, menembus semak belukar, menyeberangi sungai, mendaki bukit, dan menelusuri ladang. Setelah sampai di bawah pohon mereka mengecek rasa buah apakah sama dengan durian yang diikutsertakan kontes. Sayang, saat tiba di kebun juara ke-3 buah belum ada yang jatuh. Satu jam kemudian saat
angin kencang akhirnya ada buah yang jatuh.
“Wah… rezeki nih!,” ungkap Reza gembira. Saat ini Lombok Lombok menjadi sentra durian nomor 2 di Indonesia setelah Kalimantan Barat. Namun, hingga kini belum ada pengembangan lebih lanjut. Kontes itu diadakan pada Maret 2018 bertepatan dengan puncak musim durian tahun ini. “Biasanya durian mulai panen pada Desember, tapi kali ini musim panen dimulai pada Februari sehingga baru pada Maret semua durian unggul matang pohon,” ujar Reza. (Tiffani Dias Anggraeni)