Riset membuktikan biji jarak pagar dan peria berpotensi sebagai kontrasepsi alami.

Trubus — Jumlah penduduk di Indonesia terus meningkat. Data Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia, jumlah penduduk Indonesia pada 2000 mencapai 206,27 juta jiwa. Sepuluh tahun kemudian, jumlah itu menjadi 237,64 juta jiwa. Pada 2015, jumlah itu menjadi 255,46 jiwa. BPS memproyeksikan jumlah penduduk pada 2020 mencapai 271 juta jiwa. Untuk menekan laju pertumbuhan penduduk pemerintah mencanangkan program keluarga berencana (KB).
Pelaksanaannya melalui pembatasan kelahiran dengan memanfaatkan hormon seperti pil, Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR), barrier, kontrasepsi jangka panjang, sterilisasi, maupun metode tradisional. Namun, penggunaan alat kontrasepsi menimbulkan efek samping seperti mual, nyeri pada payudara, hematoma, gangguan haid, hipertensi, jerawat, dan peningkatan bobot badan.
Jarak pagar dan peria
Menurut dokter kandungan dan kebidanan, dr. Kery Kartosen, Sp.OG., konsumsi jangka panjang pil KB mempengaruhi produksi telur di ovarium atau indung telur. Pil KB merupakan hormon estrogen dan progesteron sintetis yang mampu menghentikan produksi telur pada ovarium. “Lazimnya tubuh perempuan memproduksi sel telur setiap bulan, yaitu 14 hari sebelum haid,” ujar dokter alumnus Universitas Airlangga itu.

keaktifan sperma. (Dok. Trubus)
Konsumsi pil KB menghambat pembentukan sel telur sehingga mencegah kehamilan. Kini peserta KB di Indonesia dominan kaum hawa. Padahal kaum pria pun bisa menjalani kontrasepsi antara lain vasektomi dan KB alami. Penelitian mengenai kontrasepsi yang aman dan minim risiko terus dilakukan. Lilis Nurhadijah dari Departemen Kimia Institut Pertanian Bogor (IPB) meriset potensi biji jarak pagar dan peria sebagai kontrasepsi untuk pria.
Lilis bersama timnya yang terdiri atas Alfa Aditya Perdana, Ferian Aji Setiyoko, Widyawati, dan Baiq Nabila Muftia membuktikan biji jarak pagar dan peria berfaedah sebagai kontrasepsi pria. Di bawah bimbingan Dr. dr. Irma Herawati Suparto, M.S., mereka menggunakan 26 tikus putih sebagai hewan uji. Para periset membagi hewan uji itu menjadi 6 kelompok.

Kelompok pertama kontrol (tanpa perlakuan). Kelompok kedua dan ketiga ekstrak biji jarak pagar 50 mg dan ekstrak peria 50 mg. Sisanya kombinasi ekstrak biji jarak pagar dan peria perbandingan 1:3, 3:1, dan 1:1. Semua dosis itu per kg bobot tubuh. Untuk membuat sediaan uji Lilis dan rekan mengeringkan biji jarak pagar Jatropha curcas dan buah peria Momordica charantia kemudian merajangnya.
“Proses itu menghasilkan serbuk simplisia,” kata Ferian Aji Setiyoko. Para periset memberikan ekstrak secara per oral sekali setiap hari. Perlakuan selama 48 hari sesuai siklus spermatogenesis. Setelah 48 hari, mereka mengambil organ testis hewan uji untuk evaluasi. Periset kemudian menghitung persentase sperma. Pada akhir penelitian terlihat kelompok yang diberi perlakuan menghasilkan pergerakan sperma yang berbeda.
Konsumsi aman
Motilitas paling rendah terjadi pada kelompok biji jarak pagar 50 gram serta kombinasi biji jarak dan peria 1:3. Kelompok perlakuan kombinasi biji jarak dan peria 1:3 menghasilkan konsentrasi spermatozoa paling rendah, yakni 135,97 juta/ml. Perlakuan lain seperti ekstrak biji jarak pagar dan peria 3;1 menghasilkan 153,12 juta/ml. Artinya konsentrasi ekstrak jarak 1:3 efektif menurunkan konsentrasi spermatozoa.
“Pemberian ekstrak juga menyebabkan abnormalitas bentuk sperma,” ujar Ferian. Abnormalitas terjadi akibat kegagalan dalam proses spermatogenesis di bagian tubuli seminiferus. Lilis menjelaskan, biji jarak pagar mengandung jatrophone. Senyawa aktif itulah yang berperan dalam penghambatan spermatogenesis. Uji fitokimia membuktikan, ekstrak biji jarak pagar dan peria mengandung alkaloid, fenol, flavonoid, tanin, saponin, diterpenoid, dan steroid.

mampu menghambat spermatogenesis. (Dok. Trubus)
Meski demikian, konsumsi peria dalam bentuk sayuran tetap aman. Lilis menjelaskan bahwa efek infertil itu tercapai jika konsumsi setiap hari selama 48 hari. Khasiat biji jarak dan peria sebagai kontrasepsi alami masih asing bagi Yayuk Ambarwulan, herbalis di Tangerang, Provinsi Banten. Ia belum pernah mendengar khasiat keduanya sebagai herbal kontrasepsi. Yayuk menyarankan hati-hati mengonsumsinya.
Yayuk lebih akrab dengan buah Momordica charantia itu. Ia meresepkan peria untuk menurunkan kadar gula darah, tekanan darah, dan pengencer darah. Sebagai kontrasepsi alami Yayuk justru kerap menggunakan kayu secang. “Dosis tinggi secang menahan keaktifan sperma,” tuturnya. Sebaliknya, kayu secang dosis rendah justru membuat pria bergairah. Dosis tinggi bila konsumsinya lebih dari 30 gram sehari.
Cara konsumsinya, rebus 30 gram kayu secang dalam 2—3 liter air sampai mendidih dan berwarna merah. Konsumsi rebusan itu 2 kali sehari. Selain konsumsi tunggal, kayu secang juga dapat dikombinasi dengan alang-alang atau rimpang temugiring. Penambahan alang-alang cukup segenggam, sedangkan temugiring satu rimpang. (Desi Sayyidati Rahimah)