Masyarakat gandrung merpati hias. Peluang bisnis untuk beternak.
Dikut Sarwo Edi menjual rata-rata 5—10 pasang anakan merpati hias berbagai umur kepada sejumlah pehobi di berbagai kota. Jenisnya antara lain norwich cooper, gaditano pouter, reversewing pouter, dan malteze. Pehobi sekaligus peternak merpati hias di Kediri, Provinsi Jawa Timur, itu memperoleh pendapatan Rp10 juta setiap bulan. Itu baru dari penjualan anakan. Sebab, Dikut juga memperoleh tambahan pendapatan dari perniagaan merpati hias kelas kontes.
Keruan saja harga merpati kelas kontes jauh lebih besar. Seorang pehobi bersedia membeli Rp25-juta untuk memperoleh seekor merpati hias jenis norwich cropper koleksi Dikut. Merpati hias bernama Balackyu itu merupakan peraih gelar Best of The Best pada kontes merpati hias di Kota Batu, Jawa Timur, pada November 2016. Balackyu menjadi primadona di kontes lantaran memiliki kriteria paling unggul.
Tren merpati
Merpati hias modena kelas kontes hasil silangan Dikut itu terjual sehari usai menyabet gelar juara pertama di Kota Malang, Jawa Timur. Dikut melepas dengan harga Rp8-juta. Ia menuturkan merpati hias pemenang kontes menjadi incaran pehobi. Dua tahun terakhir, tren merpati hias menggeliat kembali. Indikasinya pehobi tumbuh di berbagai kota. Selain itu frekuensi kontes juga kian sering.
“Kontes menjadi ajang pembuktian dan adu gengsi sesama pehobi,” kata Dikut. Itulah sebabnya permintaan merpati hias pun kian melonjak. Pehobi lain, Rozan Dany Fauzy, tak sengaja beternak merpati hias. Peternak di Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, itu memelihara merpati hias semula sebatas koleksi. Ia tidak menyiapkan ruang khusus, hanya meletakkan di bengkel motor.
Pelanggan yang bertandang bisa menikmati keindahan merpati sembari menunggu perbaikan kendaraannya selesai. Tak disangka, seorang pelanggan membeli sepasang merpati kipas koleksi Rozan Rp200.000. Padahal, harga indukan hanya Rp300.000. Sejak itu ia mantap beternak merpati hias. Ia pun menjajal masuk ke kelas merpati yang eksklusif saat itu yakni jenis classic sattinette.
Dari indukan seharga Rp4-juta, ia bisa menjual seekor anakan Rp1,5-juta. Biaya produksi cukup murah kisaran Rp30.000—Rp50.000 per ekor per bulan—sudah termasuk obat dan pakan. Pada 2012 alumnus Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran itu semakin gencar berburu merpati hias ke berbagai kota di Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur. Namun, ia kurang puas pada kualitas satwa famili Columbidae hasil ternakan lokal itu.
Itulah sebabnya ia mencoba untuk mengimpor merpati hias dari berbagai negara pada akhir 2012. Berbekal media sosial anak ke-9 dari 12 bersaudara itu berburu dan menjalin relasi dengan pehobi merpati hias mancanegara. Rozan mengimpor merpati hias kali pertama 36 ekor pada akhir 2012. Dengan harga per pasang Rp8 juta—Rp18 juta. Biasanya harga jual anakan umur 1,5 bulan setara 50% dari harga indukan—tergantung jenis.
Lahan sempit
Karena harga anakan cukup tinggi maka untuk mencapai balik modal pun relatif cepat. “Dari dua kali produksi sudah balik modal, kali ketiga produksi sudah untung,” kata pemilik Naff Pigeon Loft itu. Rozan memanfaatkan loteng bengkel sebagai tempat berternak merpati hias. Ia memelihara 200 ekor di area 50 m² itu. Kandang besi berkawat strimin berukuran 80 cm x 80 cm x 75 cm tersusun hingga 4—5 tingkat untuk hunian merpati.
“Satu kandang dapat memuat sepasang merpati,” kata Rozan. Ia berencana membuka peternakan merpati hias di Banjaran, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Dengan luas area 2.500 m² ia berniat mengembangkan bisnis klangenannya itu lebih intensif. Rozan menuturkan peminat merpati hias sangat banyak dan tersebar di berbagai pulau seperti Sumatera dan Sulawesi. Karena itu ia membangun peternakan dekat kota Bandung agar jarak tempuh lebih dekat.
Maklum jarak antara kota Bandung dan Pangalengan cukup jauh—sekitar 40 km. Jarak tempuh yang jauh kurang efisien dalam pengembangan bisnisnya. “Bisnis ini adalah hobi, dan pekerjaan terbaik adalah hobi yang dibayar,” kata Rozan sambil tersenyum. Rozan rata-rata menjual 10—20 merpati hias per bulan. Jenisnya antara lain american helmet, modern american sattinete, dan norwich crooper. Menurut Rozan permintaan sejatinya lebih besar, tetapi ia belum mampu memenuhinya.
Kini Rozan mengelola total 100 pasang indukan berbagai jenis merpati hias. Menurut Rozan idealnya usia indukan di atas 8 bulan. Induk betina akan menghasilkan 1—3 telur yang menetas 18 hari kemudian. Ia memberi pakan indukan yang tengah meloloh berupa voer. Volumenya minimal 30% bobot badan per hari. Menurut Rozan biaya produksi Rp30.000—Rp50.000 per ekor per bulan hingga siap jual pada umur 2—3 bulan.
Pertahankan mutu
Robert Hardiyanto, pehobi merpati hias di Cileubut, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, menuturkan pasar merpati hias cukup bagus. Fluktuasi harga tergantung dari jumlah merpati hias di pasaran. Jenis yang paling diminati biasanya bertubuh besar seperti american modena. “Tren merpati hias tetap bertahan asal dikelola dengan baik, tidak dikawinkan dengan ras lain,” kata Robert.
Kadang-kadang pehobi ingin cepat memproduksi dalam jumlah banyak dan singkat, sehingga menyilangkan burung dara itu tanpa memperhatikan jenis dan kualitas indukan. Hasilnya anakan merpati yang dilahirkan kurang bagus. Pembeli pun kecewa. Pehobi merpati hias di Bogor, Jawa Barat, Frans Wibawa Pribadi bisa menjual 200—250 ekor merpati hias per tahun. Itu pun belum mencukupi kebutuhan pasar.
“Masih kurang sekitar 30%,” katanya. Ia membanderol harga tertinggi untuk anakan Rp5-juta per ekor, sedangkan indukan Rp7-juta per ekor. Pembeli yang datang dari beragam kalangan seperti pehobi, pedagang, dan penangkar. Robert bahkan pernah mendapat permintaan pembeli dari luar negeri, misalnya Malaysia. Sang pembeli berminat memperoleh american modena. Sayang, ia belum sanggup memenuhi permintaan itu sebab kesulitan dalam pengiriman.
Menurut Frans Wibawa Pribadi merpati hias ramai 3 tahun terakhir. Peminat yang makin banyak membuat permintaan makin tinggi. “Kadang kala anakan umur beberapa minggu sudah diinden,” katanya. Soal harga masih dipengaruhi jenis. Merpati hias jenis baru dan impor harganya mencapai Rp9-juta sampai 12-juta per pasang indukan. Harga itu jauh di atas harga merpati kipas yang sudah lama diternakan di Indonesia.
Kini harga indukan merpati kipas berkisar di Rp100-ribu sampai 200-ribu per pasang. Frans menuturkan keseruan dari hobi klangenan itu adalah berburu jenis baru. Ia kerap berkunjung ke luar negeri hanya untuk mencari merpati hias jenis baru. Biasanya jenis baru berharga tinggi sebab masih langka. Pria asal Bogor, Jawa Barat, itu menuturkan dari 500 jenis merpati hias di dunia hanya 20—30% jenis yang masuk ke Indonesia. “Sebab itu prospek ternak merpati hias kedepannya boleh dibilang bagus dan menguntungkan,” kata Frans.
Apalagi selalu ada jenis baru setiap tahun. Penangkar dituntut kreatif dan inovatif untuk menghasilkan merpati hias baru dan berkualitas. Sebab pada dasarnya merpat hias tidak tersedia di alam. Namun lewat proses persilangan lahirlah merpati yang unik dan berpenampilan menarik. (Andari Titisari dan M. Hernawan Nugroho/Peliput: M. Fajar Ramadhan)