Trubus.id — Bunga matahari berasal dari wilayah subtropis. Meskipun begitu, di wilayah tropis seperti Indonesia, bunga matahari dapat tumbuh dengan baik. Bunga matahari tidak banyak menuntut syarat lingkungan.
Itu lantaran sistem perakaran yang kuat dan lebat. Namun, agar pertumbuhan maksimal, tanah harus subur dan bertekstur gembur. Tanah tidak berlapis cadas, ketebalan lapisan topsoil minimal 20 cm, serta ber-pH 6,0–7,0.
Jenis tanah yang sesuai lempung berpasir atau lempung liat seperti latosol, andosol, atau aluvial. Tegalan, sawah tadah hujan, lereng pegunungan, ataupun lahan bukaan baru di ketinggian 0–800 m dpl dapat dimanfaatkan untuk penanaman bunga matahari.
Ia menghendaki curah hujan merata 1.000–3.000 mm/tahun, suhu 21–24°C, dan intensitas cahaya matahari penuh. Lahan pun harus berdrainase baik. Di daerah bercurah hujan tinggi sering terjadi kegagalan pembungaan dan pembuahan sehingga biji menjadi hampa. Malah, pada kondisi ini tanaman mudah busuk diserang penyakit.
Sebelum bibit ditanam, lahan diratakan dan ditata menurut topografi. Bunga matahari paling cocok di lahan datar atau kemiringan 3–5 derajat. Buatlah guludan atau bedengan setinggi 30–40 cm dan lebar 100–120 cm. Tambahkan pula pupuk kandang atau kompos matang sebanyak 1–2 kg per m2 pada saat mengolah tanah.
Agar berdaya tumbuh tinggi, benih harus cukup tua dan benar-benar kering. Paling baik menggunakan benih yang disimpan 2 bulan setelah panen karena berdaya kecambah di atas 90%.
Kebutuhan benih setiap hektare 6–12 kg, bergantung pada jarak tanam. Untuk mempercepat perkecambahan, benih direndam dulu dalam air dingin atau air hangat kuku 50°C selama 30 menit. Untuk menghindari hujan terus-menerus, sebaiknya penanaman menjelang musim kemarau.
Benih ditanam di lubang tugal 2–3 biji per lubang berkedalaman 2–2,5 cm. Jarak tanam bergantung pada kesuburan tanah. Tanah kurus lebih rapat, 15–20 cm dalam barisan dan 60–80 cm antarbarisan. Di lahan subur 30 cm × 90 cm atau 30 cm × 100 cm.
Benih biasanya akan tumbuh dalam 7 hari setelah ditanam. Pemeliharan sejak tanaman berumur 15–20 hari setelah tumbuh. Lingkungan akar tanaman dibumbun. Bersamaan itu lakukan pemupukan dengan 25 kg urea, 50 kg TSP, dan 25 kg KCl per hektare.
Pada umur 8–10 minggu, kembali dipupuk dengan dosis 50 kg urea, 100 kg TSP, dan 50 kg KCl per hektare. Pemupukan diulangi pada umur 14–16 minggu dengan urea 25 kg, TSP 50 kg, dan KCl 25 kg per hektare.
Pupuk ditebar di sekeliling tanaman atau dibuat lubang di kiri dan kanan tanaman pada jarak 7–10 cm. Penyiangan selanjutnya melihat kondisi rumput. Agar tanaman tidak rebah ditiup angin kencang, setiap batang diberi ajir.
Agar pertumbuhan dan produksi optimal, tanaman disiram rutin. Frekuensi penyiraman 2–3 hari sekali. Jika terserang hama ulat dan belalang pemakan daun, semprotkan insektisida setiap 10 hari selama 1 bulan sebelum panen. Dosis sesuai anjuran.
Serangan cendawan kelabu Botrytis cinerea, karat Puccinia helianthi, dan busuk batang Sclerotinia sclerotiorum dikendalikan dengan fungisida. Interval penyemprotan 5–7 hari sekali dengan frekuensi 3 kali.
Tanaman berbunga pada umur 4–5 bulan sejak tanam. Agar kualitas panen baik, bunga berukuran kecil dibuang. Bunga siap panen ditandai dengan mudahnya biji diungkit keluar dengan jari. Atau, bila alas bunga telah berwarna kuning dan daun tanaman menguning dan mengering. Itu biasanya dicapai saat tanaman berumur 105–115 hari.
Panen dilakukan ketika cuaca cerah. Rontokkan biji dan langsung dijemur di bawah terik matahari selama 5 hari sampai kadar air maksimal 12%. Bila tidak memungkinkan, biarkan biji tetap berada di kuntum bunga.