Mamey sapote baru berdaging merah dan tingkat kemanisan mencapai 28° briks.
Sosok mamey sapote itu amat khas, berbobot 1,5 kg per buah, sedangkan buah mamey lain hanya 800 gram. Diameter buah 12 cm dan panjang 19 cm. Itulah mamey sapota Pouteria sapota baru. Namanya lorito. Ketika kolektor dan pekebun bibit tanaman buah dari Kota Depok, Jawa Barat, Ricky Hadimulya, membelah mamey jumbo itu “Warna dagingnya merah, berbeda dengan jenis keywest dan magana yang berwarna jingga,” ujar Boike Purbo Cahyoko.
Penjual bibit buah di Blitar, Jawa Timur, itu turut menyaksikan terbelahnya mamey lorito. Menurut Boike daging buahnya juga lebih tebal daripada jenis mamey terdahulu. Ukuran biji lorito juga lebih kecil. Saat para pebisnis bibit tanaman buah itu mencoba mencecap daging buah, kembali keistimewaan mamey sapote baru itu terungkap. Menurut Boike tekstur daging buahnya sedang, tidak sekeras magana dan keywest, tetapi juga tidak terlalu lembek.
Bermacam keistimewaan
Menurut Ricky dan Boike citarasa manis langsung terasa di lidah. Rasa pati seperti ubi yang selama ini menjadi ciri khas mamey sapote hilang dari lorito. Ricky mengetes kadar kemanisan dengan refraktometer memperoleh hasil 28° briks. Bandingkan dengan mamey sapote magana dengan tingkat kemanisan 18° briks. Berbagai keistimewaan itulah yang membuat Boike langsung memboyong 20 bibit lorito dari tanaman induk milik Ricky.
“Saya berani membeli dalam jumlah besar karena sudah membuktikan sendiri kualitas buahnya semakin akrab dengan lidah orang Asia, khususnya Indonesia,” ujar Boike. Ricky tidak mendatangkan sendiri buah yang habitat aslinya dari Brasil ke Indonesia. Ia mendapatkan dari rekannya seorang kolektor buah unik yang sedang berada di Florida, Amerika Serikat, pada 2012.
Penjual di Florida menjajakan buah mamey sapote di tepi jalan daerah suburban atau pinggiran kota. “Seperti orang Indonesia menjual mangga, rambutan, atau buah lain jika musim berbuah,” ujar Ricky. Menurut Ricky negara bagian di pantai timur negeri Abang Sam itu surganya buah-buah unik. Buah tropis dari negara-negara kawasan Amerika tengah dan selatan mendominasi lapak penjual buah.
Harap mafhum, letak Florida yang dekat dengan teluk Meksiko dan Kuba membuat akses masuk buah-buah tropis itu menjadi semakin mudah. Lorito juga termasuk jenis baru yang masuk ke Amerika Serikat. Pemilik kebun tanaman tropis di Fairchild Tropical Botanic Garden, Florida, Noris Ledesma, mengatakan bahwa lorito salah satu koleksi terbaru. Ia mendatangkan dari Meksiko pada 4,5 tahun lalu.
Nyaris semua varietas mamey tersedia di pembibitan milik Noris. Lorito termasuk yang istimewa dan dipilih karena produktivitasnya yang baik dan daging berwarna merah sehingga menarik perhatian banyak orang. Di bawah matahari Florida, pohon mamey tumbuh dengan baik. Dari cabang besar langsung tumbuh buah berbentuk bola bertekstur kulit kasar dan warna cokelat itu.
Mudah dicangkok
Buah mamey sapote lorito umumnya matang pada Mei—September, tetapi beberapa buah matang masih dapat ditemukan sepanjang tahun. Seperti jenis mamey lain, lorito membutuhkan waktu 8 bulan untuk proses pematangan buah. Di kebun Ricky 2 tanaman berbunga dan menghasilkan buah-buah kecil susul menyusul. Kondisinya persis dengan yang terjadi di kebun Noris di Florida, saat buah di salah satu cabang mulai terbentuk, di bagian lain muncul bunga.
“Jadi walaupun lambat proses pematangannya, tanaman berbuah sepanjang tahun tidak dipengaruhi musim,” ujar Ricky. Selama masa budidaya tanaman tidak memerlukan perlakuan khusus. Mamey sapote tidak memerlukan air dalam jumlah banyak atau tergenang. Ricky memberi pupuk kandang 25 kg di sekitar perakaran setiap 6 bulan sekali. Saat tanaman mulai masuk masa pembungaan, ia memberi pupuk NPK dengan perbandingan 15:15:15.
Tanaman mamey sapote dapat tumbuh dengan baik di Indonesia karena hama penyakit jarang menyerang tanaman asli Amerika tengah itu. Ricky menghasilkan buah yang kualitasnya bagus dari tanaman berumur 4 tahun. Itulah sebabnya ia memperbanyak tanaman dengan mencangkok. Itulah keistimewaan lain lorito, yaitu lebih mudah diperbanyak dengan cara cangkok. Padahal hal itu sulit diterapkan pada mamey jenis lain.
“Dalam waktu 1,5—2 bulan, anakan sudah turun cangkok dan dipindah ke polibag. Sampai saat ini belum ada kegagalan dalam proses perbanyakan dengan cangkok,” ujar Ricky. Menurut Ricky semua bibit tumbuh tanpa penambahan zat perangsang akar. Pakar buah dari Pusat Kajian Buah Tropika Institut Pertanian Bogor (PKBT-IPB), Sobir PhD mengatakan tanaman keluarga sawo itu berpotensi ekonomis.
Itu terkait dengan kandungan nutrisi mamey sapote yang tinggi kalori, vitamin C, dan rendah lemak. Jadi semua orang dapat mengonsumsi buah itu dengan aman, tanpa khawatir dengan peningkatan kolesterol jahat. “Ditambah lagi dengan munculnya jenis baru yang cara budidayanya juga semakin mudah, tidak mustahil suatu saat ketersediaan buah melimpah dan harga menjadi murah. Dengan demikian dapat memenuhi permintaan masyarakat luas, tidak lagi terbatas pada para kolektor saja yang dapat menikmatinya,” kata Sobir. (Muhammad Hernawan Nugroho)