Penampilan jeruk merah amat memikat. Bagaimana potensi pengembangan jeruk merah di Indonesia?
Trubus — Musim panas menghampiri Vancouver, Kanada, saat Willy Wong melihat penjual menajajakan jeruk merah darah atau blood orange. Itu kali pertama ia melihat blood oranye pada dua tahun lalu. “Tergoda mencoba karena penampilan buahnya sangat menarik,” ujar kolektor tanaman buah di Sunter, Jakarta Utara, itu. Kulit buahnya berwarna jingga. Ketika buah terbelah, tampak warna daging buah jingga hingga merah pekat seperti darah.
Bobot buah mencapai 30—250 gram. Ketika Willy mencecap daging buah, cita rasanya manis, sedikit masam, dan berair. Penampilan daging buah jeruk itu sangat kontras dengan jeruk di tanah air yang umumnya berkulit hijau—kuning dan berdaging kuning—jingga. Bagaimana peluang pengembangan jeruk darah di Indonesia? Berikut pendapat para pengamat buah di tanah air.
Kafi Kurnia
Pengamat pemasaran buah di Jakarta
Jeruk merah bukanlah jeruk baru. Di negara barat jeruk itu sudah lama diperkenalkan. Masyarakat Indonesia kurang dekat dengan jeruk merah karena warnanya yang tidak lazim, yakni seperti darah. Sebaliknya masyarakat cenderung menyukai jeruk kupas seperti jeruk mandarin atau siam. Masyarakat tidak terbiasa mengonsumsi jeruk potong. Jeruk potong biasa digunakan untuk industri misalnya saja pembuatan jus.
Jeruk kupas seperti siam, pontianak tidak cocok digunakan untuk jus karena kekentalannya berkurang dan warna yang keluar lebih tipis. Dibandinkan dengan jeruk merah, citrus valencia jenis caracara justru lebih populer. Warna daging buahnya merah, manis, dan kandungan vitamin C lebih tinggi. Dalam lima tahun terakhir penjualan caracara meningkat.
Soal penanaman, jeruk-jeruk eksotis itu berasal dari negara subtropis sehingga tidak dapat berbuah di Indonesia yang beriklim tropis. Sinar matahari di Indonesia banyak. Namun, suhu malamnya kurang dingin sehingga buah-buah tidak bisa maksimal. Indonesia cocoknya ditanami tanaman tropis seperti pepaya, durian, salak atau pisang. Di tanah air pengembangan varietas jeruk cenderung tidak banyak.
Sementara itu jeruk lokal di tanah air hingga sekarang belum ada varietas baru. Preferensi masyarakat terhadap jeruk masih didasarkan pada daerah tanam misalnya jeruk garut atau jeruk pontianak. Saat ini masyarakat cenderung menyukai jeruk tanpa biji (seedless). Jeruk kupas siam dan mandarin sudah ada yang seedless dan mendapat apresiasi yang baik dari masyarakat. Berbeda dengan pengembangan jeruk di luar negeri yang cukup pesat.
Dr. Chaireni Martasari, S.P., M.Si.
Ketua Kelompok Peneliti Pemuliaan Tanaman, Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Subtropika (Balitjestro)
Jeruk introduksi seperti jeruk darah biasanya dibawa masuk oleh swasta (bukan pemerintah). Bahkan kebanyakan jeruk seperti itu dibawa oleh kolektor. Penampilan jeruk darah yang berdaging merah memang menarik, sehingga memiliki potensi yang bagus. Namun, kembali lagi ke selera masyarakat. Belum semua masyarakat Indoensia mengenal dan menyukai jeruk-jeruk eksotis itu.
Kesukaan masyarakat terhadap jeruk dipengaruhi banyak faktor seperti harga, rasa, performa, dan ketersediaan. Jeruk-jeruk eksotis itu biasanya dibawa oleh para kolektor. Kemudian mereka memperkenalkan kepada masyarakat, lalu berkembang, dan konsumen dengan mudah memperolehnya. Contoh jeruk dekopon. Namun, ketersediaannya belum banyak di masyarakat.
Banyak jeruk baru datang dari luar negeri tetapi sanggup tidak menarik hati masyarakat Beberapa tahun lalu ada jeruk manis variegata tetapi belum berkembang padahal rasanya enak. Sebab ketersediaannya belum banyak. Masyarakat Indonesia cenderung menyukai jeruk bercita rasa manis dengan sedikit masam. Mereka menyukai jeruk siam karena dominan rasa manis.
Jeruk lain batu 55 disukai karena perpaduan rasa manis, sedikit masam, dan juicy. Tingkat kemanisan jeruk batu 55 lebih dari 11°briks. Selain soal rasa, masyarakat menyukai jeruk tertentu karena ketersediannya yang mudah di pasaran dan harga murah. Jeruk lokal dominan perkembangannya meningkat. Sampai kini perkembangan jeruk cukup bagus, hampir tidak ada keluhan.
Yang menjadi problem, ketersediaan buah terbatas terutama pada bulan-bulan tertentu. Di Jawa Timur panen raya jeruk pada bulan Mei, Juni, dan Juli. Sentra jeruk di tanah air di Kalimantan Barat, Sumatera Utara, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Bahkan kini mulai muncul sentra jeruk baru di tanah air misalnya saja Sumatera Barat dan Nunukan (Kalimantan Utara).
Balitjestro pernah memiliki jeruk berwarna merah tetapi warna merahnya tidak keluar. Kondisi serupa pernah dilihat di sebuah nurseri, warna merah daging buahnya tidak semerah yang ada di negara asalnya, hanya semu merah. Perubahan sifat itu memang mudah terjadi pada jeruk. Sebab, sifat jeruk mudah mengalami perubahan. Apalagi jika penanaman berdampingan dengan jeruk lain atau polikultur.
Untuk menanam jeruk asal dari luar regulasinya harus jelas. Harus melewati uji hama dan penyakit atau karantina. Iklim menjadi syarat utama untuk membudidayakan jeruk introduksi. Pada dasarnya jeruk memiliki adaptasi yang luas. Ia dapat tumbuh dari 6oLU—6oLS. Jika diambil dari daerah subtropis dan ditanam di wilayah tropis performa bisa saja berbeda. Sebab, fenotip merupakan kombinasi dari genetik dan lingkungan.
Untuk sekedar tumbuh saja bisa, tetapi pada fase generatif ada banyak kendala. Misalnya saja masa pembuahan yang lama, muncul bunga tetapi rontok, atau berbuah tetapi penampilan buah tidak sama dengan buh di negara asalnya.
Willy Wong
Kolektor tanaman buah di Sunter, Jakarta Utara
Bagi pehobi atau kolektor tanaman buah, penampilan jeruk merah sangat menarik. Namun, ketika dicecap rasanya kurang seenak jeruk sunkis kualitas super. Perpaduan rasa manis, masam, serta kesegarannya kurang terasa. Bahkan cenderung hambar. Padahal harga jualnya tergolong mahal, Rp20.000—Rp30.000 per buah.
Memiliki tanaman langka seperti jeruk merah merupakan suatu kebanggaan tersendiri bagi pehobi. Namun, jika dilihat dari aspek yang lebih luas, misalnya untuk bisnis komersial masih belum memungkinkan karena hasilnya belum bagus. Penanaman jeruk introduksi seperti jeruk merah sangat memungkinkan dilakukan di Indonesia.
Tinggal mengamati di tempat asal ditanam di tempat dingin atau panas. Jika penanaman di tempat panas kemungkinan bisa ditanam di Indonesia. Soal warna yang keluar tidak seperti di tempat aslinya yang pekat kemungkinan karena kurang cocok lokasi tumbuhnya. (Desi Sayyidati Rahimah/Peliput: Muhamad Fajar Ramadhan & Riefza Vebriansyah)