Tatapan mata Hiromi Nihei tak lepas dari ratusan pohon sakura berbunga merah, putih, dan merah jambu di taman Kairakuen, Mito, Prefektur Ibaraki, Jepang. Ia pun tak sabar menunggu hingga bunga di seluruh pohon sakura itu mekar sempurna. Saat itulah perempuan berusia 62 tahun itu menggelar “pesta kebun” bersama orang terdekat, seperti keluarga, saudara, rekan kerja, atau tetangga.
Pesta kebun yang dimaksud adalah piknik dengan menggelar tikar di bawah pohon sakura. “Di sana kami akan duduk melingkar lalu makan-makan, minum teh atau sake, dan terkadang bernyanyi. Pokoknya semua bergembira bersama sambil menikmati keindahan bunga sakura,” kata Hiromi. Selain duduk di atas tikar, ada juga yang duduk secara berkelompok di atas bangku.
Di Jepang kegiatan menikmati keindahan bunga kerabat persik di udara terbuka itu disebut hanami. Hiromi yang berprofesi sebagai guru menuturkan kegiatan menikmati bunga mekar merupakan budaya tradisional Jepang sejak zaman nenek moyang. Sakura bunga paling populer. “Itu karena bunganya cantik. Selain itu, bunga sakura biasa menghiasi acara-acara bahagia sehingga mengingatkan orang akan kenangan indah,” katanya.
Akemi Oikawa di Tokyo menyampaikan hal serupa. Menurut perempuan berkacamata itu bunga sakura mengingatkannya betapa hidup itu sangat indah. Selain itu juga, “Mengingatkan kita untuk menghargai apa yang kita miliki, termasuk setiap momen yang kita alami,” ujar Akemi kepada Trubus. Oleh karena itu wajar jika bunga cherry blossom—sebutan sakura di mancanegara—sangat berarti bagi orang Jepang.
Untuk menyambut kemeriahan mekarnya bunga sakura, masyarakat banyak menggelar festival di negara yang memiliki 6.852 pulau itu. Minimal ada 27 festival cherry blossom setiap tahun. Bunga sakura biasanya mekar pada awal April dan waktunya sangat singkat, hanya 7—10 hari. Oleh karena itu pada saat mekar, banyak orang bergegas melakukan hanami sebelum bunga kerabat aprikot itu gugur.
“April juga merupakan bulan awal tahun fiskal di Jepang,” kata Hiromi. Pada bulan itu kegiatan sekolah, termasuk perguruan tinggi dan universitas, serta perusahaan dimulai. Makanya pada bulan April, “Banyak anak-anak dengan seragam sekolah baru berfoto bersama pohon-pohon sakura yang indah,” kata perempuan yang tinggal di Hitachiomiya, Prefektur Ibaraki itu.
Selain itu banyak perusahaan di Jepang mengadakan pesta menikmati bunga sakura mekar untuk merayakan awal baru tahun fiskal. Dampaknya taman-taman pun padat pengunjung. “Oleh karena itu kami harus mengambil tempat terlebih dahulu sebelum keduluan orang,” ujar Hiromi. Negeri Matahari Terbit itu memiliki banyak taman indah untuk hanami.
Salah satu taman favorit untuk penyelenggaraan hanami adalah Shinjuku Gyoen di Tokyo. Taman seluas 144 hektar itu memiliki 1.500 pohon sakura beragam jenis. Yang paling banyak jenis somei yoshino berpopulasi lebih dari 400 pohon. Somei yoshino merupakan sakura hasil persilangan antara Prunus speciosa dan Prunus pendula f. ascendents.
Sakura yang paling banyak ditanam di Jepang itu mulai dikembangkan pada akhir zaman Edo, sekitar pertengahan abad ke-19. Bunga somei yoshino berpetal 5 dengan diameter 3—3,5 cm, dan berwarna putih hingga merah muda. Menurut peneliti di Kebun Raya Cibodas, Muhammad Imam Surya PhD, penyilang di negara-negara Asia seperti Jepang memang cenderung melahirkan prunus berbunga cantik.
Oleh karena itu kini mudah dijumpai sakura berwarna hijau muda, merah jambu, kuning muda, atau merah menyala. Mahkota bunga pun ada yang tunggal dan tumpuk. Beragamnya jenis sakura di Shinjuku Gyoen membuat waktu hanami di sana lebih lama dibandingkan dengan taman lain di Tokyo. Musababnya, waktu mekar bunga masing-masing jenis berbeda. Ada jenis yang mekar di awal dan akhir musim.
Pada 19 Februari 2017 sekitar 300 pohon sakura mulai berbunga di Shinjuku Gyoen. Sayang, ketika itu dalam satu pohon belum semua bunga mekar sempurna. Diperkirakan sakura di taman yang berjarak 10 menit berjalan kaki dari stasiun Shinjuku itu mekar pada pertengahan Maret hingga akhir April. Pesona pohon sakura ketika berbunga mekar memang luar biasa. Seluruh cabang, ranting, dan anak ranting penuh dengan bunga tanpa kehadiran daun.
Menurut ahli fisiologi tanaman di Institut Pertanian Bogor (IPB), Ir Edhi Sandra MSi, peralihan suhu dari musim dingin ke musim semi merangsang pohon anggota keluarga Rosaceae itu berbunga serempak. Edhi menjelaskan bahwa pada saat masuk musim dingin, pohon sakura mentransfer seluruh energi dan hasil perombakan bahan organik pada daun ke arah batang dan akar untuk disimpan.
Setelah itu daun merontokkan diri akibat proses degradasi menghasilkan zat penghambat dan etilen. Saat masuk musim dingin maka seluruh aktivitas pertumbuhan terhenti, sehingga penggunaan energi hanya sebatas untuk mempertahankan diri atau hanya sekadar untuk metabolisme respirasi. Akibatnya produksi hormon auksin dan sitokinin juga terhenti. Kandungan kedua hormon itu dalam tanaman turun drastis.
Di sisi lain kebalikannya, suhu dingin mamacu tanaman memproduksi hormon giberelin, tapi tidak terjadi dampak dari peningkatan hormon giberelin pada tanaman karena terhambat oleh suhu yang sangat dingin. Oleh karena itu ketika masuk musim semi, suhu sudah mulai normal untuk sel dan jaringan dapat bermetabolisme, dampak meningkatnya hormon giberelin pun tampak.
“Adanya dominasi hormon giberelin dalam tanaman, cadangan energi yang penuh, dan tidak ada gangguan dominasi hormon auksin dan sitokinin, proses metabolisme pun mengarah ke pembungaan. Akibatnya muncullah bunga-bunga indah di musim semi,” jelas Edhi. Di Jepang indahnya bunga tak hanya milik pohon sakura, tapi juga plum. Bahkan, bunga plum mekar lebih awal daripada sakura.
Hiromi menuturkan, “Bunga plum di taman Kairakuen mekar sejak pertengahan Februari hingga akhir Maret.” Taman Kairakuen merupakan salah satu taman terbaik di Jepang untuk menikmati keindahan bunga plum. Sekitar 3.000 pohon plum dengan jumlah sekitar 100 varietas tumbuh di lahan seluas 13 ha itu. Varietas yang paling banyak ditanam adalah shirokaga sejumlah 450 pohon, tojibai (150 pohon), dan yaekanko (130 pohon).
Di Kairakuen pengunjung dapat menikmati keindahan bunga plum selama 3 bulan. Itu karena ada varietas plum yang bunganya mekar di awal musim (pertengahan Januari hingga pertengahan Februari), pertengahan musim (awal Februari hingga pertengahan Maret), dan akhir musim (awal Maret hingga awal April). Untuk merayakan keindahan bunga plum, pengelola taman Kairakuen rutin menggelar festival Ume Matsuri.
Ume berarti pohon plum sedangkan matsuri berarti festival. Festival itu berlangsung sejak pertengahan Februari hingga akhir Maret setiap tahun. Sama seperti sakura, bunga plum juga tak bertahan lama. Setelah mengalami polinasi, bunga itu pun membentuk bakal buah dan buah. Di Ibaraki panen raya buah plum berlangsung pada Juni. Menurut Akemi orang Jepang memanfaatkan buah plum untuk membuat makanan tradisional jepang umeboshi, sejenis acar.
“Umeboshi lazim digunakan sebagai lauk dalam berbagai jenis makanan, baik sebagai menu sarapan, makan siang, atau makan malam,” kata Akemi. Masyarakat Jepang juga memanfaatkan buah plum sebagai bahan minuman fermentasi. “Banyak orang di Jepang membuat umeshu (minuman fermentasi berbahan buah plum, red) sendiri di rumah,” ujar Akemi.
Cara buatnya sederhana. Mereka memasukkan satu kilogram buah plum dan 700 gram gula batu dalam wadah berbentuk stoples berkapasitas 4 liter. Plum dan gula batu disusun secara bergantian dengan lapisan teratas gula sehingga plum tidak mengambang. Setelah itu tambahkan 1,8 liter sochu, jenis minuman fermentasi berbahan ubi. Tutup rapat wadah lalu simpan di tempat sejuk selama minimal 3 bulan.
Semakin lama penyimpanan rasa umeshu akan semakin enak. Tradisi membuat umeshu itu mengingatkan Trubus tradisi suku Dayak Benuaq di Kutai Barat, Kalimantan Timur. Mereka mengolah buah keliwetn menjadi tuak. Suku Benuaq memasukkan daging buah keliwetn Baccaurea sp berwarna jingga ke dalam giye alias guci tanah liat. Mereka lantas menutup dan memendam guci berkapasitas 10 kilogram daging buah keliwetn di bawah permukaan tanah dekat aliran sungai.
Sayang, tradisi itu kini luntur. Bagi suku Dayak minuman itu populer untuk menyambut tamu yang amat dihargai sekaligus pelengkap upacara adat. Sementara menurut Akemi umeshu sangat populer di kalangan perempuan. “Umeshu cocok bagi orang yang tidak biasa mengonsumsi minuman beralkohol tinggi,“ katanya. Salah satu perusahaan yang memproduksi umeshu adalah Meiri Shurui di Mito, Prefektur Ibaraki.
Perusahaan yang didirikan oleh Kato Shuzojo sejak 1850 itu terkenal sebagai salah satu perusahaan produsen umeshu berkualitas. Salah satu produk umeshu-nya berhasil meraih penghargaan juara pertama dalam kompetisi umeshu nasional di Osaka pada 2008.
Menurut Ogawa Masaki dari Meiri Shurui salah satu hal yang membuat minumannya berkualitas adalah penggunaan bahan baku yang bagus. “Kami hanya punya waktu 10 hari dalam setahun untuk membuat umeshu. Jika lewat dari itu kualitas buah plum sudah tidak bagus, tidak segar,” kata Ogawa. Meiri mengolah 50 ton buah plum per musim per tahun. Dari jumlah itu akan dihasilkan 30.000 kiloliter umeshu.
Kini mayoritas umeshu untuk memenuhi permintaan konsumen di Jepang. Selain umeshu, Meiri juga memproduksi sake dan sochu. Yang disebut pertama itu minuman fermentasi berbahan baku beras. Sementara sochu berbahan baku ubijalar Ipomoea batatas. Di negara subtropis seperti Jepang, masyarakat memang terbiasa mengonsumsi minuman hasil fermentasi.
Minuman itu bermanfaat untuk menghangatkan tubuh ketika musim dingin. Selain umeshu, sake, dan sochu Jepang juga terkenal sebagai salah satu negara penghasil wiski terbaik di dunia. Salah satu perusahaan yang terkenal dengan wiski adalah Suntory Yamazaki Distillery di Yamazaki, Shimamoto-cho, Mishima-gun, Prefektur Osaka. Trubus mengunjungi produsen wiski itu atas undangan Asian Productivity Organization (APO).
Organisasi nirlaba yang berpusat di Tokyo, Jepang, itu mempunyai misi meningkatkan produktivitas negara-negara berkembang di Asia. Pada 23 Februari 2017, Trubus beserta 17 wartawan dari 11 negara di Asia berkesempatan mengunjungi penyulingan wiski tertua di Jepang itu. Pendiri Suntory, Shinjiro Torii, membuat wiski skala pabrik pertama kali di Jepang pada 1923. Selang 6 tahun ia merilis wiski Jepang pertama yang disebut Suntory Whiskey Shirofuda.
Menurut Direktur Riset dan Perencanaan Asian Productivity Organization (APO), Joselito Bernardo, keunggulan dari Suntory adalah mereka terus melakukan inovasi untuk menghasilkan wiski berkualitas. Hasil inovasi itu terlihat dari segudang penghargaan yang mereka peroleh. Pada 2003 Yamazaki 12 Years yang diproduksi Suntory menjadi wiski Jepang pertama yang mendapat medali emas pada International Spirits Challenge (ISC) yang diadakan di Inggris.
ISC merupakan kompetisi minuman fermentasi internasional yang diikuti oleh 70 negara di dunia. Suntory juga meraih penghargaan world’s best single malt dan world’s best blended pada satu-satunya kompetisi wiski internasional di dunia, The World Whiskies Awards. Segudang prestasi itu membuat wiski asal Jepang terkenal di dunia. Minuman fermentasi seperti wine, sake, sochu, dan umeshu bagian dari tradisi masyarakat Jepang.
Mereka mengonsumsi minuman itu dalam kehidupan sehari-hari. Apalagi ketika pohon sakura seantero Jepang bermekaran. Saat itulah waktu terbaik untuk berkumpul dengan orang-orang terkasih. Di bawah kanopi sakura, mereka penuh kehangatan, menikmati keindahan bunga sakura sembari mereguk wine, sake, atau sochu. Pantas mereka senatiasa menanti mekarnya sakura. (Rosy Nur Apriyanti)