Omzet Rp2-miliar dalam dua tahun terakhir hasil perniagaan paprika, tomat, selada romaine, dan horenzo.

Pada rembang petang kesibukan terlihat di greenhouse 2.000 m² di Cibodas, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, itu. Di dalam rumah tanam itu tumbuh 3.600 tanaman paprika. Adri Farhana Nugraha dan 3 pekebun lain memanen paprika berbobot 350—500 g per buah. Adri rutin memanen 50 kg paprika merah dan 30 kg paprika hijau setiap hari. Anak muda itu lantas menyortir paprika untuk memasok restoran cepat saji.
Pria berumur 22 tahun itu menuturkan, bisnis paprika menguntungkan. Sebab, permintaan paprika relatif besar, sementara pasokan terbatas. Ia tak kesulitan memasarkan sayuran buah anggota famili Solanaceae itu. Sebab, Adri menjalin kemitraan dengan berbagai restoran cepat saji, pasar swalayan, dan pasar tradisional di Jakarta dan Bandung. Selain paprika Adri juga memasok selada romaine dan bayam jepang (horenzo).
Memperluas lahan
Setiap hari Adri memasok hingga 60 kg selada romaine dan 50 kg horenzo. Harga jual mencapai Rp28.000 (paprika merah), Rp18.000 (paprika hijau), Rp15.000 (bayam jepang), dan Rp20.000 (selada romaine)—semua harga per kg. Dari tiga komoditas untuk sebuah restoran saja, Adri meraup omzet Rp2-miliar selama 2 tahun berdiri. Menurut Adri kunci beragribisnis antara lain menjaga kualitas dan kontinuitas.

Itu sejalan dengan napas perusahaannya Sixplus—singkatan dari six sigma plus. Dalam ilmu manajemen sixplus berarti strategi terfokus terhadap pengendalian kualitas dengan mendalami sistem produksi suatu bisnis. Adri membangun agribisnis Sixplus bersama 5 rekannya, yakni Pugi Raf Pamuga, Fulki Azman, Kautsar Arviandri, Irza Zaim, dan Husain Alkhalifi pada 2014. Semula pria kelahiran 6 April 1994 dan rekan itu menyewa lahan 1.000 m².
Di lahan itu mereka membudidayakan paprika pada 2014. Mereka memanfaatkan rumah plastik 1.000 m² untuk membudidayakan 3.600 tanaman. Rumah plastik itu dilengkapi dengan sistem irigasi tetes dan pengabutan. Sumber air berasal dari tandon berkapasitas 6 m3. Sistem pengabutan untuk mengatur suhu dan kelembapan dalam greenhouse. Jika suhu lebih dari 24°C jaringan pengairan aktif secara otomatis selama 2—3 menit hingga suhu ruangan normal kembali.

Dengan fasilitas pengairan seperti itu, Sixplus dapat menjaga kualitas produksi. Karena permintaan sayuran kian meningkat, Adri dan rekannya memperluas lahan sewa hingga 4.500 m². Di lahan itu kini mereka membangun greenhouse untuk berkebun paprika (2.000 m²), selada romaine (1.000 m²), horenzo (1.000 m²), serta pembibitan (500 m²). Saat panen ia memperoleh 8—10 ton paprika, 4—5 ton horenzo, dan 5—7 ton selada romaine dalam satu musim tanam.
Bermitra
Volume produksi itu belum mencukupi kebutuhan. Menurut Adri produksi itu baru memenuhi 75% dari total permintaan pasar. Selain itu mereka juga bermitra dengan 10 petani untuk menanam tomat, kentang, dan jagung di lahan total 10 hektare. Adri dan rekan juga memasarkan ketiga komoditas itu untuk memenuhi restoran cepat saji. Petani mitra mampu memenuhi standar kualitas yang ditetapkan konsumen.

Untuk tomat, misalnya, restoran menginginkan buah yang berwarna merah cerah, mengilap, tekstur permukaan kulit halus, tidak benyek, aroma segar, dan bobot 150—250 g per buah. Adapun jagung manis harus berbobot 250—350 g per buah, warna bulir kuning keemasan, dan manis. Adri tertarik berbisnis pertanian sejak masih kuliah di semester ke-3 di Universitas Padjadjaran. “Semua berawal dari obrolan bersama teman-teman. Kami berencana membuat bisnis berbasis pertanian, tetapi belum memikirkan budidaya apa,” ujar Adri.
Ia dan rekannya bekerja sama dengan Dedi Hernawan, pemilik lahan 6 hektare. Dedi menyewakan lahan. Latar belakang disiplin ilmu mereka berbeda-beda. Hal itu menjadi kekuatan Sixplus. Pugi, Fulki, dan Husain fokus mengurusi bidang komunikasi dan sosial eknomi yang meliputi kerja sama dengan mitra. Kautsar dan Husain fokus pada sistem irigasi seperti sistem irigasi tetes dan sistem pengabutan. “Saya fokus pada budidaya tanaman dari hulu hingga hilir,” kata mahasiswa Ilmu Gulma itu.

Keberhasilan Sixplus buah dari perjalanan panjang dan proses yang tidak selalu menyenangkan. Pada Oktober 2016 Sixplus gagal panen. Tanaman paprika layu, kering, dan tanaman mati. Penyebabnya karena bibit terlalu lama di persemaian dan perawatan yang tidak sesuai. Biasanya mereka dapat panen hingga 8—10 ton paprika dalam semusim. Namun, saat itu hanya 8 ons dari 2.000 m². Jika dinilai dengan uang, nilai kerugiannya mencapai puluhan juta rupiah.
Walau demikian mereka pantang menyerah untuk berusaha. Adri dan kawan-kawan tetap mengembangkan beragam komoditas itu. Mereka mendapatkan juara ke-2 dalam Agribiz Challenge On Farm 2016 dengan tema Membangun Industri Agribisnis Berbasis Inovasi. Upaya bertani itu mereka jalankan sembari kuliah. (Tiffani Dias Anggraeni)