Trubus.id—Menurut Dosen di Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. Dr. Ir. Yusuf Sudo Hadi, M. Agr., Jepang salah satu negara teratas yang meminati kayu dan barang dari kayu asal Indonesia. “Permintaan dari Jepang bahkan sudah sejak 1980-an,” kata Yusuf.
Kala itu industri kayu lapis mulai tumbuh di tanah air. Harap mafhum, pada periode sebelumnya, Indonesia belum mengoptimalkan industri olahan kayu, hanya mengekspor kayu dalam bentuk log atau gelondongan.
Permintaan dari Jepang dalam bentuk kayu lapis sebagai bahan furnitur dan bangunan. Kayu lapis itu dominan berasal dari kayu sengon Falcataria moluccana. Menurut Yusuf, kayu lapis asal sengon amat disenangi di negeri sakura lantaran ringan dan warnanya relatif lebih cerah dibandingkan dengan jenis kayu lain.
“Banyak pengembang asal Jepang tertarik membeli kayu sengon asal Indonesia,” kata pria yang sempat menyelesaikan pendidikan S2 di Nagoya University, Jepang itu. Yusuf menambahkan, kelebihan lain sengon bagus untuk mengisolasi suara dan panas.
“Di Jepang, kayu lapis berbahan sengon diolah menjadi tatami,” kata Doktor Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan Alumnus IPB itu. Alas berbahan kayu sengon itu akan menghangatkan ruangan, lazimnya dikombinasikan dengan wol sebagai karpet.
“Sangat bermanfaat membantu menghangatkan, terutama saat musim dingin,” katanya. Menurut Yusuf, pasar lain yang tengah naik permintannya adalah Amerika Serikat. Data dari BPS menunjukkan nilai ekspor kayu dan barang dari kayu ke negeri abang sam itu trennya meningkat 13% selama periode 2016—2020.
Permintaan meningkat lantaran adanya gerakan go green. Mereka menyenangi hasil kayu dari tanaman yang cepat diperbaharui. Pemanfaatannya antara lain sebagai furnitur, pelapis dinding, dan sekat dinding. “Menggunakan kayu utuh berbahan seperti jati untuk bahan bangunan dan furnitur perhitungannnya sudah tidak ekonomis,” katanya.
Yusuf mengatakan, “Tren di dalam negeri pun sama, kini sekat dinding banyak yang menggunakan kayu, dominannya jenis sengon,” katanya. Alasannya karena lebih praktis dan ekonomis.
Pemanfaatan sekat kayu itu terutama kerap dipakai di perkantoran, rumah sakit, pertokoan dan pusat perbelanjaan. “Kelebihannya mudah untuk memasang dan mengubah tata ruang jika ingin mengalihfungsikan ruangan,” katanya.
Menurut Kepala Bagian environment dan system management PT Kutai Timber Indonesia (KTI), Agus Setiawan, pasar ekspor sengon hampir tidak ada masalah. Beberapa produk berbahan sengon yang diminati pasar mancanegara kreasi PT KTI berupa door blank atau bahan pintu dan blackboard atau bahan papan tulis.
“Produksi door blank sekitar 2000—3000 lembar saban bulan,” katanya. Itu untuk memenuhi permintaan dari Amerika Serikat. Agus menambahkan tidak ada istilah jenuh untuk pasar ekspor. “Intinya sengon salah satu jenis kayu yang diminati pasar, dibuat menjadi produk apapun responsnya baik,” katanya.
Nilai tambah sengon pertumbuhannya cepat, kepadatan menengah, warna bagus, dan memiliki visual yang disenangi pembeli. “Menurut pembeli dari Amerika dan Eropa, sengon berbobot ringan dan cukup kuat, sehingga cocok dijadikan bahan pintu dan furnitur,” katanya.
Yusuf memprediksi 10—20 tahun lagi pun industri kayu masih terus tembuh. Indikatornya permintaan selalu tumbuh sejak tahun 1980-an. “Teknologi pascapanen kayu dalam negeri sudah siap memenuhi kriteria produk mancanegara,” katanya.
Yusuf menambahkan, teknologi meningkatkan kekuatan sengon pun bisa dilakukan. “Caranya densifikasi atau dipadatkan, cara itu sudah lazim untuk memperkuat kayu sengon,” katanya.