Mencegah serangan kelelawar dengan gelombang ultrasonik.
Saat panen perdana, Suharjo menuai 25—30 kg lengkeng per pohon. Pekebun di Kabupaten Kudus, Provinsi Jawa Tengah, itu memiliki 50 pohon sehingga memanen setidaknya 1.250 kg buah. Suharjo menjual Rp40.000 per kg pada akhir 2014. Keberhasilan Suharjo panen lengkeng antara lain berkat penggunaan alat ultrasonic rat repeller berdaya 15 watt.
Alat elektronika itu mencegah serangan kelelawar sehingga lengkeng pun utuh meski tanpa pembungkusan. Selama ini satu-satunya mamalia terbang itu menjadi hama lengkeng dengan tingkat kehilangan hingga lebih dari 50%. Untuk mencegah serangan kelelawar Suharjo memasang alat berbasis gelombang frekuensi ultrasonik.
Aman
Ketika kelelawar mulai mendatangi lengkeng berumur 120 hari sejak berbunga, ia segera mengaktifkan alat itu. Suharjo memasang perangkat itu paralel dengan lampu. Begitu Suharjo menyalakan lampu, alat itu pun memancarkan gelombang ultrasonik yang mengusir kelelawar. Di kebun seluas 2 ha terdiri atas 50 pohon produktif itu, ia hanya memasang sebuah alat seharga Rp400.000.
Alat itu berdaya jangkau 200 m dan aktif hingga Subuh saat kelelawar pulang ke hunian. Alat itu efektif mencegah serangan kelelawar. Rentang frekuensi pendengaran kelelawar dan burung di bawah 29.000 hertz, kecoak 40.000 hertz, dan tikus 45.000 hertz. Adapun frekuensi pendengaran manusia di bawah 20.000 hertz, sehingga alat itu tidak berbahaya bagi warga di sekitarnya.
Dengan memasang frekuensi di atas 30.000—45.000 hertz, kelelawar, kecoak, dan tikus dapat mendengar dan terganggu saraf pendengaran sehingga segera keluar dari kebun. Menurut ahli kelelawar dari Lembaga Pengetahuan Indonesia (LIPI), Ir Sigit Wiantoro MS, kelelawar mengetahui adanya buah matang karena memiliki indra penglihatan dan indra pendengaran yang sangat tajam.
Untuk mengusirnya, dapat memanfaatkan kelemahannya yaitu tidak tahan dengan bunyi bising, cahaya terang, dan asap. Peneliti di Laboratorium Mamalia itu tidak mengetahui dengan pasti frekuensi ultrasonik yang bisa mengusir kelelawar.
Tanpa alat ultrasonik, buah yang letaknya rendah bisa bebas dari serangan kelelawar. Sebab, kelelawar yang bergantung di dahan, saat akan berpindah, perlu turun agar ruang geraknya cukup lega untuk bisa terbang kembali. Bila letaknya rendah, kelelawar tertahan di tanah. Selain itu, kelelawar yang mempunyai kebiasaan menggantung, tidak leluasa melakukannya di pohon kecil karena cabangnya ringkih. Kelelawar lebih nyaman di pohon tinggi karena dahannya cukup kuat untuk bergantung. Dengan kondisi itulah sehingga kemungkinan besar, buah di dekat permukaan tanah tidak diserang kelelawar.
Aneka pembungkus
Cara sederhana mencegah hama kelelawar dengan membungkus buah. Tatang Halim mengurung satu pohon lengkeng yang tengah berbuah lebat dengan jaring plastik hitam. Pekebun di Serpong, Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten, itu memasang rangka bambu setinggi 3,5 m x 3 m x 3 m, lalu memasang jaring. Untuk membungkus sebuah pohon, Tatang mengeluarkan dana Rp350.000. Upaya itu memang menghindarkan tanaman dari serangan kelelawar.
Kelemahannya buah lebih lambat matang sekitar 7 hari. Penyebabnya diduga karena pemakaian jaring penaung mengurangi intensitas sinar matahari. Akibatnya daun tidak dapat berfotosintesis secara maksimal sehingga kematangan buah pun lebih lambat. Masalah lain, hama seperti serangga yang terperangkap di dalam kelambu, sulit meloloskan diri sehingga berkembang di dalam.
Petani di Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Isto Suwarno, membungkus buah lengkeng itoh super dengan jaring mirip net bulutangkis. Upaya ayah tiga anak itu berhasil menahan serbuan kelelawar. Sayangnya, kerapatan net masih longgar sehingga hama lain seperti lalat buah, ngengat, dan belalang tetap lolos masuk dan menyerang buah.
Kini bahan pembungkus yang paling banyak dimanfaatkan pekebun ialah karung bawang putih. Beberapa pekebun seperti Bambang Suharto di Blora, Ismanto (Semarang), Prakoso Heryono (Demak), dan Yusron Hadi Nugroho (Batang), memanfaatkan karung itu sebagai pembungkus lengkeng. Karung itu dapat membungkus buah lengkeng hingga berbobot 5—6 kg.
Pembungkus itu menyelamatkan lengkeng dari serangan codot dan lalat buah bila pemasangan saat buah sebesar kelereng. Para petani hanya membungkus buah, sehingga daun-daun dapat berfotosintesis secara maksimal. Cara memasangnya dengan memasukkan tandan buah ke karung saat ukurannya sebesar kelereng lalu mengikat tali agar kuat. Petani dapat memanfatkan ulang pembungkus itu pada musim berbuah berikutnya.
Mereka memperoleh karung bekas bawang putih di pasar sayur-mayur Rp500—Rp1.000 per buah. Sebuah pohon berumur 3 tahun rata-rata memerlukan 5.000 buah pembungkus pada panen perdana. Dengan demikian pekebun memerlukan 10.000 bungkus di lahan 1 ha dengan populasi 220 pohon.
Pembungkusan memang sebuah keharusan jika petani tak memanfaatkan alat elektronik seperti milik Suharjo. Pohon setinggi 10—15 m seperti di sentra lengkeng Ambarawa, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, dan Malang, Jawa Timur menggunakan berongsong. Menurut Prakoso Heryono, pelopor pengembangan lengkeng new kristal, sebenarnya pemakaian bambu atau berongsong sebagai pembungkus buah kurang bagus.
“Berongsong dapat menyerap air dan menyimpan air sehingga lingkungan mikro di dalamnya lembap,” ungkap pemilik nurseri Satya Pelita di Demak, Jawa Tengah, itu. Akibatnya buah riskan terkena serangan cendawan. Dengan demikian membungkus lengkeng harus tepat waktu, tepat bahan, dan tepat cara. (Syah Angkasa)